Berulang kali aku berhenti dan memandang sekitar, bertemu dengan banyak
jiwa yang kemudian menjadi orang begitu baik.
Berulang kali aku diam dan tanpa kata memikirkan semua, sebab karenamu aku
bisa. Lalu, jika tanpamu, maka tidak akan ada yang lain.
Berulang kali aku berusaha sabar, menantimu kembali dan baik seperti yang
dulu kau lakukan. Tapi tidak, kau justru hilang. Maka, jika tanpamu, takkan
pernah ada yang lain.
Berulang kali aku merasakan, kau tak sungguh ingin menetap, namun dirimu
juga tidak benar-benar ingin pergi jauh. Sudah aku katakana sebelumnya, jika
tiadamu, tak akan pernah ada yang lain.
Harus berulang kali juga kah aku memastikan, bahwa jiwa ini hanya milik
Tuhan. Pribadi ini bukan untukmu, bukan juga milikmu. Aku adalah milik Tuhan,
kau pasti tahu itu.
I’m not yours, you not mine. We belong to Allah…
Sebab, saat senja datang kau pergi. Kala malam tiba, engkau hilang. Aku harus
bagaimana berkata. Haruskah aku katakan segalanya?
Sebab kala bintang terang, kau redup. Saat jiwaku bahagia dan sudah
menerima semua, kau kembali mendekat dan bertanya kenapa.
Jika begini, aku harus bagaimana? Mengapa setiap detik detak jiwaku seperti
salah.
Baiklah, aku akan mengakui bahwa aku tanpa hadirmu adalah tiada. Aku tanpa
wujudmu adalah sirna, dan aku tanpa segalamu adalah buta. Sebab, karenamu aku
bahagia, dengan tatapan mataku aku ada. Karenamu segalaku menjadi berwarna.
Aku ingin mengakui bahwa aku tanpamu adalah bukan siapa-siapa. Maka,
terimalah pengakuan, bahwa jika tiadamu, maka tidak akan pernah ada yang lain. Karena
kamu adalah bahagia. Semesta dan segala-galanya dalam lintas hidup dunia pagi
siang dalam senja juga malamku. Ya, aku tanpamu dan tiadamu, maka tidak akan
ada yang lain.
(Awal Bulan Februari)
(Awal Bulan Februari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar