Rabu, 25 September 2013

Kau dan Aku

aku senang, diriku ceria
tahukah kau mengapa?
karena aku tahu kau memilihku
ini bukan tipuan bukan?
tapi ternyata benar, ini benar bukan tipuan
engkau memilihku
silakan tanya pada kipas angin yang sedang berputar
kau berani? janganlah takut, jangan jadi pengecut
satu hal pasti perlu kau tahu
nyali saja tidak cukup teman, buka semua matamu, semuanya...
aku yakin akan hanya ada satu jawabnya
dia memilihku
tanya saja pada semua jiwa yang kau tahu
dia memilihku...
jelas bukan aku penyebab sakitmu, itu dia
banyak bunga terpaksa gugur, karenanya
tiga kumbang seraya menguning, aku salah satunya, bukan padi
dua yang lain menyerah begitu saja, kau harus tahu itu!
setiap kota aku menemukan jiwa itu
tapi sayang, jatuh gugur dengan sendirinya
resiko ini bukan yang pertama, kesekian kalinya...
tanggung saja bebanmu sendiri, karna dia memilihku, bukan kamu!
berlatihlah berdiri, jika kau mampu..
pun aku tak sudi membantumu, jahat! biarkan saja...
salah siapa? Coba tanya mereka...
senyum menawan penuh luka
luka itu, lukamu, bukan aku, atau dia
karena dia, memilihku...

Ratapan Sepi Seribu Mimpi

Saat asa menemani di sudut ruang gelap
Kami tak berfikir sedetik pun untuk terlelap
Saat kami harus bangun dari sebuah angan-angan
Merangkai mimpi sejati yang tak hanya sekedar  pujian
Kami tak pernah lelah
Meski terkadang,keluh kesah slalu menari
Menyertai kami dalam sunyi
Dan saat pelupuk mata kami terpejam
Kami tertunduk menghias hati yang sedang muram
Kami akan terus berdiri
Melangkah pasti dengan ketegaran hakiki
Menghirup aroma kesejukan dari dalam diri kami
Sorot mata kami akan slalu bersinar
Menyingkirkan lara dan membuatnya menjadi bara api
Genggam tanganku erat
Dan mentari akan tersenyum mengiringi kami
Tak peduli meski ribuan nafas yang memandang kami
Kami akan terus berjalan. Melewati dinginya udara
Yang akan membawa kami dalam taburan jutaan permata

Realita? Nilai saja sendiri!

Mudah sekali bagi kita semua mengartikan zaman yang maju ini sebagai zaman yang menjunjung tinggi prinsip dan nilai demokrasi. Bebas berpendapat dan mengeluarkan aspirasi. Sudah lama masyarakat Indonesia mengetahui bahwa bangsa ini telah menerapkan demokrasi sebagai salah satu prinsip yang sangat kita miliki di negara yang sangat mengedepankan Pancasila dan UUD sebagai bagian dasar dari bangsa ini.
    Tidak perlu jauh-jauh meneliti tentang poin yang satu ini, siswa Sekolah Dasar pun kini tahu dan paham akan hal ini. Kita tahu bangsa ini adalah bangsa yang sangat paham akan hal-hal yang berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat, bebas beragama, bebas beraspirasi, dll. Namun, disatu sisi, kemana kekebalan kita sebagai masyarakat yang tahu akan hal ini, ketika hak-hak kita diambil oleh orang lain, kita seolah diam dan ikhlas begitu saja ketika hak kita diambil dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
     Ketika hak kita diambil oleh mereka yang lebih tinggi dan berpangkat, kenapa kita seolah bisu. Pandangan kita tentang demokrasi seolah hancur lebur tak lagi berarti. Miris bukan? Dengan alasan mengedepankan etika lah, sopan santun lah, tidak etis lah, tidak enak dilihat orang lain, sungkan, dsb. Padahal, jelas-jelas mereka yang telah mengambil hak kita adalah orang yang tidak tahu sopan santun. Ketika hak kita diambil oleh pihak lain, kita seolah menjadi patung, bisu, lemah, lesu tak mampu melakukan sedikit pun perlawanan. Pandangan dan pengetahuan kita tentang demokrasi selama ini hanya sebatas fatamorgana yang tidak terlihat. Pengetahuan tentang persamaan hak, kebebasan berpendapat, kedudukan yang sama di depan hukum, seakan-akan tersendat di tenggorokan kita.
     Ketika kebobrokan sistem dan aturan terjadi di depan mata kita, kita hanya diam saja dan tak mampu bertindak apa-apa.Poin yang menjadi perhatian kemudian adalah bagaimana kita mampu memperjuangkan hak kita di depan publik, bukan sekadar berkata yang panjang, tidak penting dan tidak berharga di belakang panggung. Berani berkata di depan, jangan sekadar mampu mengolah ribuan kata tapi kita takut untuk memperjuangkannya. Betapa sangat amat disayangkan. Think and act not just think and speak up behind. Perjuangkanlah apa yang menjadi hakmu jika kamu merasa itu adalah bagian dari apa yang harus kamu dapatkan. Jangan menjadi pecundang yang hanya mampu berkata dan beraksi dibelakang. (Qur’an said : Jangan engkau membiarkan dirimu jatuh pada kehancuran padahal kamu memiliki kekuasaan).

Sore Senja Biru

Biru putih atau hitam?
silakan kau pilih satu, jika kau tak mau, abaikan...
abaikanlah, buang segala penawaran itu...
mengapa jika hari berputar dulu terasa syahdu?
apa yang hilang dari balik tabir tawa itu?
mungkinkah berawal suka dan disuka...
nan jauh kini, aku merasa rindu, salahkah aku?
rindu sama abu-abu itu
laksana isyarat tak jelas kini mendekat
tidak ada diantara tiga pilihan di atas...
rona ceria tawa itu sungguh menawan, dulu...
belum terpisah apalagi terganti, bahkan mungkin takkan tergantikan
buah mimpi itu? kau terlalu banyak janjikan masa-masa indah
sadarkah dirimu akan hal itu?
kuletakkan segala asa pada bait pertama
aku mengagumimu, dulu, beberapa hari yang lalu
belum sampai hitungan bulan, semua itu berubah
kau menghilang, bayanganmu selalu menghantuiku
tolong aku, lepaskan segalanya
ah, memoriku terikat jelas, takkan mungkin terlepas...
bukan halusinasi apalagi fatamorgana, hadirmu begitu nyata
pun kukira bukan tipuan apalagi sekedar hasrat belaka
sungguh ini nyata terlukiskan
indah seperti setelah seminggu kami bersapa
aku rindu, jiwa ini mengadu, tubuh ini ingin bersua, walau sebentar
yang aku tahu hanya satu, kau sungguh luar biasa...
warna indah laksana pelangi, penuh warna...
takkan hilang, takkan kusam dalam ingatan dan sanubariku...
aku merindukanmu, sungguh....
Datanglaaaaaaah!

Satu dan Dua Malaikat Baruku



Remang cahaya bulan, kini aku bersaksi
Bahwa bintang enggan menyapaku malam ini
Perlu kejujuran tingkat dewa? Aku sedikit kecewa
Yaa Tuhan, kenapa harus ibuku? Kenapa harus Bunda?
Dua sosok malaikat kecil temani hidupku
Hari asyik, tenangkan sel syarafku beberapa waktu lalu
Siapa sangka, malaikat kedua ternyata lebih bersahaja…
Aku yakin, kamu pasti bertanya-tanya, siapa dia?
Insan biasa, sepertinya, namun hatinya luar biasa
Semaikan berjuta ilmu tanpa malu walau terlihat mengganggu
Dengarkan sebentar!
Malaikat pertama itu kini telah kembali, menjauh
Dia diam, dan tanpa ungkapan seperti dulu…
Empat kursi ruang tamu ini pasti bisa menebak maksudku…
Darimana mereka tahu? Benda ini tak bernyawa bukan?
Prediksilah, tak bisakah kau coba menebaknya?
Adakah sesuatu telah kubisikkan pada mereka
Bukan itu jawabnya, cari tahu sampai kau mampu
Karena Tuhan dengan desis kecil di relung hatiku…
Bisikan halus tanpa suara telah kualunkan…
Walau tanpa sinar lampu, kilauan cahaya malam…
Dia tahu maksudku…
Dua malaikat itu, aku akan pilih yang pertama
Pun yang kedua, aku mencintainya…

Kau Bukan Sainganku



Lihat pesona diri, memukau? Jelas kau kalah!
Kau harus tau, bagaikan putra yang terbuang
Bukan, kau bukan ank pungut, sadari itu
Hingga daun ilalang pun enggan melihatmu
Pandang tak jelas, penuh noda…
Tersesat di tengah jalan, tahukah kau jalan pulang?
Sungguh ku tak sudi memberi tahumu
Percuma memberikan segalanya, kau bukan siapa-siapa untukku
Responmu pun selalu meragukan, aku tahu itu tidak penting
Panggilan sayang itu? Sandiwara? Pahamlah, itu tipuan belaka…
Ingat! Mereka itu, kasihan melirikmu…
Cinta itu? Jelas bukan hakmu, itu milikku…
Dan lagi, kami kasihan melihatmu, bukan sayang, camkan itu!
Jika dia? Mana aku tahu, sadar sinyal tanda kurang…
Kalau pun benar, itu karna jiwanya sedang mekar…
Tebakanku pernahkah kau tahu? Benarkah kau ingin tahu?
Percuma! Kau hanya akan memanggilku di sepanjang malam…
Memikirkan nasib malangmu, bagaimana? Kau siap?
Bisakah kau realistis? Sedikit saja…
Tanya pada bulan, ah dia malu, dia kasihan…
Apa kata bintang? Ah, dia hanya akan diam saja…
Angin akan tetap berhembus tanpamu, sadari lagi itu…
Peduli apa dia dengan nasibmu? Kamu seorang diri terbuang…
Berlalulah waktu, harus hanyut, sadarkan dirinya!

Sajak Sepi Keluhan Rindu



Ingin kutulis banyak kata, raga ini ingin bersapa
Oh Unisma, aku rindu jarum-jarum infus itu
Yang dulu pernah kau tancapkan di urat tanganku ini
Sakit? Tidak, bahkan aku sungguh menikmatinya…
Wahai Bandara Juanda, aku rindu pesan-pesan itu
Saat kau pasrahkan air mata hantarkan perjalanan panjangku
Sedih? Tidak, bahkan aku sungguh mengingatnya…
Duhai pondok indah, aku ingin aku kembali duduk manis seperti dulu
Berbaring manis di rindangnya pelupuk mataku
Kau kira aku bohong, sungguh jujur ini kuungkapkan
Wahai rindu yang kini singgah di ruang sempit
Seperti sempitnya potongan hariku
Banyak namamu disana
Dalam kardus mungil itu, kenanganmu tersimpan
Mengapa rintihan jiwamu mampu tutupi semua
Aku masih tak percaya, terlihat tegar namun begitu rapuh
Itulah kamu, siapa yang lain, kau hanya terdiam
Dan kini biarkan kusendiri
Menikmati hari berlalu dengan diam dan terpaku tanpamu
Lihat saja, nikmati saja, itu lebih dari cukup…

Di Ruang Tamu Desaku



Bulan, tadi malam kau tertutup awan
Tadi malam duniaku gelap tanpamu
Mereka mungkin sedang risau, pikirkan keluhku
Tangan ini tak lagi kuat menggenggam beban itu
Sekujur tubuhku sudah lelah, inginku istirahat panjang…
Dara jelita? Apa kabarmu disana?
Pedulikah kau akan sakitku ini?
Aku membutuhkan semangatmu kasih..
Kala bintang bersinar, akankah itu sinar darimu
Hawa dingin yang kurasa, apakah itu lambing sejuknya sikapmu..
Jangan, jangan, janganlah…..
Jangan seperti kupu-kupu
Hinggap manakala ada kembang…
Maukah kau seperti sungai?
Selalu mengalir hanya untuk satu arah, itu aku…
Akahkah arah itu? Benar aku?

Memori Banyuwangi (08 Agustus 2013)



Perjalanan syahdu belalaskan syukur
bertemu dengan wajah baru penuh tafakur
indahnya kebersamaan setelah waktu sahur
semua tuk penuhi si alur-alur...
Banyuwangi,
kau memang wangi
semerbak harum dari warna pelangi
Buatan Tuhan? jelas ini sungguh alami...
Banyuwangi,
kau sungguh menawan
membuat kenangan tak terlupakan
akan indahnya pertualangan
walau tak panjang namun sungguh berkesan...
Banyuwangi,
kau sungguh indah
bukti nyata nikmat Tuhan dalam titah
karena ini hempasan anugrah
kan jadi kenangan terindah...
kembali bersyukur pada pencipta Sang Suryaa
berikan segala nikmat dan cinta
di pojok rumah indah penuh ramah...

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...