Kita pernah berjanji akan saling menemani bagaimana pun
keadaannya. Menjadi peluk yang selalu mendekap saat sendu dan sembab.
Penghangat dari setiap kesedihan yang kerap kali membuat gigil. Karena
seperti yang kita pernah pahami, tak ada yang paling menenteramkan
selain memiliki teman untuk berbagi penderitaan, itu benar bukan?
Kita
pernah berjanji untuk selalu bersama. Saling mengisi kekurangan untuk
menyempurnakan. Sampai akhirnya kau pergi tanpa pamit dan permisi.
Menyisakan repih mimpi menjadi setumpukan abu dari catatan rencana yang
tak jadi, kosong tak berbuih penuh ringkih. Yang manakala tersapu angin
berlalu. Dan berembus hilang; terbang.
kita pernah
merasakan kehilangan sesuatu yang bahkan tak sempat kita punya
sebelumnya. Lalu menjadi pandir paling bodoh sedunia karena merasakan
perih dari luka yang sebenarnya kita torehkan sendiri.
.
Meninggalkan mungkin mengenang
Meski tak sedalam yang ditinggalkan
Atau kadang beranjak ingin pulang
Kembali lalu datang
Atau justru betah dengan kesendirian
Karena sungguh mencinta
Namun dikecewakan
Tapi bukan perihal takdir
Ini titah alam yang kurang berkenan
Semesta belum merestui perjumpaan
Apalagi dalam menyatukan
Aku kamu menjadi kita
Adalah noktah hidup yang tertunda
Menjamah rasa yang pernah hinggap
Lalu hilang dibawa angin malam
Terbang.
.
Kadang,
Saat pagi kurasa sendu
Mengubur ratusan rindu
Hanya ada satu namamu
Meski diakhir peluk aku sadar
Bumi membentang dan ribuan orang datang
Berbisik semesta bukan milik kita.
Semesta tidak merestui kita
Sebab, jika dipaksa
Hanya akan menambah luka.