Kamis, 04 Januari 2018

Hidup Tentang Menunggu Giliran

Gue pernah baca tulisan kepsyen di Instagram, bunyinya kurang lebih gini “Hidup adalah tentang menanti giliran, sukses atau jatuh. Bahagia atau sedih. Diatas atau dibawah. Hidup kemudian mati. Ada yang di usian 25an sudah menikah, sudah punya anak, sudah sukses. Ada juga yang di usia 25 sudah meninggal. Sayangnya, kita kebanyakan hanya mengejar dunia untuk hidup, padahal sejatinya kita di dunia ini adalah mengumpulkan bekal untuk mati” Di bagian kepsyen yang terakhir gue mendadak terenyuh, padahal biasanya gue hanya bakal terenyuh kalo ditawarin mie aceh. Hahaha
Lalu gue mikir, dan logika gue bisa nerima itu semua. Emang iya, kalo kita perhatikan dunia ini dan beribu manusia yang hidup di dalamnya, kebanyakan kita memang hanya sibuk untuk mengejar dunia, sampai kita lupa bahwa setelah dunia kita masih akan melanjutkan perjalanan kita menuju alam berikutnya. Banyak dari kita, yang menghabiskan waktu hanya untuk bekerja hingga lupa waktunya ibadah, padahal kita dilahirkan dan diberikan kesempatan hidup hanya untuk beribadah dan mengabdi pada Allah. Banyak dari kita yang mengukur kesuksesan di dunia hanya dari banyaknya uang, mengenakan pakaian Linmas, jadi dokter, dan lain-lain. Padahal, sejatinya kesuksesan adalah ketika kita sudah mengumpulkan bekal yang banyak untuk menemui alam berikutnya. Dan menurut gue pribadi, sukses bukan hanya dengan lipatan rupiah, tapi dengan kemajuan baik jasmani maupun rohani. Misalnya, kita rajin shalat, itu juga sebuah kemajuan kalo buat gue. Bisa nulis, bisa nolong orang, itu juga suatu kesuksesan kalo dari sudut pandang gue.
Buat apa juga banyak duit kalo gak punya waktu buat istirahat, iya gak? Pergi pagi pulang malam capek di jalan dan hanya libur di hari minggu doang. Terus dari mana suksesnya, yes?! For me, mending sederhana tapi mencukupi dan bisa dekat dengan sang pencipta. Ngumpulin duit mulu, ibadahnya kapan? Kerja terus, sholat ketinggalan, kan kasihan. Sebab, nanti ketika mati kita gak bawa harta, gak bawa gelar, gak bawa pakaian. Kita hanya membawa amal kita saja. Itu yang sering dilupakan manusia saat ini. Belum lagi dengan tuntutan jaman yang semakin kejam, globalisasi, tren pembaratan, sehingga kita kehilangan role model menjadi pribadi yang terbaik versi agama kita. Yang gue perhatikan di society gue, semakin besar kita, semakin nakal, semakin bandel, dan semakin lupa dengan sopan santun hingga bebas bahkan hidup bebas, minum bebas, hingga pergaulan bebas. So, buat apa gitu pendidikan, pelajaran, dan ilmu yang selama ini kita pelajari, sia-sia doang yes??
Hidup yang super dengan kesibukan aktivitas harian menjadikan kita lupa untuk apa kita hidup, ngapain kita hidup, dan kemana kita setelah kehidupan ini. Gue pribadi berpendapat bahwa semuanya harus dalam kata wajar. Gak boleh lebih dari itu, sebab jika lebih bisa berbahaya. Nakal wajar, karena manusia, tapi jangan sampai kelewatan. Karena ada poin lebih yang harus kita perjuangan selama hidup di dunia ini. Dan gue masih percaya bahwa hidup ini adalah menunggu giliran. Giliran jadi bayi, giliran jadi remaja, giliran jadi kids jaman now, giliran dewasa, giliran tua hingga akhirnya meninggal. Ah, bukan hanya manusia di luar sana, gue pribadi aja masih susah kadang ngatur emosi sebagai manusia. Kadang lupa bahwa Allah selalu mengawasi di manapun dan kapan pun kita berbuat suatu hal.
Satu hal yang gue percaya tapi kadang susah buat gue terapin dalam kehidupan gue, bahwa ketika orang salah, kita tidak diminta untuk menyudutkannya. Kalo kita bisa diomongkan langsung saja kepada yang bersangkutan tanpa mengecilkan mereka di media sosial. Sering kita lihat bahwa masing-masing kita gampang nyinyirin orang, padahal yang melakukan kesalahan itu manusia, wajar jika mereka berbuat salah. Kenapa kita suka mengecilkan mereka, itu bukan hak kita, itu hak sang pencipta. Lagi-lagi, karena banyak setan berkeliaran, itulah yang menyebabkan kita sulit untuk berjalan diatas jalan yang benar. Setannya pun ada dua jenis, dari golongan jin dan manusia. Kalo dari golongan jin mah gampang, tinggal dibacakan yasin ilang. Yang susah adalah melawan setan dari golongan manusia.
Well, di akhir tulisan ini gue hanya mau ingatin diri gue dan kita semua bahwa mari kita belajar untuk mengingat untuk apa kita dilahirkan ke dunia ini. Apa tugas kita dan kemana kita akan pergi. Sebab hidup adalah perihal menanti giliran sedih bahagia, sukses jatuh dan terpuruk, hingga dari hidup menjadi mati. Mari belajar menyalahkan diri sendiri karena menyalahkan orang lain tidak perlu belajar. Jaga lisan atas kesalahan orang lain, karena kita juga berpotensi berbuat salah, dan orang lain juga punya lisan. Adil bukan? Semangat memperbaiki diri teman-teman. Karena kita tidak selamanya hidup, dunia ini hanya jalan untuk menuju kehidupan berikutnya yang lebih kekal, yakni akhirat. Yok siapin bekal!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...