Sabtu, 18 November 2017

Jangan Galau Berlebih Soal Jodoh

Pernah nggak Lo ngerasa di suatu waktu dimana tiba-tiba lo kepikiran bahwa usia lo sudah tidak lagi muda. Ngerasa kayak kok orang lain udah pada nikah, udah pada punya anak, sementara kok gue masih begini, sendirian dan belum juga mendapatkan pasangan? Sementara itu, ternyata si luar sana banyak sekali yang ngomongin lo, bahwa di usia yang sudah sekian kok masih sibuk mikirin karir, mikirin asmara kapan? Or sometime elo dibulli karena nggak laku-laku. Padahal, itu kan urusan jodoh mutlak milik Allah, kok manusia segampang dan semudah itu yang buat ngata-ngatain orang lain enggak laku. Tapi kalo orang lain nanya gue kenapa belum nikah juga, jawabannya simple. Gue udah sering ketemu, tapi ternyata orang yang gue temui berkali-kali itu bukan orang yang tepat. Entah dia terlalu baik, atau gue yang terlalu jahat. Hahaha
Tapi ini seriusan. Tiap kali ngeliat orang nikah, gue bukan ngerasa dipepet karena gue yang sampe sekarang masih sendiri, bukan! Toh, bagi gue jalan hidup tiap orang kan beda-beda. Misal, gue yang S2 terus jadi dosen. Laah, temen seangkatan gue SMA kan banyak yang belum sampe kesana. That’s why, I’m a true believer that marriage isn’t about falling in love and become couple. But, marriage is about udah jodoh dan sudah tiba di waktu yang tepat.
Apalagi ni ya, sering banget gue denger ‘Eh lo kan nggak jelek-jelek amat, wajah kayak bule, masak nggak ada wanita yang mau sama elo?’ dikira ngungkapin masalah asmara cuma kayak beli gorengan doang. Yang cantik mah banyak, sembriwing juga banyak yang bening-bening, masalahnya yang klop sama gue belum dapet. Dan lagi, gue bukan orang yang gampang suka dan jatuh cinta kayak buaya. Liat wanita itu suka, ini suka, semua suka, kayak barang dagangan. Trus, gue mikir juga, di usia yang sudah hampir menginjak 26, nanti di 8 Desember 2017, gue udah nggak mau yang namanya pacaran. Lelah, ngabisin waktu dan belum tentu juga jodoh. Kalo alasan buat saling kenal mah nggak usah pacaran, ada banyak jalan lain selain pacaran.
Gue masih percaya, kalo Allah itu bakal tanggung jawab sama hambaNya. Dia yang udah nyiptain kita, dia juga yang bakal nentuin dan ngasih jodoh buat kita. Begitu kan? Iya, begitu aja. Sebab males juga kalo ngomongin jodoh kayak ngomongin gorengan. Kayak di kampus juga gue sering dijodohin sama dosen tapi yang namanya rasa mana pernah bisa munafik kan? Apalagi rasa yang pernah ada. HAHAHA

Pokoknya si intinya kalo timingnya udah tepat semua bakal nemuin jodohnya. Tenang aja, idup jodoh rejeki dan mati kan jadi kuasa Tuhan, jangan galau berlebih soal jodoh,.

(Masih Tentang Senja)

Hai senja, ingin kukabarkan padamu tentang langit yang kini sudah berubah menjadi lebih gelap, tentang bau tanah yang sedari kemarin sudah terkena serpihan hujan, tentang bumi yang tak lagi kekeringan, tentang jiwa-jiwa yang sangat senang dibalut awan hitam tanda hujan kan kembali terulang. Tahukah kau senja, sebenarnya memang langit sedang menangis, bukan karena bulan ini yang terkenang dan dijuluki dengan sebutan November rain, tapi memang banyak hati yang kini sedang menangis. Diantara mereka ada yang menahan rindu tak terbilang, namun juga tak sedikit yang tak berani untuk jujur dan berujar. Seperti ranting pepohonan yang jatuh lesu saat dahan tak lagi kuat menopang kerasnya angin yang datang. Maukah kau kubisikan senja, tentang tatapan mata yang sudah hilang melayang, terbang jauh dan takkan lagi menepi dan menyapa hari-hari yang akan sering ditemani dinginnya hujan. Diantara mereka ada juga yang enggan hinggap dengan sikap yang dingin, sedingin hujan kemarin saat tubuhku tak tertutup rapat oleh tebalnya selimut kamar lesuh nan tersipuh bak malu untuk berucap tentang kata-kata yang sudah siap menerjang kalbu. Ah, begitulah sikap manusia. Kau tahu senja, saat yang lain sibuk dengan kejamnya perjalanan dunia, ada juga yang tak kuasa menahan titikan air mata jatuh perlahan karena sakitnya hujaman kenangan yang tak bisa tersambungkan. Duhai, sakit apalagi yang lebih kejam selain memori masa silam yang masih terus berdatangan. Berusaha menyapa dan memohon masa indah akan kembali tiba, tapi nyatanya rindu sungguh menyalat luka, dalam sukma begitu terjulur nyata menepis satu demi satu dinding pertahanan yang sudah tak kuasa kau pun menahannya. Apakah kau baik-baik saja senja? Masihkah kau kuat melilit jarak yang telah menciptakan ruang untuk merindu, namun rasamu itu tetap tertinggal, tertata rapi di bagian paling dasar, seperti tertuang dalam serpihan kasih sayang, namun sunyi dalam kelap malam begitu lihat melenyapkan. Bisakah kau mengelak untuk mengindar dari angin malam yang yang telah tega mengobrak abrik tumpukan kenangan, hingga lipatan yang kau ciptakan terlihat begitu berantakan. Senja, jujurlah tentang kebencian dan kehilanganmu yang tak bisa lagi kau sembunyikan, karena pada akhirnya kesepian akan memaksamu untuk melepaskan kenangan, merobek lugunya canda tawa hingga semua akan padam seperti tak pernah ada kisah, kisah tentangmu senja. Dalam sedetik masa berlalu, biarkan aku berbisik padamu, mungkin akan lebih baik jika kau merelakan dan melihat semuanya dari kejauhan, bukan karena tidak berambisi untuk kembali, tapi hempasan nafas memang sudah tidak lagi percaya pada takdir. Jalan memang panjang dan berliku, dan aku yakin kau akan sampai pada tujuanmu senja. Genggamlah erat apa yang mampu kau genggam, tak perlu lama-lama, jangan menunduk agar tertakluk, tapi biarkan segalanya akan menjadi catatan perjalanan di bulan yang penuh hujan, hujan Tuhan, hujanmu, hujan mereka. Sebelum kau berlalu, biarkan senja melepasmu dengan gurauan yang tak lagi terlihat syahdu; karena saat kau berkata kau merindu, senja juga ingin berbisik bahwa dia sangat merindumu lebih dari kepingan rindu yang kau punya, tapi akhirnya jangan terlalu banyak berkata, biarkan takdir menuliskan semua.

Kamis, 16 November 2017

Kita Pernah

Kita pernah setegar udara, jauh sebelum selebat-lebatnya air mata. Kita pernah seindah senja, jauh sebelum sekuyup-kuyupnya dibasahi kata sirna. Maka, jadikan aku sebagai suatu kekhilafan yang nantinya akan kamu sadari sebagai sebenar-benarnya kebahagiaan. Jadikan aku sebagai satu-satunya kesalahan yang nantinya akan kamu sadari sebagai sebenar-benarnya kerinduaan. Percayalah, mencintaimu adalah kesabaran. Penantian terpanjang yang pernah aku lakukan. Teruslah leluasa, sakiti hati ini sepuasnya. Kertasku masih teramat lapang untuk kugores tentangmu, selamanya. Sebab nanti, saat ruh dan ragaku telah terpisah. Dan jasadku habis di cabik-cabik hewan di dalam tanah. Hanya satuhal yang akan tetap abadi di dunia. "Kisah kita yang pernah aku bukukan"  

Akhirnya, Semua Akan Tiba

Pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat
(lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi ini)
manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan

bersama hidup yang begitu biru

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...