Minggu, 27 Desember 2020

3 Poin KTT ASEAN & Peran KEMLU dalam Penanganan COVID-19 di Indonesia

 Kementrian Luar Negeri berperan aktif dalam melakukan penanganan dampak COVID-19 di Indonesia secara umumnya dan kawasan perbatasan secara khusus. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya prioritas politik luar negeri 2020-2024. Ada 6 prioritas dimulai dari diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan warga negara, diplomasi kedaulatan dan kebangsaan, kontribusi dan kepemimpinan, serta infrastruktur diplomasi. Langkah strategis tersebut dilakukan dengan pemetaan rantai pasok dan peluang yang dimiliki oleh Indonesia. Dilanjutkan dengan pemetaan produsen bahan baku dan produk alat kesehatan yang dapat digunakan dan diekspor. Promosi produk ekspor dan investasi juga dilakukan yang dilanjutkan dengan pemetaan jalur logistik untuk kerja sama dalam bidang perdagangan.

Pandemi global yang terjadi di lebih dari 216 negara ini menunjukkan bahwa perlu adanya terobosan kerja sama internasional lintas sektoral. Hal tersebut disebabkan karena pada masa pandemi, organisasi internasional tidak dapat berperan maksimal dan belum ditemukannya vaksin untuk mencegah penularan COVID-19. Sehingga Kemlu mengeluarkan rencana strategis dengan mendorong pertemuan internasional secara virtual untuk mengajak negara lain bersama-sama menyelesaikan krisis global ini. Mengingat bahwa Indonesia merupakan ketua Foreign Policy and Global Health hingga periode 2022. Melalui kepemimpinan tersebut, Indonesia kemudian menginisiasi dan menggalang kerja sama antara negara untuk produksi bersama obat dan alat kesehatan yang dapat digunakan dan dibagikan kepada masyarakat lintas batas.

Pada 14 April 2020, Indonesia menghadiri KTT ASEAN secara virtual yang membahas mengenai agenda penanganan dampak COVID-19 di Indonesia dan juga ASEAN. Hasil pertemuan tersebut menyebutkan 4 hal utama terkait penanganan krisis di Indonesia dan ASEAN. Pertama, Indonesia mengusulkan agar ASEAN dapat menyusun protokol joint contact tracing and outbreak investigation. Kedua, Indonesia menyuarakan pentingnya mencegah hambatan lalu lintas barang khususnya makanan, peralatan kesehatan dan obat-obatan, dan berupaya mengatur arus perdagangan lintas batas secara bersama. Ketiga, Indonesia menekankan pentingnya kerja sama perlindungan warga negara anggota ASEAN khususnya masyarakat perbatasan dan pekerja migran yang telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian di ASEAN. Keempat, Indonesia bersama dengan anggota ASEAN menimbang pentingnya kerja sama dengan mitra ASEAN khususnya APT, termasuk untuk siaga terhadap mekanisme yang sudah ada seperti Chiang Mai Initiative Multilateralization.

Pada tanggal yang sama, Indonesia bersama ASEAN dan Direktur Jenderal WHO juga menyelenggarakan KTT ASEAN+3. Melalui pertemuan tersebut, Presiden menyampaikan dua hal utama. Pertama, penguatan kerja sama untuk menciptakan ketahanan dalam menghadapi pandemi COVID-19 dengan menugaskan Menteri Kesehatan untuk memperkuat koordinasi. Termasuk kerja sama pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan, produksi bersama, peningkatan kapasitas tenaga medis melalui penguatan Field Epidemiology Training Network, penguatan kerja sama riset untuk membuat anti virus dan vaksin. Pada pertemuan ini juga diusulkan adanya pembentukan Gugus Tugas Khusus Negara APT untuk penanganan pandemi. Kedua, kerja sama penguatan ketahanan ekonomi dalam mengantisipasi resesi ekonomi di kawasan yang dapat berdampak kepada masing-masing negara anggota khususnya di kawasan perbatasan yang merupakan pintu masuk kegiatan industri.

Terdapat tiga poin khusus sebagai tindak lanjut dari hasil KTT ASEAN dan KTT+3 dalam penanganan COVID-19, yakni:

1.      Penyusunan protokol joint contact tracing and outbreak investigation. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kerja sama dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus, khususnya penanganan virus lintas batas negara termasuk kawasan perbatasan Indonesia. Dalam hal ini, pihak Kemlu Republik Indonesia telah menyusun draf awal protokol tersebut dan telah meminta K/L terkait untuk memberikan masukan atas draft concept note on joint contact tracing and outbreak investigation.

2.      Pembentukan COVID-19 ASEAN Response Fund. Hal ini dilakukan dengan melakukan realokasi trust fund ASEAN dan response fund yang ditujukan sebagai langkah darurat menyiapkan peralatan medis negara anggota ASEAN yang membutuhkan. Draft concept note ASEAN response fund telah disirkulasikan oleh Thailand kepada AMS. Sementara Indonesia telah memberikan masukan kepada pihak Thailand.

3.      Pembentukan Gugus Tugas Khusus Negara APT. Pendirian task force ini merupakan bentuk penguatan koordinasi dan kerja sama dalam menghadapi potensi pandemi di masa mendatang. Adapun concept note ASEAN plus Three Task Force on Pandemic telah disusun oleh Kemlu.

Dalam melakukan penanganan, Kemlu bertitik fokus kepada disaster diplomacy pada tahap kedua dan ketiga yakni ketika terjadinya pandemi global dan juga upaya yang dilakukan setelah pandemi ini mulai reda atau dengan kata lain adalah era new normal. Jika melihat konsep dari diplomasi bencana seharusnya penanganan dampak dari COCID-19 dapat dilakukan sebelum, ketika, dan sesudah. Namun, karena virus korona menyebar begitu cepat, sehingga penanganan sebelum wabah ini masuk ke Indonesia tidak dilakukan dengan maksimal. Sementara, jika melihat dari sudut pandang diplomasi multi jalur, peran yang dilakukan oleh Kemlu masuk ke dalam track pertama sebagai jalur resmi dan dilakukan oleh pemerintah/lembaga/kementerian.

Artinya, peran Kemlu pada saat terjadinya pandemi global ini adalah sebagai aktor yang merumuskan dan membuat kebijakan. Kebijakan yang dihasilkan kemudian diimplementasikan dengan bekerja sama lintas sektoral agar tujuan dari pembuatan kebijakan dapat tercapai dengan maksimal. Kebijakan yang dibuat oleh Kemlu sebagai aktor resmi pada jalur diplomasi multi jalur harus pro terhadap pembangunan dan proses penanganan COVID-19. Sehingga dengan adanya kebijakan yang diformulasikan tersebut dapat membantu aktor yang lain yang berada pada lingkaran diplomasi multi jalur untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan penanganan dampak dari COVID-19.

Kebijakan yang dibuat tersebut tidak hanya berfokus kepada penyelesaian dalam ranah domestik, tetapi juga secara regional. Sebab, Kemlu tidak mungkin dapat bergerak sebagai aktor yang independen dalam melakukan penanganan dampak COVID-19 di Indonesia terkhusus di kawasan perbatasan Kalimantan Barat. Sehingga, untuk dapat menjalankan peran dengan maksimal, Kemlu sebagai representatif dari pemerintah membutuhkan pihak lain agar dapat bekerja sama dalam melakukan penanganan pandemi global di Indonesia. Salah satu contohnya adalah dengan melaksanakan KTT ASEAN dan APT untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah negara lain yang juga memiliki peran membantu Indonesia menyelesaikan permasalahan dari krisis global ini. 

 

10 Makna Strategis Citizen Diplomat dalam Politik Luar Negeri

 

Citizen diplomacy (diplomasi warga) merupakan konsep yang saat ini sedang sering menjadi perbincangan dalam hubungan internasional khususnya pada aktivitas diplomasi. Citizen diplomacy adalah konsep yang menjelaskan bahwa individu memiliki hak dan tanggung jawab untuk membantu dalam membangun hubungan luar negeri. Partisipasi warga dalam aktivitas diplomasi dikenal juga dengan sebutan second track diplomacy yang melibatkan warga biasa. Citizen diplomacy semakin berkembang disebabkan isu pembangunan yang semakin kompleks yang membuat pemerintah tidak selalu bisa merespons berbagai permasalahan yang ada dengan kebijakan yang tepat. Maka dari itu, diperlukan pendapat dan cara pandang dari masyarakat agar dapat menghasilkan solusi atas permasalahan yang dihadapi negara. Disadari atau tidak, pengaruh dari citizen diplomacy ini sangat signifikan dalam diplomasi suatu negara. Berikut ada 10 peran strategis dari citizen diplomat dalam Politik Luar Negeri:

1.      Membantu penyampaian pesan diplomasi. Citizen diplomat dapat membantu penyampaian pesan-pesan diplomasi menjadi lebih efektif dan memberikan dampak positif bagi masyarakat internasional. Hal itu disebabkan karena warga memiliki peran yang penting dalam promosi dan membentuk jaringan komunikasi dari kebijakan ke publik mancanegara. Citizen diplomacy dapat membentuk pemahaman, memberikan informasi, dan mempengaruhi opini dan perilaku masyarakat dengan memanfaatkan sarana komunikasi demi pencapaian kepentingan nasional negara.

2.      Terdapat dua dimensi citizen diplomacy. Dalam melaksanakan perannya, citizen diplomat akan selalu berhubungan dengan dua jenis dimensi. Siapa atau apa yang akan disajikan dan ditujukan kepada siapa. Makna pertama adalah warga yang bersedia menjadi perwakilan secara keseluruhan atas sub-state. Makna kedua, warga yang bersedia mewakili kepentingan kepada siapa yang akan mereka dekati.

3.      Proses one hand at the time. Aktivitas diplomasi warga yang sebenarnya melakukan kontak langsung atau berkomunikasi secara intensif secara personal dengan perwakilan negara lain dimaknai sebagai proses jabat tangan yang dapat membantu mendukung hubungan yang dilakukan oleh negaranya dengan negara lain.

4.      Menciptakan suasana yang lebih kondusif. Adapun maksud dari pelaksanaan sebagai kontak antar warga dapat membantu pemerintah untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif dan memberikan pemahaman atas perbedaan yang ada pada tataran grassroot1. Hal ini dipandang sebagai jalan yang efektif untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan hubungan luar negeri.

5.      Pemberian otonomi kepada warga. Aktivitas citizen diplomacy merupakan pemberian otonomi kepada warga negara dalam penanganan masalah luar negeri yang selama ini dipandang terlalu didominasi oleh pemerintah. Jika publik belum dapat menjalankan peran ini dengan maksimal, hal itu menunjukkan bahwa demokratisasi belum berjalan dengan baik.

6.      Citizen diplomat as a go-between messenger. Dalam hal ini citizen diplomat dimaknai sebagai subjek yang berperan dalam proses komunikasi antar negara yang di dalamnya melihat diplomat warga memiliki peran sebagai perantara penyampai pesan. Ketika ada dua negara yang berkonflik, relasi yang terjalin antar warga negara dalam menjalankan aktivitas diplomasi dapat membantu pemerintah untuk menjalankan misi tertentu2.

7.      Citizen diplomat as economic interest representative. Para diplomat warga dalam hal ini dapat menjalankan peran sebagai perwakilan kepentingan ekonomi dalam berbagai tingkatan. Contoh yang sangat jelas adalah terbangunnya pusat pengembangan software di Kota Duluth. Pembangunan gedung tersebut sebagai bukti keberhasilan diplomasi yang dilakukan oleh delegasi dari Duluth ke kota Vxjo di Swedia. Hasil negosiasi yang dilakukan oleh perwakilan dari Kota Duluth tersebut membuat pemerintah dari kedua kota tersebut akhirnya menyetujui untuk  memberi  kesempatan  bagi  Duluth  untuk  mengembangkan pusat pengembangan software.

8.      Citizen diplomat as a lobbyist  for a particular cause. Pada fase ini aktivitas individu dijelaskan sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk memperjuangkan isu tertentu. Gagasan dalam hal ini fokus pada isu yang mendorong institusi negara atau pun internasional untuk dapat mengubah kebijakan yang diambil. Salah satu isu yang termasuk dalam gagasan penting adalah isu lingkungan.

9.      Citizen diplomat as an autonomous agent in international relations. Diplomasi warga di sini dilihat dari aktivitas individu dengan segala sumber daya dan kemampuan pribadinya yang menjadikannya berpengaruh dan dapat bertindak otonom sebagai seorang diplomat. Beberapa hal yang menjadi alasan warga dapat menjalankan aktivitas diplomasi adalah kapasitas finansial ekonomi. Misalnya figur internasional seperti Goerge Soros dan Bill Gates. Alasan kedua adalah kepemilikan kapasitas moral. Contoh yang sangat jelas yakni Nelson Mandela yang menjelaskan bahwa karier publiknya dapat membawa perubahan besar di dunia internasional.

10.  Citizen diplomat mendorong terbentuknya tatanan baru. Tatanan baru yang ingin diciptakan sebagai hasil dari aktivitas diplomasi dan hubungan luar negeri diharapkan lebih akomodatif dan sesuai dengan ide  atau gagasan yang diinginkan oleh pemerintah. Misalnya adalah aktivitas individu atau kelompok individu yang mendukung gerakan atau kebijakan anti pemerintah seperti kunjungan masyarakat Duluth ke negara yang dikategorikan sebagai musuh Amerika Serikat, seperti Irak, Serbia, Kuba, dan Nikaragua. Dari proses tersebut diperlihatkan bahwa citizen diplomat melakukan aktivitas yang ditujukan untuk membangun kesadaran transnasional non-negara bukan internasional.

 

Sumber Rujukan:

Harini, Setyasih. (2016). Manfaat Pelaksanaan Diplomasi Warga di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Muthmainah, Dian. (2014). Demokratisasi dalam Diplomasi? Sebuah Tinjauan terhadap Konsep dan Fungsi Citizen Diplomacy. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Bandung: FISIP Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

 

Peran Gunboat Diplomacy dalam Diplomasi Kontemporer


Gunboat diplomacy atau yang dikenal dengan diplomasi kapal perang adalah sebuah usaha atau aksi yang dilakukan oleh suatu negara dengan penggunaan kekuatan angkatan laut untuk mengatur hubungan internasional tapi tanpa mendeklarasikan peperangan. Gunboat diplomacy mulai dikenal sejak abad ke 19 yakni ketika kapal-kapal perang negara Eropa bermanuver di sepanjang pantai perairan negara kecil yang akan mereka rebut dengan aksi terus menembakkan meriam ke arah daratan.

Tujuan dari penembakan tersebut adalah untuk mendapatkan pengaruh dan negara sasaran dapat dengan segera menyerahkan diri. Dalam studi hubungan internasional, perkembangan gunboat diplomacy sering kali digunakan oleh negara adikuasa atau super power untuk menguasai negara kecil dengan menggunakan taktik imprealisme. Negara besar akan terus menggunakan kekuatan militer yang terlihat tidak seimbang dengan terus memanfaatkan kondisi belum adanya hukum internasional yang berlaku dan mengatur sikap negara-negara terutama mengenai intimidasi antar negara di dunia.

Contoh dari gunboat diplomacy adalah kapal perang yang digunakan oleh Amerika dengan tujuan agar negara di Amerika Latin dan Amerika Tengah tidak menentang politik dan kebijakan Amerika. Khususnya mengenai kebijakan Amerika untuk dapat memperoleh kawasan yang mereka anggap sebagai American Destiny. Taktik diplomasi ini sampai sekarang masih gencar dilakukan oleh Amerika untuk menindas dan mengintimidasi negara kecil yang ada di dunia.

Saat ini Amerika bahkan menggunakan sarana modern dengan armada kapal induk yang beroperasi dan melakukan kegiatan patroli di seluruh samudra. Ketika ketegangan antara China dan Taiwan memuncak saat China melakukan latihan militer di Selat Taiwan, Amerika juga segera mengirimkan kapal induknya ke selat tersebut sebagai bentuk dari deterrence yang ditujukan kepada China agar meredam aksinya untuk menyerbu Taiwan. Begitu juga jika ada kawasan lain yang bergejolak, seperti sengketa Laut China Selatan yang saat ini sedang memanas, Amerika juga berusaha untuk mengirimkan armada kapalnya untuk mendekati wilayah tersebut.  

Melalui kehadiran armada kapal yang berkuatan 12 kapal dan 100 pesawat tempur, upaya gunboat diplomacy yang dilakukan Amerika ini diharapkan memberikan efek deterrence atau menakut-nakuti negara lain yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan. Apalagi saat ini perkembangan hubungan internasional dan kekuatan dunia sudah beralih menuju ke arah kekuatan multipolar. Negara-negara yang dahulu dikenal sebagai korban dari gunboat diplomacy seperti Korea Selatan, India, dan China juga sudah melakukan hal yang serupa untuk mengintimidasi negara lain demi mencapai kepentingan nasional negara masing-masing. Gunboat diplomacy dipandang sebagai taktik modern yang dapat digunakan oleh negara maju maupun negara berkembang dalam rangka mencapai tujuan. Dimana dalam gunboat diplomacy selalu menggunakan prinsip yakni mengejar dan mendapatkan suatu tujuan atau kepentingan dengan upaya memaksa negara lain tanpa menimbulkan konflik atau memakan dana yang begitu besar.

Prinsip tersebut tidak pernah ditinggalkan dan tidak pernah berubah, tetapi yang saat ini berubah adalah strategi atau karakter yang digunakan negara dalam melakukan misi dengan armada kapal perang. Misalnya, angkatan laut Iran menunjukkan kemampuan mereka dalam menembakkan rudal dari kapal selam ke kapal permukaan. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengirimkan informasi ke negara lain terutama negara yang suka melintasi Selat Hormuz, bahwa Iran mampu menutup selat tersebut apabila ia merasa terancam. Selat Hormuz merupakan selat yang sangat penting dan strategis dalam diplomasi maritim Timur Tengah terutama untuk AS dan sekutunya.

Beberapa hari dari latihan yang dilakukan oleh angkatan laut Iran, kapal terbesar angkatan laut AS dengan dikawal kapal angkatan laut Inggris dan Prancis berlayar melintasi Selat Hormuz tersebut. Pelintasan yang dilakukan AS dan sekutunya tersebut menyampaikan misi bahwa AS mampu memberikan respons cepat khususnya untuk menghadapi Iran. Aksi yang dilakukan oleh Iran dan AS dengan sekutunya tersebut merupakan bentuk dari gunboat diplomacy yang terjadi dalam hubungan internasional kontemporer. Tujuan dari kegiatan pelintasan tersebut adalah sama, yakni untuk saling unjuk kekuatan dan memengaruhi opini pemimpin dan pengambil kebijakan di negara lain.

Gunboat diplomacy ini juga terjadi di Kawasan Asia, seperti USS George Washington yang berpartisipasi dalam latihan bersama Invicible Spirit di Laut Jepang. Latihan bersama ini dilakukan untuk memberikan jawaban atas terjadinya insiden tenggelamnya kapal Konvet Cheonan yang diketahui adalah milik angkatan laut Korea Selatan. Latihan bersama yang dilakukan Jepang dan Korea Selatan ini merupakan bentuk respons untuk menunjukkan kemampuan dan kekuatan yang sekaligus menunjukkan niat AS dalam membantu Korea Selatan dari ancaman potensi yang diberikan oleh Korea Utara.

Gunboat diplomacy merupakan karakteristik diplomasi yang sering terjadi di Asia. Mengingat di kawasan ini sering terjadi operasi angkatan laut. Selain terjadi di Asia, gunboat diplomacy juga masih sering terjadi di seluruh dunia. Hanya saja gunboat diplomacy yang terjadi saat ini adalah dengan menerapkan kemajuan teknologi militer, seperti penggunaan drone, satelit, dan juga rudal.  

 

 

3 Faktor Penentu Keberhasilan Diplomasi Koersif

 

Diplomasi koersif merupakan salah satu dari banyak jenis diplomasi yang masih terus eksis hingga saat ini. Karakter dari diplomasi ini adalah dengan bersifat memaksa yang menyebabkan negara lawan terpengaruh dan berakibat penghentian aksi. Tiga hal penting yang berpengaruh dalam diplomasi koersif adalah pemberitahuan, negosiasi, dan proses tawar menawar. Ketiga elemen ini menjadi unsur yang sangat vital bagi sebuah negara untuk dapat mengoperasikan jenis diplomasi ini. Aspek lain yang sangat penting dalam proses diplomasi koersif adalah menyangkut tiga poin penting sebagai berikut:

1.      Negara sasaran. Elemen ini adalah elemen utama yang harus ada dalam proses diplomasi koersif. Negara pelaku dapat memberikan tawaran untuk bekerja sama kepada negara sasaran demi mendapatkan kepentingan dari proses yang berlangsung.

2.      Penggunaan power. Negara pelaku harus mampu dan dapat memastikan bahwa penggunaan power dalam proses diplomasi koersif harus dapat berjalan maksimal. Power tersebut dapat digunakan untuk menciptakan solusi yang lebih menunjukkan kepada negara sasaran sebagai sebuah kebutuhan. Negara pelaku juga harus dapat menjamin bahwa kekuatan yang digunakan tidak dianggap sebagai ancaman oleh negara sasaran.

3.      Ketakutan dari negara sasaran. Ketakutan yang muncul dari proses diplomasi koersif akan menyebabkan banyaknya pemintaan yang muncul dari negara sasaran. Hal ini menyebabkan negara pelaku dapat dengan lebih mudah mencapai kepentingan yang dirumuskan. Meskipun secara praktek, penggunaan kekuatan oleh negara pelaku harus maksimal, akan tetapi negara pelaku juga harus memastikan bahwa negara sasaran tidak curiga dengan penggunaan kekuatan tersebut.  

Dalam dinamika politik global, diplomasi koersif dapat dikatakan berhasil jika mengacu kepada dua pendekatan. Pertama, full ultimatum. Pendekatan ini menjelaskan setidaknya ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan dalam tuntutan terhadap negara sasaran, yakni tuntutan yang bersifat sangat spesifik dan jelas, pemberian tenggang waktu kepada negara sasaran dalam melakukan kerja sama yang sudah diinisiasi, serta ancaman yang jelas yang ditujukan kepada negara sasaran apabila negara tersebut tidak mau mengikuti pola kerja sama atau tuntutan yang diminta oleh negara pelaku.

Kedua, adalah pendekatan try and see. Pada pendekatan ini, negara pelaku hanya diminta untuk memberikan tuntutan yang spesifik dan jelas. Sedangkan mengenai ancaman yang nyata dan tenggang waktu diberikan kemudian. Pendekatan ini mencoba melihat apa saja reaksi yang muncul dan didapatkan dari negara sasaran terkait diplomasi koersif yang dilakukan oleh negara pelaku. Setelah melihat reaksi yang timbul, baru negara pelaku dapat menyusun langkah berikutnya sesuai dengan kebutuhan yang ditujukan kepada negara sasaran.

            Sebagai sebuah contoh dalam diplomasi koersif adalah terjadinya invasi militer oleh AS di wilayah Suriah. Invasi tersebut didasarkan pada informasi bahwa Pemerintah Suriah sudah menggunakan senjata kimia dalam proses penyerangan kelompok oposisi yang mengakibatkan Presiden Barrack Obama mengambil suatu kebijakan untuk melakukan intervensi dan membantu persenjataan kelompok oposisi. Di sisi lain, ada juga diplomasi koersif yang gagal, seperti diplomasi koersif yang dilakukan Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017. Pada Juni 2017, Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Turki memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Keempat negara tersebut telah menuduh Qatar sebagai negara yang aktif mendukung terorisme, propaganda yang kerap dimuat di Aljazeera.

            Pada awal krisis, kesenjangan antara Arab Saudi dan Qatar sangat terlihat jelas. Jika Arab Saudi dan negara sekutu menyepakati untuk melakukan tindakan militer, maka Qatar akan dipandang sulit untuk dapat mempertahankan negaranya. Namun, Turki yang telah meratifikasi sebuah perjanjian militer dengan Qatar berusaha mengerahkan pasukan ke Doha. Hal tersebut didasarkan pada negara Turki yang menyadari niat dari blok Saudi, sehingga keputusan yang diambil oleh Turki tersebut adalah demi mencegah krisis meningkat dan menimbulkan potensi tindakan militer. Arab Saudi mengajukan 13 syarat kepada Qatar agar dapat terlepas dari blokade. Salah satu syaratnya antara lain adalah bahwa Qatar harus memutus hubungan diplomatik dengan Iran dan Turki. Arab Saudi meminta Qatar untuk mengabulkan permintaan tersebut dalam waktu 10 hari. Namun, Qatar dengan tegas menolak permintaan tersebut. Qatar melayangkan tudingan kepada Arab Saudi yang telah mencoba mendominasi kawasan dan menuding tuntutan Saudi tersebut tanpa dasar yang jelas.

Kegagalan diplomasi koersif yang dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Qatar disebabkan oleh kelihaian Qatar dalam mencari rekan baru yang dapat mengimbangi kekuatan Saudi baik secara ekonomi atau pun militer. Qatar yang ketika itu didukung oleh kekuatan Ankara-Teheran dianggap mampu melawan kekuatan Arab Saudi yang yakin bahwa krisis yang terjadi tidak akan berakhir pada perang terbuka. Krisis ini juga diyakini bahwa poros Doha-Ankara-Teheran sudah memiliki kekuatan yang cukup untuk dapat melawan hegemoni Saudi di kawasan. Pada kasus krisis Saudi-Qatar ini terlihat jelas bahwa ultimatum yang disampaikan Saudi tidak membuat Qatar gentar dalam menghadapi blokade yang dilakukan. Sehingga diplomasi koersif yang dilakukan Saudi terhadap Qatar dianggap gagal karena Qatar sama sekali tidak patuh terhadap tuntutan tersebut.    

Krisis Hubungan Diplomatik Meksiko – Ekuador

Krisis diplomatik antara Meksiko dan Ekuador yang baru saja terjadi merupakan peristiwa yang memperlihatkan kompleksitas hubungan antarneg...