Selasa, 16 Januari 2018

Jiwa Yang Pernah Singgah, Lalu Kubiarkan Pergi

Teruntuk jiwa yang pernah singgah  di hati ini lalu kubiarkan pergi,
Maafkan, bukan berarti aku tak sudi dengan segala risalah hati yang kau pinta
Aku lebih memilih diam dan melepaskan semuanya
Jangan kau sangka aku tak setia, bahkan hingga kini masih kusimpan rapi semua rasa
Bukan tercecer dan kubiarkan terserak seperti emosimu yang tak pernah berhenti menyelinap
Aku yakin, ini bukan tentang tak sanggup, tak kuat apalagi tak mampu
Karena bagiku, kita hanya perlu membiasakan diri menerima apa yang ada kemudian tersungkur dalam sujud demi mensyukuri apa yang kita punya
Semua cerita dan memori senja yang kemarin aku lalui bersamamu, anggap saja itu kenangan
Hingga kelak masing masing kita bisa merindu karena memang jiwa jiwa kita pernah dipertemukan
Nanti, akan kupandang semua gambar itu sebagai pengingat bahwa kau pernah hadir, duduk, menetap lalu kubiarkan pergi karena janji dan pandangan kita tentang arti sehati dan setia sudah tak lagi sama
Aku tak akan merengek lagi seperti anak kecil laksana bumi yang tak sabar menanti mentari pagi datang menjelang menghangatkan jiwa yang sudah lama dirundung kesepian, bukan. Bukan itu lagi yang akan kulakukan
Sifat manjaku, sudah kubuang jauh-jauh setelah tersadar bahwa dua hati dan cinta yang mengikat di antara kita tidak bisa disatukan dalam ikatan janji suci untuk menghabiskan sisa usia bersama
Demi siang yang begitu terik kulalui dalam menantimu datang, demi hawa panas yang membuatku tak kuat untuk berdiam diri lebih lama dalam kesendirian, demi hujan yang masih malu menampakkan diri apalagi datang menghampiri
Teruntuk senja yang sudah kulepas dengan melempar bayangmu jauh jauh, maka biarkanlah kini aku menjalani hidup seperti yang saat ini sedang kucoba untuk kujalani
Meski malam malamku tak lagi sama seperti hari kemarin, tapi aku tahu bahwa cinta akan selalu datang dalam balutan kasih sayang yang akan diberikan oleh mereka yang setia dengan selalu sadar bahwa hati mereka ada yang punya
Kau sudah kuikhlaskan berlalu, telah kubasuh semua luka yang kau beri dan kini kuganti dengan senyum yang akan selalu menemani hari hariku berlalu hingga senja di ufuk datang bercengkerama
Lagi, ini hanya perihal kebiasaan dan membiasakan diri dengan siapa aku nanti berjalan berdampingan dan kepada siapa nanti hati ini kupercayakan berlabuh. Menemukan dinding yang akan menjadi tempat bersandar dan menghabiskan masa demi masa
Aku sudah ikhlas dengan kehilangan, seperti aku yang sudah kuat untuk melepaskan. Bukan berarti tidak cinta tidak sayang dan tidak setia. Orang yang kuat adalah orang yang berbesar hati menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan bukan? Maka biarkanlah aku tersesat dalam cinta yang salah, cinta yang tak benar, namun aku bisa melepaskan demi merevisi masa depan.
Tak perlu kau beritahu hujan, karena ia sangat paham bagaimana kondisi hatiku. Maka, aku meminta maaf untuk kesekian kalinya bahwa aku tidak menjadi sosok yang setia menemani perjalanan panjangmu, karena aku telah rela untuk mengakhiri segalanya.
Terima kasih untuk segala kebaikan yang pernah kau tuai, semoga aku diberikan waktu oleh Tuhan untuk membalas kebaikan demi kebaikanmu itu. Akan kuingat hasta demi hasta kata, nasehat, dan petuah yang kau berikan dan takkan pernah terhapuskan. Perihal hidupku adalah hidupku, dan kini hidupmu pun adalah hidupmu, kita bukan lagi sepasang tapi kita adalah masa lalu yang memang tak mungkin untuk berjalan berdampingan. Maka, aku angkat tangan. Aku sudah ikhlaskan segalanya. Berlalulah, biarkanlah semua kita akhiri dengan makna mendalam…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...