Eh, kalian semua pasti sering dengar istilah baper kan?
Nah, kalo versi anak muda, baper itu selalu tentang cinta dan perasaan, move on, dan kenangan
Ah, gak asyik!
Cobain deh baper versi gue, mau tau kan gimana bapernya?
Nih, gue baper kalo liat orang lain tulisannya dimuat di media, tapi gue kagak
Baper banget kalo liat senior nulis di jurnal, ikutan konferensi, tapi gue santai-santai
Paling baper kalo lagi gak ada sinyal biasanya buat berkarya, baca-baca di internet
Pokoknya bapernya gue bukan tentang cinta, masa-masa itu udah lewat!
Sekarang bapernya baper beda, beda banget, enggak sama, pasti different. Mau? Yuk join.
Dengan terus berkarya dan berkarya ya, selamat mencoba :)
Jika bisa bermanfaat di usia muda, lalu mengapa menunggu tua? Kita adalah apa yang kita kerjakan, kita dengarkan, dan kita katakan berulang-ulang. Don't be same, be better! Blog ini berisi mengenai keilmuan HI, motivasi perjalanan hidup, pengalaman, dan tulisan cerpen. Semoga bermanfaat.
Selasa, 15 November 2016
Kami Menyebutnya “Pemanasan”
Bisa
dibilang ini adalah rejeki yang numpang lewat atau rejeki yang tidak terduga
tapi hanya bersifat sementara. Pernah tidak kamu merasakan ketika melakukan
sesuatu dengan tidak sepenuh hati tapi kamu mendapatkan hasil yang makasimal?
Jika pernah, maka begitulah kisah cerita kami ini. Rejeki yang datang namun
menghilang. Kenapa menghilang? Begini ceritanya.
Kami adalah
mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi di kampus kami tercinta, sebut aja
UMM. Tau kan kampus UMM? Gak tau yasudahlah, katrok banget sih, UMM aja gak
tau, hahaha… UMM adalah almamater kebanggaan kami. Ketika itu kami berdua, aku
dan Wira sudah bekerja sebagai tenaga part timer di salah satu lembaga kampus,
DPPM. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Kebetulan aku dan
Wira sama-sama bekerja di sana setelah dinyatakan lolos pasca mengikuti tes
seleksi di kampus. Sebulan berjalan dengan baik, kami pun melakukan persiapan
ujian. Dua bulan berlalu, akhirnya jadwal ujian pun sudah tertempel di mading
fakultas. Kebetulan, aku adalah mahasiswa HI (kebetulan? Wkakaka) dan Wira
adalah mahasiswa Hukum. Pada saat itu jadwal ujian Wira belum keluar karena di
jurusannya ada sedikit masalah, tapi itu tidak masalah. Kami masih saja
menikmati semuanya di tempat kerja kami secara baik, nyaman dan tidak tertekan
pastinya. 29 April 2014, adalah hari dimana aku melaksanakan ujian skripsi.
Saat itu di
kantor sedang ada persiapan menyambut tim visitasi dari
Dikti RI kalau aku tidak salah. Sepertinya begitulah, aku tidak ingat pasti.
Yang aku ingat, ketika aku memakai pakaian ujian (Hitam putih), mereka sedang
sibuk menata buku dan jurnal di ruangan dekat tempat kami biasa melaksanakan
rapat. Aku sudah izin kepada mereka untuk ujian kala itu. Berlalulah aku ke
lantai 6 GKB 1. Tepat pukul 15.00, aku masuk kedalam ruang ujian itu. Tidak
terlalu lama seperti yang lain, aku hanya menghabiskan 47 menit untuk ujian
skripsi dengan status lulus, Alhamdulillah. Ketika aku kembali ke kantor, aku
masih melihat mereka sibuk dengan buku dan jurnal serta segala persiapan untuk
esok hari. Aku undur diri, pamit pulang terlebih dahulu, hari itu lelah, namun
bahagia dengan statusku yang sudah berubah menjadi seorang sarjana.
Seminggu
berlalu, sebulan hampir setelah ujianku itu, Wira juga persiapan untuk sidang. Aku
tidak tau tepatnya tanggal berapa dia ujian kala itu. Yang aku tau, pengujinya
adalah Pak Bayu. Sabtu, tanggal sekian sekian, ia ujian. Aku senang karena
aku tau dia ujian dengan penuh persiapan. Masalahnya, dia harus ujian dua kali
karena pengujinya pada saat ujian yang pertama tidak bisa hadir keduanya. Aku BBM
gak ada balasan, aku kira dia kemana saat itu, ternyata dia sedang asyik dengan keluarganya,
kebetulan saat itu keluarganya datang ke Malang. Beberapa hari setelah ujian
pertama itu, aku bertemu dengannya di depan SC kampus kami, aku melihatnya
masih memakai pakaian hitam putih. Oh ternyata dia masuk ujian lagi. Berdoa for
the best result, sebagai teman itu telah aku lakukan. Alhasil, dia pun lulus
dengan nilai yang memuaskan (A). Setelah kelulusan itu, kami masih menikmati
hari layaknya mahasiswa yang baru menyelesaikan ujian, sibuk seperti mahasiswa
tingkat akhir lainnya. Kami juga masih menikmati masa-masa bekerja di kantor
bersama teman-teman yang lain. Penting sudah lulus.
Sebulan
setelah proses yang aku tuliskan di atas berlalu, tiba-tiba ada lowongan kerja.
Kami enjoy aja, coba mengirimkan CV dan surat lamaran ke perusahaan yang membuka
lowongan pekerjaan. Saat itu, kami juga mengukuti job fair di Brawijaya. Wira
kaget, ternyata dia tidak bawa pas photo saat itu. Ah, tidak masalah lah,
setidaknya tau bagaimana suasana job fair itu bagaimana. Pemanasan. Oke
berlalu. Kami juga masih mengirimkan banyak CV dan surat lamaran ke perusahaan
lain. Pokoknya kirim-kirim aja. Masuk atau tidak, itu tergantung rejeki. Ada
satu perusahaan Honda di Soeta yang memanggil kami interview saat itu, tapi
kami abaikan. Kami punya banyak kesibukan yang tidak bisa ditinggal. Entah apa,
aku juga lupa. Kemudian tibalah saatnya kami berkeliling untuk mengirimkan
surat ke fakultas di UMM. Aku sengaja dan sudah terbiasa mengantar surat-surat
bersama Wira. Soalnya ada sesuatu di GKB 3, hahaha.. Kalo Wira bilang itu semua
“GILAAAAAA”
Tiba di GKB
2 melewati mading Jurusan Akuntansi, kami melihat ada lowongan pekerjaan.
Saling tanya, kemudian memutuskan untuk ikut seleksi. Coba-coba saja, begitulah
kami menamai proses itu. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya kami pun boleh
masuk dan ikut seleksi. Lagi-lagi tidak mengharapkan masuk, tapi hanya
iseng-iseng saja. Bawa pulpen, duduk bersebelahan dengan Wira, sambil
omong-omongan yang gak jelas. Wira malah masih sempat ngupil coba, hahaha
bahaya banget dude yang satu ini. Soal datang, lembar jawaban terisi. Aku mah
asal jawab aja, kecuali bahasa inggrisnya. Gak mau dong kalo aku zonk di
English pikirku, hahaha. Wira serius banget ngerjainnya,
sampe-sampe kertas buramnya gak cukup. Hahaha, lagi-lagi kata-kata itu keluar
(Gilaaaaaaaaaa!). 90 menit berlalu, kami keluar, kembali ke kantor menjalani
kegiatan seperti yang lain. Kata pengawasnya tadi kalo ujiannya lolos bakal di
hubungi lewat SMS. Ah, masak iya kami lolos. Dan…………………… Kami lolos! Saling
pandang, ketawa ngakak. Esok harinya menjalani tes yang kedua, wawancara awal.
Aku sih berat hati tapi bingung juga kala itu, soalnya Astra International juga
mengundangku untuk ter tulis di UB. Akhirnya aku putuskan untuk ikut yang di UMM
saja. Tik tok, molor juga ternyata, sampe pindah tempat lagi, Oemjoy! OMG…
Spent about two hour the test completed. Kami kembali, dan aku singgah di
warung padang murah, tempat kami biasa beli makan sama rekan-rekan kantor.
Alhasil,
ternyata kami masih lolos di wawancara dan diundang untuk tes berikutnya di
kantornya langsung. Padahal, saat itu aku harus daftar TOEFL test dan tes TPA
di UGM, ribet dikit. Namun aku menikmati semua proses itu. Selesai tes, kami
langsung ke IDP, daftar TOEFL tes dan aku bersiap-siap alias packing untuk
berangkat ke UGM. Oh tidak, apa mau dikata, ternyata tes ketiga itu juga kami
lolos. Akhirnya, setelah dari UGM aku langsung pulang, masuk kantor dan minta
izin buat tes ke Surabaya, interview tahap akhir katanya. Motor dude Wira
selalu bisa diajak kompromi untuk menjadi teman yang baik di perjalanan. Ngeng
ngeng ngeng, akhirnya tiba di Surabaya, melakukan persiapan, berangkat menuju
lokasi tes, masuk, wawancara dan
melewati fase-fase wawancara gila, keluar, berlalu dan pulang. Sampe di kos
kayak orang mau mati, capeknya gilaaaaaaaaaaaa!
Itu semua
berlalu………… Sampailah pada fase terakhir, MCU atau yang biasa dikenal dengan
medical check up. Waste time banget dua jam mondar-mandir MOG sampe gak taraweh
dan kembali lagi ke Lab Sima untuk melakukan pengambilan sampel darah secara
berkala pasca puasa 12 katanya. Tertawa dulu sejenak, tau kenapa? Tempat yang
kam tuju untuk melakukan seleksi MCU ternyata salah, PD banget masuk kayak
orang terhormat. Sampe di atas, eh mereka tidak ada pemberitahuan untuk
melakukan proses MCU. Dan, benar, kami salah tempat. Proses itu berakhir dengan
hadirnya perawat cantik, dokter cantik dan FO cantik di Lab Sima Malang itu.
Sumpah, gila bener dah, apalagi gabung sama dude Wira ini. Matanya tidak mau
terpejam sempurna dari awal masuk sampai selesai MCU. Ovel all, selesailah
semua rangkaian seleksi. Dan, finally kita berdua (Al dan Wira) keterima di
Perusahaan Sampoerna Tbk. Kejadian gila itu mulai terbaca sejak kami menyiapkan
dokumen sebelum keberangkatan ke Surabaya. Semua dipersiapkan sampai-sampai
rela nulis dan menandatangani surat pernyataan keluar dari tempat kerja
yang lama. Pamitlah kami kepada semua pegawai kantor, mereka juga tampak sedih
melepas kepergian dua orang GAK JELAS dari kantor itu. Singkat cerita, kami
berlalu, keluar dari kantor DPPM. Wira tidak lupa motret gambar tulisan “DPPM”
dan menjadikan DP di BBM nya sambil buat PM “See you next time DPPM, terima
kasih untuk pengalaman yang begitu berarti”
DPPM,
tinggal kenangan. Berlalu ke Surabaya, masuk hotel dan menikmati fasilitas
layaknya orang kaya untuk beberapa hari. Wira tidak merasakan itu semua, karena
ia ditempatkan di kampung halamannya dan cuma sendirian, jadi ia gak kebagian hotel. Aku masih
sempat chat sama dia sebelum masuk kerja. Dengan perasaan tidak karuan, dan
serba tidak enak aku bercerita kepadanya..
Aku :
“Ciee yang
kerja dari rumah sendiri
Ciee yang
biasa suka telat, besok udah gak bisa
Cieee yang
gak dapat hotel”
Wira Utama
:
Cieee yang
kosnya mahal
Cieee yang
harus adaptasi lagi
Ciee yang
betahan di Malang”
Pengalaman
paling looser itu terjadi, di hari pertama bekerja, setelah melakukan
koordinasi, kami diberi tahu bahwa masa training akan terjadi selama tiga
bulan. Dan kerjaan kami adalah sebagai sales. Oh God, rasanya mau pingsan
ketika melihat gambar yang ada di kantor itu, contoh menjadi salesnya seperti
apa.
Aku BBM
Wira, aku bilang aku gak sanggup. Besok resign. Dia malah tertawa. “Aku coba
dulu Al, keren kalo kata aku, aku coba dulu 3 bulan..”
Oke, aku
keluar duluan. Malam harinya aku pulang ke hotel, aku telpon HRD nya, aku
katakana bahwa aku keluar. Kemudian menyiapkan semua barang dan kembali ke
Malang. Aku sudah merasa seperti dikejar setan ketika Managernya berkata akan
menemuiku ke hotel itu. Aku kabur, malas aku bertemu dia. Berlalu. Jam 12 malam
aku sampe di Malang. Untung pintu kos masih belum dikunci. Saved. Sampoerna
what the fuck…!!!
Hari
berlalu, aku lupa, tapi setelah beberapa hari di sana, Wira juga memutuskan
untuk keluar dari kantor itu. Aku tidak mengira bahwa ia juga akan out sama
seperti aku. Dan again, gilaaaak
Ini semua
adalah pengalaman, pengalaman yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus ada
pemanasan. Kami berlalu dari perusahaan itu, membawa diri dengan zonk. Kami
menyebut proses
itu adalah pemanasan, mulai dari ikut tes sampe masuk
kerja hingga keluar dan itu semua adalah pengalaman. Pengalaman serta
pemanasan. Ah, sudahlah, penting sudah masuk ke MOG selama dua jam, keliling
gak jelas dan duduk di samping destro tanpa bisa mengunyah apapun karena masih
harus puasa dua jam. Berdebu, letih, lelah, macet ke Surabaya dan hasilnya
adalah zonk, ini adalah pemanasan. Pemanasan dan berpanas-panas sampe bisa out
dari Sampoerna.
Merasakan banget
bagaimana seharian jadi sales kayak orang mau bunuh diri karena kecapean.
Keliling pake sepeda motor, ngelap etalase rokok dan menghitung hasil
penjualan. Pake baju keren pulak. Dan gilanya, aku sudah mengadakan farewell
party sama teman terdekat karena mau menghilang dari Malang. Malang kini kami
kembali. Inilah yang terakhir,
Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!!!
Selasa, 08 November 2016
Rizki orang beda-beda, kenapa harus resah?
Dahulu sebelum dilahirkan ke dunia, masing-masing kita
telah berjanji bahwa urusan rizki, jodoh, dan maut sudah diatur dengan baik
oleh Allah, bahkan kita pun sudah menyepakati itu. Lalu lahir ke dunia dan
berproses tumbuh dan sampai pada fase dewasa. Ternyata, urusan dunia memang
kadang suka membuat hati tidak terima dengan apa yang kita punya. Sering sekali
orang di sekitar kita justru membandingkan kita dengan orang lain. Saya, kamu,
dia, dan mereka pasti tidak suka jika hal-hal yang berkaitan dengan jodoh,
rizki, dibandingkan antara satu dengan yang lain. Bagaimana harus berkutik
dan mengelak serta menjelaskan bahwa masing-masing kita sudah dituliskan dengan
takdir yang berbeda. Semakin dibandingkan, maka akan semakin menyakitkan
rasanya. Perihal rizki, orang lain tidak mengetahui dengan jelas bagaimana
usaha masing-masing kita. Kenapa harus komentar? Kita yang hidup, kita yang
jalani, sementara orang lain acap kali berkomentar tentang apa yang kita
lakukan.
Jika kita cemburu dan iri pada rizki orang lain, sudahkah
kita iri pada kesusahan hidup yang orang lain rasakan? Harusnya kita bisa ingat
itu. Justru dengan semakin melihat kepada kondisi orang lain, kita malah
semakin tidak bersyukur. Nikmat Tuhan yang mana lagi yang akan kau dustakan? Jika
kau cemburu pada rizki orang lain, kau juga harus cemburu pada musibah dan
kegetiran takdir hidupnya? Sudahkah kau siap untuk hal itu? Yang kita lakukan
sering kali melihat pada apa yang tidak kita miliki, semakin lupa dan tidak
bersyukur terhadap apa yang Tuhan beri. Harus berapa kali dijelaskan, bahwa
Allah sudah menyusun semuanya dengan baik dan terencana tanpa ada kecacatan sedikit pun. Bersyukurlah,
karena dengan bersyukur, maka nikmat Tuhan akan semakin datang dan melimpah
kepada kita. Bukan justru mengeluh, karena mengeluh tidak akan menyelesaikan
masalah. Syukuri apa yang kau punya hingga Tuhan akan bertambah sayang dan memberi nikmat
yang tak terkira untukmu.
Jangan sampai lupa bahwa hakikat rizki juga akan ditanya dibawa dari mana dan kemana akan dihabiskan rizki tersebut. Satu hal yang harus kita ingat, yang penting halal bukan banyak dan melimpah tapi hasil riba atau subhat statusnya. Sudahkah Anda bersyukur hari ini?
(08/11/2016)
Selasa, 01 November 2016
Memeluk Hujan
Tidak ada yang istimewa dari mereka ketika awal aku mengenalnya. Aku hanya
menghabiskan waktu demi waktu untuk membaca pesan yang terpampang di layar hape
mungilku tanpa tahu apa maksud dan arah pembicaraan mereka. Hari demi hari aku
lalui dengan raut wajah datar tak bermakna. Belum lagi jika isi pembicaraan
mereka tentang cinta, aku hanya akan menjadi pembaca yang diam. Tahu tanpa
bersuara dan membaca tapi tak meninggalkan komentar. Tidak kusangka hal itu
kemudian berubah seminggu setelah grup ramai dengan anggota baru yang datang. Malam itu satu persatu memperkenalkan diri agar saling kenal dan lebih
dekat satu sama lain. Hari semakin malam, percakapan itu pun semakin panjang.
Ada yang saling sadar bahwa mereka bertemu dengan teman lamanya di sana, ada
juga yang sudah mendapatkan teman baik meski belum lama mengenal satu sama
lain.
Adalah Ismayana Susanto, seorang
mahasiswa Sastra Inggris dari Makassar yang memberikanku banyak info terbaru
seputar kompetisi yang akan kami lalui. Ia banyak bercerita mengenai persiapan
dan dokumen yang harus kami bawa ketika perlombaan itu digelar. Aku tahu dia
seorang admin grup yang baik yang selalu mengingatkan anggotanya untuk
melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi hari H. Melalui Mayo, begitu
sapaan akrabnya, aku juga mengenal Alma, Fauzi, Fajar, Yasmin, Ullih, Rohman,
Taufik, Rofiq, dan Vidiya. Semuanya adalah pejuang untuk mendapatkan kesempatan
berlibur ke Eropa selama tiga tahun lamanya. Belum lagi Mirtha, kak Ririz, Ani,
Sonia, Afrida, Dewi, Gaby, dan Rohmanto yang selalu hadir dengan teguran khas
dalam setiap percakapan tentang masa depan.
“Pokoknya semua harus lulus ya,” tegas
Rohman memulai percakapan saat malam Minggu menyapa. Meski malam itu hujan dan
angin menyusup masuk ke ruangan, tapi kami tetap kepanasan dengan persiapan
mengetahui hasil akhir. Semua harus lulus, kata itulah yang membuatku kagum
dengan mereka. Bak sekumpulan dendam yang harus tersampaikan. Seperti rindu yang
menghujam dan harus terbalaskan dengan saling tatap dan bertemu di kedutaan
sebelum take off ke Eropa. Jika
memang terpaksa ada yang tidak beruntung, aku akan menjadi saksi kejadian itu.
Aku siap menggantikan apapun yang mereka inginkan. Karena bagiku mereka adalah
cinta yang menjadi jembatan antara aku dan segala kenangan yang pernah hadir
dan menyala. Mereka adalah penerang jalan, aku tak ingin mereka merasakan
kesedihan. Jatuh cinta dengan mereka sama seperti jatuh cinta kepada seorang
gadis. Aku hanya butuh waktu satu menit untuk merasakan kebersamaan dan
kebaikan mereka, namun aku butuh waktu seumur hidup untuk melupakan mereka.
Ullih, Yasmin, Rohman, dan Alfi bahkan
sudah merayakan apa yang akan kami rasakan dengan mengadakan pertemuan dan
jalan-jalan singkat di daerah Ibukota. Vidiya, Atika, dan Andhika juga
seharusnya berada di sana, namun cuaca saat itu tidak mendukung mereka bertiga
untuk datang dan menemui Yasmin dengan ketiga
rekannya yang lain. Semua tampak indah dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Begitu juga dengan harapan kami, semoga kabar baik akan segera kami dapatkan
dan bersama-sama terbang menuju Eropa untuk merasakan atmosfer di Negara dengan
dua benua, Turki. Sebelum tanggal yang kami nantikan itu tiba, mereka bahkan
sudah menuliskan harapan dan impian apa yang akan kami lakukan nanti setelah
sampai di sana.
Tepat setelah tiga bulan dari
perkenalan singkat di grup tersebut, langit seolah runtuh. Aku tidak tahu apa
yang salah dari kami. Tidak banyak dari mereka yang keluar sebagai pemenang.
Rofiq bahkan mengaku bahwa dirinya tidak menerima kabar apapun terkait
kompetisi itu. Aku tahu apa yang ia sembunyikan. Demi menjaga perasaan yang
lain, ia dengan sengaja tampil sebagai seseorang yang sedang mengalami
kegagalan. Air mata tumpah bak aliran sungai yang sudah tak terbendung. Satu
sama lain saling menguatkan akan kegagalan yang baru saja kami rasakan.
Sakitnya tak mampu dan takkan bisa diungkapkan dengan rangkaian kata. Banyak
sekali jiwa yang menangis dan menumpahkan beban karena sudah tak mampu menerima
kenyataan. Ah, akhir dari setiap percakapan selalu sabar, entah hati mereka
mengiyakan atau hanya sebatas lisan saja yang berpura-pura mampu menerima
kenyataan.
“Aku sudah tidak tahu lagi ini air mata
yang ke berapa yang
kembali tumpah, aku tahu sungguh sakit rasanya. Tapi aku punya kalian yang masih
bisa menguatkan. Sudah lelah dengan sakit ini, aku tak kuasa menahannya, tapi
Tuhan memberikan kabar ini karena Dia tahu kita kuat. Ya, kita semua kuat
dengan hasil ini,” ungkap Mely sambil sesengukan menahan air matanya terus menetes
agar tidak semakin deras.
“Percayalah, pasti ada yang lebih baik
yang Tuhan siapkan untuk kalian. Entah itu di timur atau pun di barat, tujuan
kita tetap satu, kita harus sukses,” timpal Pak Adhitya.
“Aku sudah merasakan penolakan seperti
yang hari ini kita rasakan. Tapi, akan ada jalan lain yang kita tempuh untuk
mendapatkan apa yang kita impikan. Biar sembuh dengan sendirinya semua luka
yang kita rasakan sekarang. Kalian harus percaya di atas langit masih ada langit yang lain. Tetap semangat ya teman, semoga
tahun depan kalian diberikan kesempatan yang sama,” lanjut Alma meyakinkan
teman-temannya yang masih sendu ditemani rintik hujan yang mengalir dari
sepasang mata mereka.
Hidup itu kosong, penuh, dan kembali
pada kekosongan, tiada kekekalan yang abadi. Kadang kita mengawali sesuatu yang
belum siap kita mulai, kadang juga kita mengakhiri sesuatu yang belum siap kita
akhiri. Seperti apa yang kita rasakan hari ini, teruntuk kalian yang menang,
maka kalian akan mengawali hidup baru, tapi untuk kami yang kalah, kami akan
mengakhiri kisah. Begitulah seterusnya hidup. Mereka salah, ternyata kami tidak
setabah daun yang bisa ikhlas begitu saja terjatuh kemudian terbang dan
menghilang. Kami masih merasa begitu terjatuh, impian kami remuk, dan kini
patah lalu teriris tipis-tipis. Ternyata kami semua bisa bersedih, menangis
bahkan tak percaya dengan apa yang kami terima saat ini. Pahit sekali rasanya. Kami
tak sekuat yang kami kira, sakit sekali saat terjatuh dan ditimpa terjangan
hujan yang datang dari kedua mata kami sendiri. Tapi, bukankah hidup harus
terus berjalan meski harus tertatih-tatih atas titah Tuhan karena impian dan
kenyataan yang tak sejalan.
Teruntuk kisah hidup yang sudah terjadi
dan terbingkai dalam balutan kanvas pecah karena jatuh berantakan, berlalulah. Pada
setiap harapan yang tersusun rapi dan kini hancur, menjauhlah. Kami manusia, biarkan
waktu dan redup cahaya lampu ruang tengah yang akan menemani hari-hari kami
berlalu dan menyembuhkan semua luka ini. Suatu hari nanti, akan ada masa kita semua bertemu kembali dalam kesempatan yang berbeda dengan
cerita yang tentunya akan lebih mengharukan dari yang telah terukir saat ini. Meski
sudah dalam situasi yang berbeda, semoga canda tawa tetap sama. Kitalah pejuang
kebaikan masa depan sesungguhnya. Semoga mimpi yang kita usahakan, harapan yang
kita do’akan, serta kekecewaan yang hinggap ini akan menjadi kisah baik dan
digantikan oleh pemilik semesta alam dengan kejutan yang tak kalah mengejutkan.
Sudahi air mata kalian, jangan biarkan menetes lagi dan lagi, peluklah karena
kelak Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kalian juga hujan yang telah jatuh dan
kalian ciptakan. Hujan itu akan berubah menjadi suatu kebahagiaan, percayalah!
-Hidup adalah kompetisi-
Dengan Kau terlahir dari rahim Ibumu
dalam wujud yang sempurna, itu adalah tanda bahwa Kau adalah pemenang yang
telah mengalahkan beribu sel sperma. Percayakah Kau, bahwa hidup ini
sesungguhnya adalah suatu rangkaian kompetisi yang harus Kau lalui dengan baik.
Kau berkompetisi dengan sesama saudara kandungmu, Kau berkompetisi dengan teman
sekelasmu, Kau berkompetisi dengan teman satu kosmu, Kau berkompetisi dengan
teman satu daerahmu, Kau berkompetisi dengan sahabatmu, Kau berkompetisi dengan
teman sekampusmu, Kau berkompetisi dengan juniormu, dengan seniormu, dengan
tetanggamu, dengan dosenmu, dengan gurumu, dengan teman satu organisasimu,
dengan teman lintas universitas yang Kau kenal, dengan teman UKM mu, dengan
lingkunganmu, dengan musuhmu, dengan orang yang membencimu, dengan orang yang
Kau sebut kekasih, dengan orang yang Kau sebut soulmate, dengan orang satu
desamu, dengan orang sekabupatenmu, dengan orang sepropinsi denganmu, dengan
orang senegara denganmu, dengan orang yang berbeda negara denganmu, dan dengan
semua orang, mulai dari yang dekat denganmu hingga yang paling jauh denganmu.
Kau sejatinya sedang berkompetisi untuk memenangkan sebuah lomba yang sering
Kau sebut kesuksesan. Kau berkompetisi dengan mereka semua untuk menunjukkan
siapakah yang menang dalam kompetisi tsb, siapakah yang lebih sukses, dengan
ukuran sukses yang tentunya berbeda. Bukankah Kau pernah menang dalam
mengalahkan ribuan sel sperma kemudian Kau berhasil masuk ke rahim Ibumu dan
kemudian terlahir ke bumi? Lantas mengapa saat Kau sudah berada di bumi dengan
begitu mudah Kau mengatakan dan berdalih bahwa Kau tak layak memenangkan
kompetisi yang lain? Kau mengaku Kau punya kekurangan, Kau bilang ada yang
lebih pintar, Kau ungkapkan ada yang lebih cerdas. Sebegitu mudahkah Kau
mengalah? Saat yang lain sibuk menyiapkan amunisi untuk memenangkan kompetisi,
Kau justru berdalih tak mampu, bukan bidangmu, bukan keahlianmu. Lalu
keahlianmu apa? Berkata bahwa Kau ditakdirkan tak mampu bersaing? Berdiam diri
dan menjadi saksi bahwa Kau memang harus kalah dalam kompetisi, dan berkata
bahwa Kau ditakdirkan untuk kalah dan tidak beruntung, bahkan mungkin Kau
mengakui bahwa Kau memiliki keterbatasan untuk bisa menaklukkan lawanmu. So,
please open your eyes, di luar sana masih banyak yang tak bertangan dan tak
berkaki tapi mereka bisa jadi pemenang, Kau kurang apa? Di luar sana ada yang
tak memiliki mata dan tak bisa mendengar, tapi mereka bisa jadi pemenang, Kau
kurang apa? Di luar sana banyak yang tak sesempurna jasad yang Kau punya, tapi
mereka bisa jadi pemenang, Kau kurang apa? Kenapa terus berdalih bahwa Kau
memiliki keterbatasan? Sudah berapa kali Kau mencoba? Sudah berapa kali Kau
gagal? Apakah Kau sudi disamakan dengan mereka yang cacat, bertubuh tak
sempurna, lalu Kau kalah begitu saja. Kau habiskan banyak waktumu terbuang
sia-sia. Ketika ditanya kapan Kau akan berkompetisi, Kau tak malu mengatakan
nanti nanti dan nanti. Sudah berapa banyak kemenangan yang Kau torehkan selama
Kau hidup? Sudah berapa banyak Kau buat orang tuamu menangis bangga karena
pencapaianmu? Sudah berapa jauh Kau kayuhkan kaki untuk melakukan hal yang baik
demi menaklukkan kompetisi di dunia ini? Silakan Kau jujur pada dirimu sendiri,
Kau lah yang paling tahu kadar dalam dirimu, Kau lah yang bisa menggerakkan
jiwamu, bukan hanya sekedar menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kelak akan membuatmu
menyesal. Karena penyesalan akan hadir di bagian belakang dari hidup ini.
Percayalah, Kau kini sedang berkompetisi untuk bisa sukses. Sukses dengan terus
bermanfaat bagi orang lain, sukses untuk hidup bahagia, sukses untuk hal baik
yang bisa mengantarkanmu ke surga. Sukses dunia dan sukses di akhirat tentunya.
Aku ingin Kau sadar, Kau masih punya waktu untuk berkompetisi dan melakukan
banyak hal positif agar Kau menjadi pemenang sejati. Moving!
No Bad Day
Tidak ada hari yang buruk. Hari di mana
keinginan-keinginanmu tidak tercapai adalah hari yang akan membuatmu lebih
dewasa. Sementara hari di mana kamu merasa sedih, tidak nyaman, atau cemas
adalah hari yang kelak akan kamu syukuri saat kamu punya lebih banyak waktu
untuk berusaha lebih mengerti pada diri sendiri.
Different Passion, Keep Respect!
Ada saat dimana masing-masing kita harus lebih sering duduk sendiri sambil mengatakan kepada diri pribadi bahwa passion masing-masing orang memang berbeda. Sebelum jauh berkata dan mengurusi passion orang lain, lebih baik kita sadarkan diri kita masing-masing. Karena dalam perjalanan karier hidup, setiap kita memang memiliki keahlian yang berbeda. Tidak mungkin disama ratakan, tidak juga bisa dipaksakan. Apalagi kalau berkata "Nyoba ini kenapa, si A lho juga nyoba dan dia bisa. Kamu kok nyoba begini saja tidak bisa." "Pilih-pilih sekali dalam menjalani profesi, dicoba aja semua kenapa." Dan banyak jenis ungkapan lain yang mungkin bisa merusak atau menyakiti hati orang lain. Sadarlah sedikit, jika kiranya tidak bisa memberikan dukungan, lebih diam. Jika tidak mampu memberikan support terbaik, alangkah baiknya diam. Karena memang passion masing-masing orang berbeda, sebagaiman Allah menciptakan kita juga berbeda-beda. Kalau semua sama, kan jenuh. Kayak lemak, lemak jenuh. Gak asyik kedengerannya kaan? Dan kalau pun ada seseorang denga keahlian yang berlipat ganda atau multitasking, ya mungkin dia adalah generasi pilihan yang memang dikaruniai Tuhan banyak keahlian. You know, kalau mengikuti passion orang, gak bakal ada bedanya di dunia ini, semua sama, gak asyik. Sekali lagi, passion orang berbeda, ada yang petani, pelaut, akademisi, polisi, bidan, perawat, pengusaha, dll. Hormati profesi orang lain. Jangan suka nyinyir, gak baik, gak elok, gak usah diulang. Karena selama seseorang nyaman dengan profesinya dan Anda nyaman dengan profesi Anda, perbedaan itu bukan menjadi pertentangan bukan? Coba lebih sering menyadarkan diri sendiri yuk, jangan sampai kata-kata yang keluar itu menyinggung profesi orang lain. Tanpa bosan saya menuliskan bahwa passion setiap orang boleh saja berbeda. Jalani saja passionmu, tanpa menyepelekan passion orang lain. Ingat, ada hal yang bisa dipaksakan, tapi jangan sampai membuat sakit hati orang lain apalagi berkata kasar dan tidak terpuji. At least, please keep your manner and attitude, so other people may keep respect to you.
#differentpassion #respecteachothers
#differentpassion #respecteachothers
Jejak Pemimpi
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah..
Like sometime kita merasa bahwa usaha kita udah sampai di ujung jalan, udah gak mungkin berhasil, udah gak mungkin lolos, dan berbagai pemikiran lain yang sering terbesit di benak kita saat kita sampai pada fase yang sulit ini.
Tapi, kadang kita hanya butuh melihat lebih dalam dengan keadaan sekeliling kita. Sukses itu bukan hal instan yang dapat dibeli dengan sehari berusaha, sejam duduk di depan laprop, atau dengan senyum-senyum manis. Not, sukses itu memang butuh perjuangan. Coba dilist, sudah berapa kali kita sukses? Terus belajar lagi dari kesuksesan itu, emang iya kita mendapatkannya dengan mudah? Nggak kan? So, keep strong and moving forward ya!
Like sometime kita merasa bahwa usaha kita udah sampai di ujung jalan, udah gak mungkin berhasil, udah gak mungkin lolos, dan berbagai pemikiran lain yang sering terbesit di benak kita saat kita sampai pada fase yang sulit ini.
Tapi, kadang kita hanya butuh melihat lebih dalam dengan keadaan sekeliling kita. Sukses itu bukan hal instan yang dapat dibeli dengan sehari berusaha, sejam duduk di depan laprop, atau dengan senyum-senyum manis. Not, sukses itu memang butuh perjuangan. Coba dilist, sudah berapa kali kita sukses? Terus belajar lagi dari kesuksesan itu, emang iya kita mendapatkannya dengan mudah? Nggak kan? So, keep strong and moving forward ya!
Seperti Analogi Busur Panah
Pertemuan antara kehendak kita
dan kehendakNya bagaikan angin yg membatasi busur panah kita dgn sasaran,.
Meskipun perhitungan kita sangat akurat, bisa saja angin membelokkannya ke arah
yg lain,. Tugas kita hanyalah memfokuskan perhatian pada sasaran, mempersiapkan
segala kemungkinan untuk berhasil, selanjutnya biarkan ketentuanNya yg
bermain:)
*hidupinibegitusingkat
Pernah Nggak Kamu?
Pernah gak kamu memikirkan masa depan, seperti
menerka-nerka apa yang akan terjadi dan ternyata kamu belum siap untuk
menghadapinya? Jika pernah, mungkin kita sama, lebih kepada sebuah rasa cemas
yang hadir sebenarnya, bukan karena takut untuk tidak menghadapinya, tetapi
memerlukan amunisi yang tepat untuk menjalani itu semua. Seberapa sering kita
meminta kepada Tuhan agar dikuatkan, sesering itu pula Tuhan hadir dan
memberikan kita bimbingan. Tidak lagi tentang kegelisahan hati menebak masa
depan, tapi persiapan matang memang dibutuhkan agar bisa menjadi insan terbaik
dan generasi pilihan. Itu semua bergantung pada usaha kita, doa kita, dan
seberapa kuat kita berusaha untuk terus bertahan. Sering menggalaukan bukan?
Haha, nikmati saja!
Semakin jauh jarak dari rumah, semakin banyak yang
harus dikorbankan, dan memilih salah satu di antara semuanya adalah tidak
mudah. Pada akhirnya, keputusan yang kita ambil adalah salah satu jalan
penerang masa depan. Karena kita tidak bisa mendapatkan semuanya, membahagiakan
semuanya, tapi setidaknya diri kita sendiri bahagia. Coba pikirkan, kenapa
harus memikirkan perasaan orang lain, nasib orang lain, sementara kamu sendiri
gak bahagia. Kamu adalah pemeran utama dalam hidupmu dan semua yang kamu
lakukan adalah sejatinya untuk dirimu, bukan untuk yang lain. Kita tidak akan
pernah bisa menyenangkan hati semua orang, karena masing-masing kita memiliki
pandangan yang berbeda. Kalau hari demi hari yang kita pikirkan hanya perasan
orang lain, sikap orang lain terhadap kita, lantas kapan kita memikirkan diri
kita sendiri, kebahagiaan kita?
Datanglah pada mimpi yang kemarin, Saat hidup mulai
terseok-seok pada masa yang menanti dihadapan, Hiruplah udara pada mimpi yang
kemarin, Jangan datang pada mimpi malam tadi, Karena ia tak cukup hati untuk
menguasai, Datanglah pada mimpi yang kemarin, Teriakan-teriakan manja yangkan
kau harukan, Teriakan-teriakan sendu yangkan kau harapkan, Manja nan sendu
mimpi-mimpi kemarin, Ia cukup manis pada kemarin, Dan ia kan lebih manis untuk
saat ini, Hingga senyum mukan merekah pada masa dihadapan, Mimpi yang kemarin, Mimpi
tua yang masih tetap muda, Datang saja pada mimpi yang kemarin, Manja dan
bersendulah kembali, Jika hidup mulai terasa sukar untuk dinikmati, Datanglah, datang
saja…
Terlalu Cepat Kau Berlalu
Anggra
menundukkan pandangan dan enggan menatap empat orang teman yang berada di
sampingnya. Bukan ia tidak mau untuk bertahan melanjutkan perjuangan hingga
akhir seperti yang mereka janjikan. Namun, permintaan orang tua selalu saja
menjadi pertimbangan baginya untuk mencoba melangkah mundur. Mala terkesima
memandang temannya yang baru saja memutuskan hal terberat yang pernah ia
rasakan dalam hidupnya. Harus berpisah dengan sahabat karib yang belum lama
mereka bekerja di tempat yang saja. Berulang kali ia meminta Anggra
mengurungkan niatnya dan memohon agar tetap bertahan, namun Anggra seperti tak
mampu menolak pinta kedua orang tuanya. Seluruh isi ruang tamu itu kini terdiam
seperti tak memiliki lisan dan kekuatan untuk angkat bicara. Apalagi yang mau
mereka harapkan jika ternyata mereka harus terpisahkan.
“Kamu tau
kan Anggra kenapa aku ada di sini saat ini? Bukankah keberadaanku di sini karena memang dulu kau pernah memintaku untuk bekerja bersama di
tempat ini. Lantas? Mengapa kau mundur?” Putra berkata sambil memandang
langit-langit ruangan itu dengan pandangan pilu. Jika saja semua yang terjadi
bisa diatur seperti kehendak mereka, mungkin keputusan itu takkan pernah
terucap. Anggra terlihat sangat terpukul dengan apa yang baru saja diungkapkan
Putra, sahabatnya. Terhitung Maret di awal tahun itu, baru dua bulan mereka berkumpul bersama, tapi perpisahan
tidak dapat dihindarkan. Jika itu yang harus dihadapi, untuk apa Zet, Iko, Mala, serta Putra
beradu sekuat tenaga agar bisa menjadi rekan kerja Anggra selama ini.
Kantor
tidak akan pernah sepi jika mereka hadir dan duduk bersama di dalamnya. Namun,
hal itu kini akan berganti jika Anggra harus berlalu dan meninggalkan tempat
ini terlebih dahulu. Aku menyaksikan bagaimana mereka hidup seperti terlahir dari satu ibu, penuh canda,
tawa hingga mengakhiri semua beban kerja bersama. Tapi, hal itu kini akan
menghilang karena satu bagian dari lima kepingan yang ada akan menghilang.
Bukan berarti aku tak rela melihat hal itu terjadi. Namun, hati kecilku
memahami jika tidak semua yang berjalan akan sesuai dengan apa yang mereka
harapkan. Aku selalu memperhatikan mereka, kebersamaan itu seperti takkan
hilang ketika aku melihat mereka sebulan yang lalu. Huh! Beginilah proses
kehidupan, manusia hanya bisa merencanakan dan menulis banyak mimpi yang mereka
inginkan. Sedangkan untuk hasil, Allahlah yang akan menentukan.
Saat
memandang langit kelam begitu hitam pekat, cahaya akan hadir jika mereka
berlima berkumpul dan bercengkerama dengan segala hal yang mereka perbincangkan. Hal itu akan berlalu,
tidak lama lagi. Meski sejujurnya semua tidak menginginkan hal itu terjadi.
Bukankah baru saja mereka merasa kesepian saat Putra meninggalkan tempat penuh
tawa itu untuk beberapa hari saja. Kini, kesepian itu akan berlanjut. Mereka
akan kehilangan satu pondasi untuk melewati arus panjang yang akan dihadapi.
Kehangatan tawa itu akan tetap diingat, meski sudah tidak seindah dulu. Anggra,
terlalu cepat kau berlalu. Empat rekanmu masih begitu mengharapkanmu menjadi
pemandu mereka di tempat itu.
Sanggupkah
kau bayangkan sendok tanpa garpu? Mungkin begitulah mereka jika tanpamu Anggra.
Menikmati hari seolah semua baik-baik saja. Padahal, ada satu hal yang hilang
di dekat mereka. Jika kau sudi, bayangkan jika malam akan hadir tanpa ditemani
siang, apa yang akan terjadi? Tak sudikah kau bertahan demi mereka Anggra?
Silakan kau jawab sendiri. Kemudian pikirkan jika memang gembok takkan terpisah
dari kuncinya, begitu pula keempat rekanmu Anggra.
Sulit membayangkan
bagaimana keempat manusia itu harus beradaptasi kembali dengan orang baru jika
Anggra berlalu. Entahlah! Cerita mereka memang sudah seperti ini adanya.
Biarkan saja terjadi jika sudah tidak bisa dibenahi lagi. Andai benar Anggra
berlalu, semoga semua akan baik-baik saja. So? Apapun yang akan terjadi, memang
sudah seharusnya terjadi dan begitulah rotasinya.
“Saat di mana kita harus bertemu, tidak berarti tanpa perjumpaan yang tidak berarti,
dan ketika waktu itu telah datang, bukan perpisahan yang menjadi kenangan,
namun kebersamaan itu yang akan menjadi kenangan. Untuk kemarin, saat ini, dan
nanti, semua kenangan itu telah ada di dalam hati ini kawan”
Tulisan ini
ada catatan perjalanan, aku tulis ketika aku menanti reda hujan. Di
persimpangan jalan itu aku membayangkan, bahwa dalam setiap pertemuan, langkah,
derap perjuangan, akan ada perpisahan yang tidak bisa kita hindarkan. Lalu, aku
tersadar, jika perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan menjadi satu
batu loncatan yang bisa menjadikan kami lebih berarti lagi dalam menyikapi dan
menjalani hidup. Sekuat apapun kami meminta untuk tidak dipisahkan, untuk tetap
disatukan, langkah hidup takkan berhenti di satu tempat saja. Bagai kawanan
burung yang terus gigih menghinggapi satu pohon ke pohon yang lain, seperti
itulah seharusnya kehidupan. Kemudian, apapun yang terbaik untuk kalian, maka
perjuangkanlah sahabat, dukungan penuh akan kami berikan. Sepanjang hari
menghabiskan waktu bersama kalian, telah menjadikan diri ini enggan untuk
mengakhiri percakapan itu kawan. Namun, akhir masa itu telah datang, dan
berharap akan menjadi akhir yang begitu mengharukan. Nikmatilah!
Langganan:
Postingan (Atom)
Krisis Hubungan Diplomatik Meksiko – Ekuador
Krisis diplomatik antara Meksiko dan Ekuador yang baru saja terjadi merupakan peristiwa yang memperlihatkan kompleksitas hubungan antarneg...
-
Diplomasi koersif merupakan salah satu dari banyak jenis diplomasi yang masih terus eksis hingga saat ini. Karakter dari diplomasi ini a...
-
Negosiasi merupakan suatu proses komunikasi dimana terdapat dua pihak dengan sudut pandang yang berbeda yang berusaha menyamakan persepsi da...
-
Konflik merupakan tindakan yang menghalangi, mengganggu, dan menghambat pihak lain. Konflik bisa terjadi di kelompok masyarakat atau pun l...
-
Salah satu kegunaan dari teori dalam studi hubungan internasional adalah untuk pengetahuan kontemplatif yang diturunkan dari tatanan dasar d...
-
Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang selalu dalam keadaan baik-baik saja. Setiap orang yang masih bernafas, mereka hidup dan berjuan...
-
Diplomasi ekonomi sebagai proses formulasi dan negosiasi kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan produksi, pertukaran barang, jasa, tenaga ...
-
Agar dapat memetakan fenomena mengenai subjek dan objek analisis dalam studi hubungan internasional, diperlukan adanya indikator yang dija...