Selasa, 15 November 2016

Baper Versi Super Beda

Eh, kalian semua pasti sering dengar istilah baper kan?
Nah, kalo versi anak muda, baper itu selalu tentang cinta dan perasaan, move on, dan kenangan
Ah, gak asyik!
Cobain deh baper versi gue, mau tau kan gimana bapernya?
Nih, gue baper kalo liat orang lain tulisannya dimuat di media, tapi gue kagak
Baper banget kalo liat senior nulis di jurnal, ikutan konferensi, tapi gue santai-santai
Paling baper kalo lagi gak ada sinyal biasanya buat berkarya, baca-baca di internet
Pokoknya bapernya gue bukan tentang cinta, masa-masa itu udah lewat!
Sekarang bapernya baper beda, beda banget, enggak sama, pasti different. Mau? Yuk join.
Dengan terus berkarya dan berkarya ya, selamat mencoba :)

Kami Menyebutnya “Pemanasan”

Bisa dibilang ini adalah rejeki yang numpang lewat atau rejeki yang tidak terduga tapi hanya bersifat sementara. Pernah tidak kamu merasakan ketika melakukan sesuatu dengan tidak sepenuh hati tapi kamu mendapatkan hasil yang makasimal? Jika pernah, maka begitulah kisah cerita kami ini. Rejeki yang datang namun menghilang. Kenapa menghilang? Begini ceritanya.
Kami adalah mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi di kampus kami tercinta, sebut aja UMM. Tau kan kampus UMM? Gak tau yasudahlah, katrok banget sih, UMM aja gak tau, hahaha… UMM adalah almamater kebanggaan kami. Ketika itu kami berdua, aku dan Wira sudah bekerja sebagai tenaga part timer di salah satu lembaga kampus, DPPM. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Kebetulan aku dan Wira sama-sama bekerja di sana setelah dinyatakan lolos pasca mengikuti tes seleksi di kampus. Sebulan berjalan dengan baik, kami pun melakukan persiapan ujian. Dua bulan berlalu, akhirnya jadwal ujian pun sudah tertempel di mading fakultas. Kebetulan, aku adalah mahasiswa HI (kebetulan? Wkakaka) dan Wira adalah mahasiswa Hukum. Pada saat itu jadwal ujian Wira belum keluar karena di jurusannya ada sedikit masalah, tapi itu tidak masalah. Kami masih saja menikmati semuanya di tempat kerja kami secara baik, nyaman dan tidak tertekan pastinya. 29 April 2014, adalah hari dimana aku melaksanakan ujian skripsi. Saat itu di kantor sedang ada persiapan menyambut tim visitasi dari Dikti RI kalau aku tidak salah. Sepertinya begitulah, aku tidak ingat pasti. Yang aku ingat, ketika aku memakai pakaian ujian (Hitam putih), mereka sedang sibuk menata buku dan jurnal di ruangan dekat tempat kami biasa melaksanakan rapat. Aku sudah izin kepada mereka untuk ujian kala itu. Berlalulah aku ke lantai 6 GKB 1. Tepat pukul 15.00, aku masuk kedalam ruang ujian itu. Tidak terlalu lama seperti yang lain, aku hanya menghabiskan 47 menit untuk ujian skripsi dengan status lulus, Alhamdulillah. Ketika aku kembali ke kantor, aku masih melihat mereka sibuk dengan buku dan jurnal serta segala persiapan untuk esok hari. Aku undur diri, pamit pulang terlebih dahulu, hari itu lelah, namun bahagia dengan statusku yang sudah berubah menjadi seorang sarjana.
Seminggu berlalu, sebulan hampir setelah ujianku itu, Wira juga persiapan untuk sidang. Aku tidak tau tepatnya tanggal berapa dia ujian kala itu. Yang aku tau, pengujinya adalah Pak Bayu. Sabtu, tanggal sekian sekian, ia ujian. Aku senang karena aku tau dia ujian dengan penuh persiapan. Masalahnya, dia harus ujian dua kali karena pengujinya pada saat ujian yang pertama tidak bisa hadir keduanya. Aku BBM gak ada balasan, aku kira dia kemana saat itu, ternyata dia sedang asyik dengan keluarganya, kebetulan saat itu keluarganya datang ke Malang. Beberapa hari setelah ujian pertama itu, aku bertemu dengannya di depan SC kampus kami, aku melihatnya masih memakai pakaian hitam putih. Oh ternyata dia masuk ujian lagi. Berdoa for the best result, sebagai teman itu telah aku lakukan. Alhasil, dia pun lulus dengan nilai yang memuaskan (A). Setelah kelulusan itu, kami masih menikmati hari layaknya mahasiswa yang baru menyelesaikan ujian, sibuk seperti mahasiswa tingkat akhir lainnya. Kami juga masih menikmati masa-masa bekerja di kantor bersama teman-teman yang lain. Penting sudah lulus.
Sebulan setelah proses yang aku tuliskan di atas berlalu, tiba-tiba ada lowongan kerja. Kami enjoy aja, coba mengirimkan CV dan surat lamaran ke perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Saat itu, kami juga mengukuti job fair di Brawijaya. Wira kaget, ternyata dia tidak bawa pas photo saat itu. Ah, tidak masalah lah, setidaknya tau bagaimana suasana job fair itu bagaimana. Pemanasan. Oke berlalu. Kami juga masih mengirimkan banyak CV dan surat lamaran ke perusahaan lain. Pokoknya kirim-kirim aja. Masuk atau tidak, itu tergantung rejeki. Ada satu perusahaan Honda di Soeta yang memanggil kami interview saat itu, tapi kami abaikan. Kami punya banyak kesibukan yang tidak bisa ditinggal. Entah apa, aku juga lupa. Kemudian tibalah saatnya kami berkeliling untuk mengirimkan surat ke fakultas di UMM. Aku sengaja dan sudah terbiasa mengantar surat-surat bersama Wira. Soalnya ada sesuatu di GKB 3, hahaha.. Kalo Wira bilang itu semua “GILAAAAAA”
Tiba di GKB 2 melewati mading Jurusan Akuntansi, kami melihat ada lowongan pekerjaan. Saling tanya, kemudian memutuskan untuk ikut seleksi. Coba-coba saja, begitulah kami menamai proses itu. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya kami pun boleh masuk dan ikut seleksi. Lagi-lagi tidak mengharapkan masuk, tapi hanya iseng-iseng saja. Bawa pulpen, duduk bersebelahan dengan Wira, sambil omong-omongan yang gak jelas. Wira malah masih sempat ngupil coba, hahaha bahaya banget dude yang satu ini. Soal datang, lembar jawaban terisi. Aku mah asal jawab aja, kecuali bahasa inggrisnya. Gak mau dong kalo aku zonk di English pikirku, hahaha. Wira serius banget ngerjainnya, sampe-sampe kertas buramnya gak cukup. Hahaha, lagi-lagi kata-kata itu keluar (Gilaaaaaaaaaa!). 90 menit berlalu, kami keluar, kembali ke kantor menjalani kegiatan seperti yang lain. Kata pengawasnya tadi kalo ujiannya lolos bakal di hubungi lewat SMS. Ah, masak iya kami lolos. Dan…………………… Kami lolos! Saling pandang, ketawa ngakak. Esok harinya menjalani tes yang kedua, wawancara awal. Aku sih berat hati tapi bingung juga kala itu, soalnya Astra International juga mengundangku untuk ter tulis di UB. Akhirnya aku putuskan untuk ikut yang di UMM saja. Tik tok, molor juga ternyata, sampe pindah tempat lagi, Oemjoy! OMG… Spent about two hour the test completed. Kami kembali, dan aku singgah di warung padang murah, tempat kami biasa beli makan sama rekan-rekan kantor.
Alhasil, ternyata kami masih lolos di wawancara dan diundang untuk tes berikutnya di kantornya langsung. Padahal, saat itu aku harus daftar TOEFL test dan tes TPA di UGM, ribet dikit. Namun aku menikmati semua proses itu. Selesai tes, kami langsung ke IDP, daftar TOEFL tes dan aku bersiap-siap alias packing untuk berangkat ke UGM. Oh tidak, apa mau dikata, ternyata tes ketiga itu juga kami lolos. Akhirnya, setelah dari UGM aku langsung pulang, masuk kantor dan minta izin buat tes ke Surabaya, interview tahap akhir katanya. Motor dude Wira selalu bisa diajak kompromi untuk menjadi teman yang baik di perjalanan. Ngeng ngeng ngeng, akhirnya tiba di Surabaya, melakukan persiapan, berangkat menuju lokasi tes,  masuk, wawancara dan melewati fase-fase wawancara gila, keluar, berlalu dan pulang. Sampe di kos kayak orang mau mati, capeknya gilaaaaaaaaaaaa!
Itu semua berlalu………… Sampailah pada fase terakhir, MCU atau yang biasa dikenal dengan medical check up. Waste time banget dua jam mondar-mandir MOG sampe gak taraweh dan kembali lagi ke Lab Sima untuk melakukan pengambilan sampel darah secara berkala pasca puasa 12 katanya. Tertawa dulu sejenak, tau kenapa? Tempat yang kam tuju untuk melakukan seleksi MCU ternyata salah, PD banget masuk kayak orang terhormat. Sampe di atas, eh mereka tidak ada pemberitahuan untuk melakukan proses MCU. Dan, benar, kami salah tempat. Proses itu berakhir dengan hadirnya perawat cantik, dokter cantik dan FO cantik di Lab Sima Malang itu. Sumpah, gila bener dah, apalagi gabung sama dude Wira ini. Matanya tidak mau terpejam sempurna dari awal masuk sampai selesai MCU. Ovel all, selesailah semua rangkaian seleksi. Dan, finally kita berdua (Al dan Wira) keterima di Perusahaan Sampoerna Tbk. Kejadian gila itu mulai terbaca sejak kami menyiapkan dokumen sebelum keberangkatan ke Surabaya. Semua dipersiapkan sampai-sampai rela nulis dan menandatangani surat pernyataan keluar dari tempat kerja yang lama. Pamitlah kami kepada semua pegawai kantor, mereka juga tampak sedih melepas kepergian dua orang GAK JELAS dari kantor itu. Singkat cerita, kami berlalu, keluar dari kantor DPPM. Wira tidak lupa motret gambar tulisan “DPPM” dan menjadikan DP di BBM nya sambil buat PM “See you next time DPPM, terima kasih untuk pengalaman yang begitu berarti”
DPPM, tinggal kenangan. Berlalu ke Surabaya, masuk hotel dan menikmati fasilitas layaknya orang kaya untuk beberapa hari. Wira tidak merasakan itu semua, karena ia ditempatkan di kampung halamannya dan cuma sendirian, jadi ia gak kebagian hotel. Aku masih sempat chat sama dia sebelum masuk kerja. Dengan perasaan tidak karuan, dan serba tidak enak aku bercerita kepadanya..
Aku :
“Ciee yang kerja dari rumah sendiri
Ciee yang biasa suka telat, besok udah gak bisa
Cieee yang gak dapat hotel”
Wira Utama :
Cieee yang kosnya mahal
Cieee yang harus adaptasi lagi
Ciee yang betahan di Malang”
Pengalaman paling looser itu terjadi, di hari pertama bekerja, setelah melakukan koordinasi, kami diberi tahu bahwa masa training akan terjadi selama tiga bulan. Dan kerjaan kami adalah sebagai sales. Oh God, rasanya mau pingsan ketika melihat gambar yang ada di kantor itu, contoh menjadi salesnya seperti apa.
Aku BBM Wira, aku bilang aku gak sanggup. Besok resign. Dia malah tertawa. “Aku coba dulu Al, keren kalo kata aku, aku coba dulu 3 bulan..”
Oke, aku keluar duluan. Malam harinya aku pulang ke hotel, aku telpon HRD nya, aku katakana bahwa aku keluar. Kemudian menyiapkan semua barang dan kembali ke Malang. Aku sudah merasa seperti dikejar setan ketika Managernya berkata akan menemuiku ke hotel itu. Aku kabur, malas aku bertemu dia. Berlalu. Jam 12 malam aku sampe di Malang. Untung pintu kos masih belum dikunci. Saved. Sampoerna what the fuck…!!!
Hari berlalu, aku lupa, tapi setelah beberapa hari di sana, Wira juga memutuskan untuk keluar dari kantor itu. Aku tidak mengira bahwa ia juga akan out sama seperti aku. Dan again, gilaaaak
Ini semua adalah pengalaman, pengalaman yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus ada pemanasan. Kami berlalu dari perusahaan itu, membawa diri dengan zonk. Kami menyebut proses itu adalah pemanasan, mulai dari ikut tes sampe masuk kerja hingga keluar dan itu semua adalah pengalaman. Pengalaman serta pemanasan. Ah, sudahlah, penting sudah masuk ke MOG selama dua jam, keliling gak jelas dan duduk di samping destro tanpa bisa mengunyah apapun karena masih harus puasa dua jam. Berdebu, letih, lelah, macet ke Surabaya dan hasilnya adalah zonk, ini adalah pemanasan. Pemanasan dan berpanas-panas sampe bisa out dari Sampoerna.

Merasakan banget bagaimana seharian jadi sales kayak orang mau bunuh diri karena kecapean. Keliling pake sepeda motor, ngelap etalase rokok dan menghitung hasil penjualan. Pake baju keren pulak. Dan gilanya, aku sudah mengadakan farewell party sama teman terdekat karena mau menghilang dari Malang. Malang kini kami kembali. Inilah yang terakhir, Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!!!

Selasa, 08 November 2016

Rizki orang beda-beda, kenapa harus resah?

Dahulu sebelum dilahirkan ke dunia, masing-masing kita telah berjanji bahwa urusan rizki, jodoh, dan maut sudah diatur dengan baik oleh Allah, bahkan kita pun sudah menyepakati itu. Lalu lahir ke dunia dan berproses tumbuh dan sampai pada fase dewasa. Ternyata, urusan dunia memang kadang suka membuat hati tidak terima dengan apa yang kita punya. Sering sekali orang di sekitar kita justru membandingkan kita dengan orang lain. Saya, kamu, dia, dan mereka pasti tidak suka jika hal-hal yang berkaitan dengan jodoh, rizki, dibandingkan antara satu dengan yang lain. Bagaimana harus berkutik dan mengelak serta menjelaskan bahwa masing-masing kita sudah dituliskan dengan takdir yang berbeda. Semakin dibandingkan, maka akan semakin menyakitkan rasanya. Perihal rizki, orang lain tidak mengetahui dengan jelas bagaimana usaha masing-masing kita. Kenapa harus komentar? Kita yang hidup, kita yang jalani, sementara orang lain acap kali berkomentar tentang apa yang kita lakukan.

Jika kita cemburu dan iri pada rizki orang lain, sudahkah kita iri pada kesusahan hidup yang orang lain rasakan? Harusnya kita bisa ingat itu. Justru dengan semakin melihat kepada kondisi orang lain, kita malah semakin tidak bersyukur. Nikmat Tuhan yang mana lagi yang akan kau dustakan? Jika kau cemburu pada rizki orang lain, kau juga harus cemburu pada musibah dan kegetiran takdir hidupnya? Sudahkah kau siap untuk hal itu? Yang kita lakukan sering kali melihat pada apa yang tidak kita miliki, semakin lupa dan tidak bersyukur terhadap apa yang Tuhan beri. Harus berapa kali dijelaskan, bahwa Allah sudah menyusun semuanya dengan baik dan terencana tanpa ada kecacatan sedikit pun. Bersyukurlah, karena dengan bersyukur, maka nikmat Tuhan akan semakin datang dan melimpah kepada kita. Bukan justru mengeluh, karena mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Syukuri apa yang kau punya hingga Tuhan akan bertambah sayang dan memberi nikmat yang tak terkira untukmu. 
Jangan sampai lupa bahwa hakikat rizki juga akan ditanya dibawa dari mana dan kemana akan dihabiskan rizki tersebut. Satu hal yang harus kita ingat, yang penting halal bukan banyak dan melimpah tapi hasil riba atau subhat statusnya. Sudahkah Anda bersyukur hari ini?
(08/11/2016)

Selasa, 01 November 2016

Memeluk Hujan

Tidak ada yang istimewa dari mereka ketika awal aku mengenalnya. Aku hanya menghabiskan waktu demi waktu untuk membaca pesan yang terpampang di layar hape mungilku tanpa tahu apa maksud dan arah pembicaraan mereka. Hari demi hari aku lalui dengan raut wajah datar tak bermakna. Belum lagi jika isi pembicaraan mereka tentang cinta, aku hanya akan menjadi pembaca yang diam. Tahu tanpa bersuara dan membaca tapi tak meninggalkan komentar. Tidak kusangka hal itu kemudian berubah seminggu setelah grup ramai dengan anggota baru yang datang. Malam itu satu persatu memperkenalkan diri agar saling kenal dan lebih dekat satu sama lain. Hari semakin malam, percakapan itu pun semakin panjang. Ada yang saling sadar bahwa mereka bertemu dengan teman lamanya di sana, ada juga yang sudah mendapatkan teman baik meski belum lama mengenal satu sama lain.
Adalah Ismayana Susanto, seorang mahasiswa Sastra Inggris dari Makassar yang memberikanku banyak info terbaru seputar kompetisi yang akan kami lalui. Ia banyak bercerita mengenai persiapan dan dokumen yang harus kami bawa ketika perlombaan itu digelar. Aku tahu dia seorang admin grup yang baik yang selalu mengingatkan anggotanya untuk melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi hari H. Melalui Mayo, begitu sapaan akrabnya, aku juga mengenal Alma, Fauzi, Fajar, Yasmin, Ullih, Rohman, Taufik, Rofiq, dan Vidiya. Semuanya adalah pejuang untuk mendapatkan kesempatan berlibur ke Eropa selama tiga tahun lamanya. Belum lagi Mirtha, kak Ririz, Ani, Sonia, Afrida, Dewi, Gaby, dan Rohmanto yang selalu hadir dengan teguran khas dalam setiap percakapan tentang masa depan.
“Pokoknya semua harus lulus ya,” tegas Rohman memulai percakapan saat malam Minggu menyapa. Meski malam itu hujan dan angin menyusup masuk ke ruangan, tapi kami tetap kepanasan dengan persiapan mengetahui hasil akhir. Semua harus lulus, kata itulah yang membuatku kagum dengan mereka. Bak sekumpulan dendam yang harus tersampaikan. Seperti rindu yang menghujam dan harus terbalaskan dengan saling tatap dan bertemu di kedutaan sebelum take off ke Eropa. Jika memang terpaksa ada yang tidak beruntung, aku akan menjadi saksi kejadian itu. Aku siap menggantikan apapun yang mereka inginkan. Karena bagiku mereka adalah cinta yang menjadi jembatan antara aku dan segala kenangan yang pernah hadir dan menyala. Mereka adalah penerang jalan, aku tak ingin mereka merasakan kesedihan. Jatuh cinta dengan mereka sama seperti jatuh cinta kepada seorang gadis. Aku hanya butuh waktu satu menit untuk merasakan kebersamaan dan kebaikan mereka, namun aku butuh waktu seumur hidup untuk melupakan mereka.
Ullih, Yasmin, Rohman, dan Alfi bahkan sudah merayakan apa yang akan kami rasakan dengan mengadakan pertemuan dan jalan-jalan singkat di daerah Ibukota. Vidiya, Atika, dan Andhika juga seharusnya berada di sana, namun cuaca saat itu tidak mendukung mereka bertiga untuk datang dan menemui Yasmin dengan ketiga rekannya yang lain. Semua tampak indah dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Begitu juga dengan harapan kami, semoga kabar baik akan segera kami dapatkan dan bersama-sama terbang menuju Eropa untuk merasakan atmosfer di Negara dengan dua benua, Turki. Sebelum tanggal yang kami nantikan itu tiba, mereka bahkan sudah menuliskan harapan dan impian apa yang akan kami lakukan nanti setelah sampai di sana.
Tepat setelah tiga bulan dari perkenalan singkat di grup tersebut, langit seolah runtuh. Aku tidak tahu apa yang salah dari kami. Tidak banyak dari mereka yang keluar sebagai pemenang. Rofiq bahkan mengaku bahwa dirinya tidak menerima kabar apapun terkait kompetisi itu. Aku tahu apa yang ia sembunyikan. Demi menjaga perasaan yang lain, ia dengan sengaja tampil sebagai seseorang yang sedang mengalami kegagalan. Air mata tumpah bak aliran sungai yang sudah tak terbendung. Satu sama lain saling menguatkan akan kegagalan yang baru saja kami rasakan. Sakitnya tak mampu dan takkan bisa diungkapkan dengan rangkaian kata. Banyak sekali jiwa yang menangis dan menumpahkan beban karena sudah tak mampu menerima kenyataan. Ah, akhir dari setiap percakapan selalu sabar, entah hati mereka mengiyakan atau hanya sebatas lisan saja yang berpura-pura mampu menerima kenyataan.
“Aku sudah tidak tahu lagi ini air mata yang ke berapa yang kembali tumpah, aku tahu sungguh sakit rasanya. Tapi aku punya kalian yang masih bisa menguatkan. Sudah lelah dengan sakit ini, aku tak kuasa menahannya, tapi Tuhan memberikan kabar ini karena Dia tahu kita kuat. Ya, kita semua kuat dengan hasil ini,” ungkap Mely sambil sesengukan menahan air matanya terus menetes agar tidak semakin deras.
“Percayalah, pasti ada yang lebih baik yang Tuhan siapkan untuk kalian. Entah itu di timur atau pun di barat, tujuan kita tetap satu, kita harus sukses,” timpal Pak Adhitya.
“Aku sudah merasakan penolakan seperti yang hari ini kita rasakan. Tapi, akan ada jalan lain yang kita tempuh untuk mendapatkan apa yang kita impikan. Biar sembuh dengan sendirinya semua luka yang kita rasakan sekarang. Kalian harus percaya di atas langit masih ada langit yang lain. Tetap semangat ya teman, semoga tahun depan kalian diberikan kesempatan yang sama,” lanjut Alma meyakinkan teman-temannya yang masih sendu ditemani rintik hujan yang mengalir dari sepasang mata mereka.
Hidup itu kosong, penuh, dan kembali pada kekosongan, tiada kekekalan yang abadi. Kadang kita mengawali sesuatu yang belum siap kita mulai, kadang juga kita mengakhiri sesuatu yang belum siap kita akhiri. Seperti apa yang kita rasakan hari ini, teruntuk kalian yang menang, maka kalian akan mengawali hidup baru, tapi untuk kami yang kalah, kami akan mengakhiri kisah. Begitulah seterusnya hidup. Mereka salah, ternyata kami tidak setabah daun yang bisa ikhlas begitu saja terjatuh kemudian terbang dan menghilang. Kami masih merasa begitu terjatuh, impian kami remuk, dan kini patah lalu teriris tipis-tipis. Ternyata kami semua bisa bersedih, menangis bahkan tak percaya dengan apa yang kami terima saat ini. Pahit sekali rasanya. Kami tak sekuat yang kami kira, sakit sekali saat terjatuh dan ditimpa terjangan hujan yang datang dari kedua mata kami sendiri. Tapi, bukankah hidup harus terus berjalan meski harus tertatih-tatih atas titah Tuhan karena impian dan kenyataan yang tak sejalan.
Teruntuk kisah hidup yang sudah terjadi dan terbingkai dalam balutan kanvas pecah karena jatuh berantakan, berlalulah. Pada setiap harapan yang tersusun rapi dan kini hancur, menjauhlah. Kami manusia, biarkan waktu dan redup cahaya lampu ruang tengah yang akan menemani hari-hari kami berlalu dan menyembuhkan semua luka ini. Suatu hari nanti, akan ada masa kita semua bertemu kembali dalam kesempatan yang berbeda dengan cerita yang tentunya akan lebih mengharukan dari yang telah terukir saat ini. Meski sudah dalam situasi yang berbeda, semoga canda tawa tetap sama. Kitalah pejuang kebaikan masa depan sesungguhnya. Semoga mimpi yang kita usahakan, harapan yang kita do’akan, serta kekecewaan yang hinggap ini akan menjadi kisah baik dan digantikan oleh pemilik semesta alam dengan kejutan yang tak kalah mengejutkan. Sudahi air mata kalian, jangan biarkan menetes lagi dan lagi, peluklah karena kelak Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kalian juga hujan yang telah jatuh dan kalian ciptakan. Hujan itu akan berubah menjadi suatu kebahagiaan, percayalah!


-Hidup adalah kompetisi-

Dengan Kau terlahir dari rahim Ibumu dalam wujud yang sempurna, itu adalah tanda bahwa Kau adalah pemenang yang telah mengalahkan beribu sel sperma. Percayakah Kau, bahwa hidup ini sesungguhnya adalah suatu rangkaian kompetisi yang harus Kau lalui dengan baik. Kau berkompetisi dengan sesama saudara kandungmu, Kau berkompetisi dengan teman sekelasmu, Kau berkompetisi dengan teman satu kosmu, Kau berkompetisi dengan teman satu daerahmu, Kau berkompetisi dengan sahabatmu, Kau berkompetisi dengan teman sekampusmu, Kau berkompetisi dengan juniormu, dengan seniormu, dengan tetanggamu, dengan dosenmu, dengan gurumu, dengan teman satu organisasimu, dengan teman lintas universitas yang Kau kenal, dengan teman UKM mu, dengan lingkunganmu, dengan musuhmu, dengan orang yang membencimu, dengan orang yang Kau sebut kekasih, dengan orang yang Kau sebut soulmate, dengan orang satu desamu, dengan orang sekabupatenmu, dengan orang sepropinsi denganmu, dengan orang senegara denganmu, dengan orang yang berbeda negara denganmu, dan dengan semua orang, mulai dari yang dekat denganmu hingga yang paling jauh denganmu. Kau sejatinya sedang berkompetisi untuk memenangkan sebuah lomba yang sering Kau sebut kesuksesan. Kau berkompetisi dengan mereka semua untuk menunjukkan siapakah yang menang dalam kompetisi tsb, siapakah yang lebih sukses, dengan ukuran sukses yang tentunya berbeda. Bukankah Kau pernah menang dalam mengalahkan ribuan sel sperma kemudian Kau berhasil masuk ke rahim Ibumu dan kemudian terlahir ke bumi? Lantas mengapa saat Kau sudah berada di bumi dengan begitu mudah Kau mengatakan dan berdalih bahwa Kau tak layak memenangkan kompetisi yang lain? Kau mengaku Kau punya kekurangan, Kau bilang ada yang lebih pintar, Kau ungkapkan ada yang lebih cerdas. Sebegitu mudahkah Kau mengalah? Saat yang lain sibuk menyiapkan amunisi untuk memenangkan kompetisi, Kau justru berdalih tak mampu, bukan bidangmu, bukan keahlianmu. Lalu keahlianmu apa? Berkata bahwa Kau ditakdirkan tak mampu bersaing? Berdiam diri dan menjadi saksi bahwa Kau memang harus kalah dalam kompetisi, dan berkata bahwa Kau ditakdirkan untuk kalah dan tidak beruntung, bahkan mungkin Kau mengakui bahwa Kau memiliki keterbatasan untuk bisa menaklukkan lawanmu. So, please open your eyes, di luar sana masih banyak yang tak bertangan dan tak berkaki tapi mereka bisa jadi pemenang, Kau kurang apa? Di luar sana ada yang tak memiliki mata dan tak bisa mendengar, tapi mereka bisa jadi pemenang, Kau kurang apa? Di luar sana banyak yang tak sesempurna jasad yang Kau punya, tapi mereka bisa jadi pemenang, Kau kurang apa? Kenapa terus berdalih bahwa Kau memiliki keterbatasan? Sudah berapa kali Kau mencoba? Sudah berapa kali Kau gagal? Apakah Kau sudi disamakan dengan mereka yang cacat, bertubuh tak sempurna, lalu Kau kalah begitu saja. Kau habiskan banyak waktumu terbuang sia-sia. Ketika ditanya kapan Kau akan berkompetisi, Kau tak malu mengatakan nanti nanti dan nanti. Sudah berapa banyak kemenangan yang Kau torehkan selama Kau hidup? Sudah berapa banyak Kau buat orang tuamu menangis bangga karena pencapaianmu? Sudah berapa jauh Kau kayuhkan kaki untuk melakukan hal yang baik demi menaklukkan kompetisi di dunia ini? Silakan Kau jujur pada dirimu sendiri, Kau lah yang paling tahu kadar dalam dirimu, Kau lah yang bisa menggerakkan jiwamu, bukan hanya sekedar menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kelak akan membuatmu menyesal. Karena penyesalan akan hadir di bagian belakang dari hidup ini. Percayalah, Kau kini sedang berkompetisi untuk bisa sukses. Sukses dengan terus bermanfaat bagi orang lain, sukses untuk hidup bahagia, sukses untuk hal baik yang bisa mengantarkanmu ke surga. Sukses dunia dan sukses di akhirat tentunya. Aku ingin Kau sadar, Kau masih punya waktu untuk berkompetisi dan melakukan banyak hal positif agar Kau menjadi pemenang sejati. Moving!


No Bad Day

Tidak ada hari yang buruk. Hari di mana keinginan-keinginanmu tidak tercapai adalah hari yang akan membuatmu lebih dewasa. Sementara hari di mana kamu merasa sedih, tidak nyaman, atau cemas adalah hari yang kelak akan kamu syukuri saat kamu punya lebih banyak waktu untuk berusaha lebih mengerti pada diri sendiri.

Different Passion, Keep Respect!

Ada saat dimana masing-masing kita harus lebih sering duduk sendiri sambil mengatakan kepada diri pribadi bahwa passion masing-masing orang memang berbeda. Sebelum jauh berkata dan mengurusi passion orang lain, lebih baik kita sadarkan diri kita masing-masing. Karena dalam perjalanan karier hidup, setiap kita memang memiliki keahlian yang berbeda. Tidak mungkin disama ratakan, tidak juga bisa dipaksakan. Apalagi kalau berkata "Nyoba ini kenapa, si A lho juga nyoba dan dia bisa. Kamu kok nyoba begini saja tidak bisa." "Pilih-pilih sekali dalam menjalani profesi, dicoba aja semua kenapa." Dan banyak jenis ungkapan lain yang mungkin bisa merusak atau menyakiti hati orang lain. Sadarlah sedikit, jika kiranya tidak bisa memberikan dukungan, lebih diam. Jika tidak mampu memberikan support terbaik, alangkah baiknya diam. Karena memang passion masing-masing orang berbeda, sebagaiman Allah menciptakan kita juga berbeda-beda. Kalau semua sama, kan jenuh. Kayak lemak, lemak jenuh. Gak asyik kedengerannya kaan? Dan kalau pun ada seseorang denga keahlian yang berlipat ganda atau multitasking, ya mungkin dia adalah generasi pilihan yang memang dikaruniai Tuhan banyak keahlian. You know, kalau mengikuti passion orang, gak bakal ada bedanya di dunia ini, semua sama, gak asyik. Sekali lagi, passion orang berbeda, ada yang petani, pelaut, akademisi, polisi, bidan, perawat, pengusaha, dll. Hormati profesi orang lain. Jangan suka nyinyir, gak baik, gak elok, gak usah diulang. Karena selama seseorang nyaman dengan profesinya dan Anda nyaman dengan profesi Anda, perbedaan itu bukan menjadi pertentangan bukan? Coba lebih sering menyadarkan diri sendiri yuk, jangan sampai kata-kata yang keluar itu menyinggung profesi orang lain. Tanpa bosan saya menuliskan bahwa passion setiap orang boleh saja berbeda. Jalani saja passionmu, tanpa menyepelekan passion orang lain. Ingat, ada hal yang bisa dipaksakan, tapi jangan sampai membuat sakit hati orang lain apalagi berkata kasar dan tidak terpuji. At least, please keep your manner and attitude, so other people may keep respect to you.
#differentpassion #respecteachothers

Jejak Pemimpi

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah..


Like sometime kita merasa  bahwa usaha kita udah sampai di ujung jalan, udah gak mungkin berhasil, udah gak mungkin lolos, dan berbagai pemikiran lain yang sering terbesit di benak kita saat kita sampai pada fase yang sulit ini.


Tapi, kadang kita hanya butuh melihat lebih dalam dengan keadaan sekeliling kita. Sukses itu bukan hal instan yang dapat dibeli dengan sehari berusaha, sejam duduk di depan laprop, atau dengan senyum-senyum manis. Not, sukses itu memang butuh perjuangan. Coba dilist, sudah berapa kali kita sukses? Terus belajar lagi dari kesuksesan itu, emang iya kita mendapatkannya dengan mudah? Nggak kan? So, keep strong and moving forward ya!

Seperti Analogi Busur Panah

Pertemuan antara kehendak kita dan kehendakNya bagaikan angin yg membatasi busur panah kita dgn sasaran,. Meskipun perhitungan kita sangat akurat, bisa saja angin membelokkannya ke arah yg lain,. Tugas kita hanyalah memfokuskan perhatian pada sasaran, mempersiapkan segala kemungkinan untuk berhasil, selanjutnya biarkan ketentuanNya yg bermain:)

*hidupinibegitusingkat

Pernah Nggak Kamu?

Pernah gak kamu memikirkan masa depan, seperti menerka-nerka apa yang akan terjadi dan ternyata kamu belum siap untuk menghadapinya? Jika pernah, mungkin kita sama, lebih kepada sebuah rasa cemas yang hadir sebenarnya, bukan karena takut untuk tidak menghadapinya, tetapi memerlukan amunisi yang tepat untuk menjalani itu semua. Seberapa sering kita meminta kepada Tuhan agar dikuatkan, sesering itu pula Tuhan hadir dan memberikan kita bimbingan. Tidak lagi tentang kegelisahan hati menebak masa depan, tapi persiapan matang memang dibutuhkan agar bisa menjadi insan terbaik dan generasi pilihan. Itu semua bergantung pada usaha kita, doa kita, dan seberapa kuat kita berusaha untuk terus bertahan. Sering menggalaukan bukan? Haha, nikmati saja!
Semakin jauh jarak dari rumah, semakin banyak yang harus dikorbankan, dan memilih salah satu di antara semuanya adalah tidak mudah. Pada akhirnya, keputusan yang kita ambil adalah salah satu jalan penerang masa depan. Karena kita tidak bisa mendapatkan semuanya, membahagiakan semuanya, tapi setidaknya diri kita sendiri bahagia. Coba pikirkan, kenapa harus memikirkan perasaan orang lain, nasib orang lain, sementara kamu sendiri gak bahagia. Kamu adalah pemeran utama dalam hidupmu dan semua yang kamu lakukan adalah sejatinya untuk dirimu, bukan untuk yang lain. Kita tidak akan pernah bisa menyenangkan hati semua orang, karena masing-masing kita memiliki pandangan yang berbeda. Kalau hari demi hari yang kita pikirkan hanya perasan orang lain, sikap orang lain terhadap kita, lantas kapan kita memikirkan diri kita sendiri, kebahagiaan kita?
Datanglah pada mimpi yang kemarin, Saat hidup mulai terseok-seok pada masa yang menanti dihadapan, Hiruplah udara pada mimpi yang kemarin, Jangan datang pada mimpi malam tadi, Karena ia tak cukup hati untuk menguasai, Datanglah pada mimpi yang kemarin, Teriakan-teriakan manja yangkan kau harukan, Teriakan-teriakan sendu yangkan kau harapkan, Manja nan sendu mimpi-mimpi kemarin, Ia cukup manis pada kemarin, Dan ia kan lebih manis untuk saat ini, Hingga senyum mukan merekah pada masa dihadapan, Mimpi yang kemarin, Mimpi tua yang masih tetap muda, Datang saja pada mimpi yang kemarin, Manja dan bersendulah kembali, Jika hidup mulai terasa sukar untuk dinikmati, Datanglah, datang saja…



Terlalu Cepat Kau Berlalu

Anggra menundukkan pandangan dan enggan menatap empat orang teman yang berada di sampingnya. Bukan ia tidak mau untuk bertahan melanjutkan perjuangan hingga akhir seperti yang mereka janjikan. Namun, permintaan orang tua selalu saja menjadi pertimbangan baginya untuk mencoba melangkah mundur. Mala terkesima memandang temannya yang baru saja memutuskan hal terberat yang pernah ia rasakan dalam hidupnya. Harus berpisah dengan sahabat karib yang belum lama mereka bekerja di tempat yang saja. Berulang kali ia meminta Anggra mengurungkan niatnya dan memohon agar tetap bertahan, namun Anggra seperti tak mampu menolak pinta kedua orang tuanya. Seluruh isi ruang tamu itu kini terdiam seperti tak memiliki lisan dan kekuatan untuk angkat bicara. Apalagi yang mau mereka harapkan jika ternyata mereka harus terpisahkan.
“Kamu tau kan Anggra kenapa aku ada di sini saat ini? Bukankah keberadaanku di sini karena memang dulu kau pernah memintaku untuk bekerja bersama di tempat ini. Lantas? Mengapa kau mundur?” Putra berkata sambil memandang langit-langit ruangan itu dengan pandangan pilu. Jika saja semua yang terjadi bisa diatur seperti kehendak mereka, mungkin keputusan itu takkan pernah terucap. Anggra terlihat sangat terpukul dengan apa yang baru saja diungkapkan Putra, sahabatnya. Terhitung Maret di awal tahun itu, baru dua bulan mereka berkumpul bersama, tapi perpisahan tidak dapat dihindarkan. Jika itu yang harus dihadapi, untuk apa Zet, Iko, Mala, serta Putra beradu sekuat tenaga agar bisa menjadi rekan kerja Anggra selama ini.
Kantor tidak akan pernah sepi jika mereka hadir dan duduk bersama di dalamnya. Namun, hal itu kini akan berganti jika Anggra harus berlalu dan meninggalkan tempat ini terlebih dahulu. Aku menyaksikan bagaimana mereka hidup seperti terlahir dari satu ibu, penuh canda, tawa hingga mengakhiri semua beban kerja bersama. Tapi, hal itu kini akan menghilang karena satu bagian dari lima kepingan yang ada akan menghilang. Bukan berarti aku tak rela melihat hal itu terjadi. Namun, hati kecilku memahami jika tidak semua yang berjalan akan sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Aku selalu memperhatikan mereka, kebersamaan itu seperti takkan hilang ketika aku melihat mereka sebulan yang lalu. Huh! Beginilah proses kehidupan, manusia hanya bisa merencanakan dan menulis banyak mimpi yang mereka inginkan. Sedangkan untuk hasil, Allahlah yang akan menentukan.
Saat memandang langit kelam begitu hitam pekat, cahaya akan hadir jika mereka berlima berkumpul dan bercengkerama dengan segala hal yang mereka perbincangkan. Hal itu akan berlalu, tidak lama lagi. Meski sejujurnya semua tidak menginginkan hal itu terjadi. Bukankah baru saja mereka merasa kesepian saat Putra meninggalkan tempat penuh tawa itu untuk beberapa hari saja. Kini, kesepian itu akan berlanjut. Mereka akan kehilangan satu pondasi untuk melewati arus panjang yang akan dihadapi. Kehangatan tawa itu akan tetap diingat, meski sudah tidak seindah dulu. Anggra, terlalu cepat kau berlalu. Empat rekanmu masih begitu mengharapkanmu menjadi pemandu mereka di tempat itu.
Sanggupkah kau bayangkan sendok tanpa garpu? Mungkin begitulah mereka jika tanpamu Anggra. Menikmati hari seolah semua baik-baik saja. Padahal, ada satu hal yang hilang di dekat mereka. Jika kau sudi, bayangkan jika malam akan hadir tanpa ditemani siang, apa yang akan terjadi? Tak sudikah kau bertahan demi mereka Anggra? Silakan kau jawab sendiri. Kemudian pikirkan jika memang gembok takkan terpisah dari kuncinya, begitu pula keempat rekanmu Anggra.
Sulit membayangkan bagaimana keempat manusia itu harus beradaptasi kembali dengan orang baru jika Anggra berlalu. Entahlah! Cerita mereka memang sudah seperti ini adanya. Biarkan saja terjadi jika sudah tidak bisa dibenahi lagi. Andai benar Anggra berlalu, semoga semua akan baik-baik saja. So? Apapun yang akan terjadi, memang sudah seharusnya terjadi dan begitulah rotasinya.
“Saat di mana kita harus bertemu, tidak berarti tanpa perjumpaan yang tidak berarti, dan ketika waktu itu telah datang, bukan perpisahan yang menjadi kenangan, namun kebersamaan itu yang akan menjadi kenangan. Untuk kemarin, saat ini, dan nanti, semua kenangan itu telah ada di dalam hati ini kawan”

Tulisan ini ada catatan perjalanan, aku tulis ketika aku menanti reda hujan. Di persimpangan jalan itu aku membayangkan, bahwa dalam setiap pertemuan, langkah, derap perjuangan, akan ada perpisahan yang tidak bisa kita hindarkan. Lalu, aku tersadar, jika perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan menjadi satu batu loncatan yang bisa menjadikan kami lebih berarti lagi dalam menyikapi dan menjalani hidup. Sekuat apapun kami meminta untuk tidak dipisahkan, untuk tetap disatukan, langkah hidup takkan berhenti di satu tempat saja. Bagai kawanan burung yang terus gigih menghinggapi satu pohon ke pohon yang lain, seperti itulah seharusnya kehidupan. Kemudian, apapun yang terbaik untuk kalian, maka perjuangkanlah sahabat, dukungan penuh akan kami berikan. Sepanjang hari menghabiskan waktu bersama kalian, telah menjadikan diri ini enggan untuk mengakhiri percakapan itu kawan. Namun, akhir masa itu telah datang, dan berharap akan menjadi akhir yang begitu mengharukan. Nikmatilah! 

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...