Jumat, 26 Januari 2018

Surat Terbuka Untuk Dilan

Dear Dilan,
Setelah melihat engkau muncul dalam kehidupan para generasi muda, aku kemudian berpikir menulis surat ini untukmu. Sebagai penyambung pesan dari banyak manusia yang sudah menyaksikanmu. Sebab, di antara mereka ada yang menangis karena tak kuasa menahan haru saat melihatmu.
Dilan,
Kamu pasti tahu, bahwa dahulu manusia hidup dengan diberikan beban, amanah, serta tanggung lalu mengatakan itu berat. Katamu rindu itu berat. Sadarkah kau Dilan, yang berat itu bukan rindu, tapi amanah yang dipikulkan kepadamu. Ya kamu!
Dilan,
Kamu tahu, jaman sekarang banyak sekali manusia yang hidup dengan begitu bangga karena jabatan, pangkat, dan harta yang dimilikinya. Mereka menumpuk itu semua demi terlihat wow di depan manusia. Masihkah engkau mengatakan bahwa menahan rindu sambil seseunggukan dibawah rintik hujan adalah sesuatu yang paling berat, Dilan? Bukankah yang berat adalah bagaimana mempertanggung jawabkan harta yang kita dapat. Dari mana dan untuk apa digunakan?
Dilan, aku beritahu padamu. Masih kau kau berkata bahwa mempertanggungjawabkan harta itu tidak berat jika yang kau gunakan adalah keringat orang namun tak kau bayar? Bagaimana Dilan?
Dengarkan baik-baik Dilan. Kau dikirimkan ke dunia ini untuk menjadikan dirimu bergerak, bekerja, dan melakukan tanggung jawab atas amanah yang diberikan Dilan. Bukan untuk banyak gaya, banyak memuji dan banyak bercerita sana sini tapi tak memberikan kontribusi apa-apa. Lalu, untuk apa uang tunjangan yang selama ini kau teriam Dilan, uang panaskah itu?
Dilan, sekali lagi kukatakan bahwa yang berat itu bukan menahan rindu, tapi karena kamu diperlakukan tidak adil. Itu lebih dari berat Dilan, sakit wkakakaka
Haruskah korupsi, kolusi, dan nepotisme dijadikan lifestyle Dilan?
Tahukah kau bahwa jaman sebelumnya manusia menggunakan kacamata dan kawat gigi hanya saat mereka merasa sakit di mata dan giginya. Namun Dilan, saat ini manusia justru berlomba-lomba memakai keduanya sebagai bahan gaya paling utama.
Dilan,
Haruskah fenomena itu berlanjut dengan yang lain, dimana setiap orang harus menjadikan kursi roda sebagai lifestyle agar dianggap gaul? Hahaha, aku jadi cemas Dilan.

Dilan, btw bagaimana nasib kursi roda berikutnya ya? Apakah akan sama dengan kawat gigi dan kacamata? Khawatir kah kau Dilan? wkakakaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...