Kamis, 01 Februari 2018

Yuk, Sebentar Cek Kualitas Diri Kita

Pernahkah Anda berpikir apa sebenarnya tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini? dalam beberapa kesempatan, saya diberi tahu oleh rekan bahwa hidup di dunia ini tidak ada arti apa-apa dihadapan Allah meski diibaratkan dengan seekor nyamuk. Dari waktu ke waktu yang kita jalani hingga seseorang misal tutup usia di umur 63 (usia rata-rata manusia jika melihat usia wafatnya Rasul), itu hanya untuk menunjukkan di antara manusia, siapa yang paling baik amalnya. Dalam tuntunan hidup kita tahu bahwa setiap kita akan merasakan kematian dan hanya kepada Allah-lah kita semua akan dikembalikan.
Firman Allah; Apakah kamu puas dengan kehidupan dunia sebagai pengganti kehidupan akhirat? Padahal kenikmatan kehidupan dunia jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat hanya sedikit sekali (At-Taubah: 38). Firman Allah yang lain; satu hari di sisi Allah itu sama dengan seribu tahun dengan yang kita hitung. Berarti kalau usia kita 60 tahun, itu hanya 1,5 jam di sisi Allah. Lalu apakah untuk mempertahankan 1,5 itu kita rela menggadaikan kehidupan di dunia? Ada yang menjual diri untuk bertahan hidup, ada yang korupsi buat bisa bertahan hidup, ada yang saling sikut kanan kiri untuk mendapatkan kekuasaan demi uang untuk bisa bertahan hidup, ada yang saling bunuh demi bertahan hidup, ada yang saling sogok demi cita-cita yang katanya demi mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Pun, juga ada yang menghardik orang lain, mendzalimi orang lain, mengambil hak orang lain, menindas orang lain, mengutuk yang terlihat kecil dan lemah untuk bertahan hidup. Menghalalkan segala cara demi mengumpul rupiah demi rupiah demi bertahan hidup. Dimana letak akal manusia?
Bukankah kehidupan dunia ini adalah sendau gurau belaka, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik jika kita bertakwa. Cobalah bayangkan, misal masuk polisi atau PNS kemudian saling menyogok dan disogok. Kembali ke hadist Rasul: Setiap yang melakukan perbuat menyogok dan disogok itu masuk neraka, baik pelaku, saksinya, orang yang memfasilitasinya, dan setiap yang menyaksikannya. Kalau kita sadar uang yang kita dapat dan kita terima adalah untuk nafkah hidup, bagaimana mungkin kita kuat untuk hidup dengan uang panas, yang kemudian itu kita berikan untuk orang terbaik kita, keluarga kita, anak istri misalnya. Lalu kemudian dari uang panas itu menjadi darah dan daging anak cucu yang kemudian terus putar dan berputar. Padahal, apa kata Allah: Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapakah yang baik akhlaknya? (AL-Mulk:2).
Ada lagi yang menjual diri dan kehormatan demi makan dan demi bertahan hidup. Inalilahi. Bukankah kata Allah setiap kita sudah dijamin rizkinya, bahkan hewan melata pun sudah dipastikan makannya oleh Allah. Sudah habiskan stok akal sehat kita, hingga bahkan untuk sekedar bisa makan saja harus menjual kehormatan. Ini dunia kata Allah cuma 1,5 jam di sisiNya. Dan untuk mempertahankan 1,5 jam yang kita hitung sekitar 60 tahun itu, kita rela menghalalkan segala cara untuk sekedar terlihat kaya, terlihat mewah, berada, hingga bahkan ada dan tak jarang yang menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan hidup. Kemudian kata Rasul; tidak akan beranjak langkah seseorang ketika ia meninggal hingga ditanya hartanya dari mana didapat dan untuk apa dihabiskan. Ilmunya dari mana ia dapatkan dan untuk apa diamalkan. Tentang umurnya untuk apa dihabiskan, serta tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan.
Kuat nggak membayangkan, misal ditanya; kamu dapat harta dari mana kok bisa kaya? Terus kita jawab, ini hasil korupsi. Korupsi uang E-KTP. Korupsi uang penelitian, korupsi uang pendidikan di daerah terpencil, korupsi uang SPP mahasiswa. Korupsi uang pembangunan gedung kampus. Untuk apa kamu habiskan harta kamu? Untuk menyogok anak saya masuk polisi, untuk menyogok anak saya masuk PNS, untuk menyogok anak saya masuk dokter, untuk menyogok anak saya masuk tentara, untuk menyogok anak saya agar lolos di kampus ternama. Yakin nggak ngeri membayangkan itu semua?

Buat apa kaya, hidup bergelimang harta kalo itu hasil jual diri, hasil korupsi, hasil mengambil hak dari keringat orang lain, hasil belot depan belakang, hasil sikut kanan kiri. Sedang semua tingkah laku dan apa yang kita kerjakan kelak akan dipertanggung jawabkan. Yang jadi bawahan kelak akan ditanyai akan tanggung jawabnya. Yang jadi pemimpin kelak akan diminta tanggung jawabnya. Yang jadi bos, yang jadi OB, yang jadi security, yang jadi dosen, yang PNS, yang polisi, yang dokter, yang semua mua akan diminta tanggung jawabnya dihadapan Allah. Lalu apakah untuk melewati kehidupan dunia ini harus menghalalkan segala cara? Cukup jelas didalam Al-Qur'an. Kebaikan sekecil biji atom pun akan dibalas, juga keburukan dan kejelekan sikecil biji atom pun akan mendapat ganjaran.

Yuk buka mata, ajak logika dan hati untuk berpikir lebih jernih untuk memaknai hidup. Sederhana bahagia dan halal akan lebih baik daripada serba tapi hasil tikung menikung, belot membelot, dan sikut menyikut kanan diri depan belakang, atas bawah. *Tulisan ini tidak ingin menyudutkan siapa pun, tapi sebagai pengingat diri sendiri, juga orang-orang yang berkenan membacanya. Selamat bergembira di Jum'ah Berkah semuanya.

1 komentar:

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...