Banjir di Kalimantan Barat telah menjadi masalah yang kian meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat dan lingkungan. Meskipun banjir adalah fenomena alam yang sulit dihindari, tingginya intensitas dan frekuensinya di wilayah ini mencerminkan adanya faktor-faktor struktural yang lebih dalam, seperti pengelolaan lingkungan yang buruk, perubahan iklim, dan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Anehnya lagi, di Kalimantan Barat ini, wilayah yang masuk dalam bagian hilir pun tahun ini terkena banjir seperti Sambas, Bengkayang, dan Singkawang juga Mempawah.
Kalimantan Barat ini memang memiliki kondisi geografis yang sangat rentan terhadap banjir. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar, seperti Sungai Kapuas, yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Sungai-sungai ini sering meluap pada musim hujan, menyebabkan banjir besar yang merendam pemukiman dan lahan pertanian. Curah hujan yang tinggi selama musim penghujan menjadi salah satu faktor utama terjadinya banjir. Selain itu, fenomena perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem juga memperburuk situasi ini. Namun, penyebab utama banjir di Kalimantan Barat tidak hanya berasal dari faktor alam, tetapi juga ulah manusia. Penggundulan hutan yang masif untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit dan tambang, misalnya, mengurangi kemampuan alam untuk menyerap air hujan. Tanpa pohon dan vegetasi yang cukup, air hujan tidak dapat diserap dengan baik dan langsung mengalir ke sungai, menyebabkan aliran sungai menjadi lebih cepat dan meluap. Hal ini semakin memperburuk masalah banjir yang sudah ada.
Banjir yang sering terjadi ini tidak hanya merusak infrastruktur, tapi juga mengancam hak-hak dasar masyarakat, seperti akses terhadap tempat tinggal yang layak, pangan, dan layanan kesehatan. Selain itu, banyak lahan pertanian yang terendam, yang berpengaruh pada mata pencaharian warga yang bergantung pada sektor pertanian. Banjir di Kalimantan Barat telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Setiap tahun, bencana alam ini menyebabkan kerugian besar baik dari segi materi, kesehatan, hingga sosial-ekonomi. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah kenyataan bahwa banjir sering kali merampas hak-hak dasar masyarakat untuk hidup layak.
Salah satu dampak langsung dari banjir adalah rusaknya rumah-rumah warga yang terendam air. Wilayah yang terletak di sepanjang bantaran sungai, seperti di sekitar Sungai Kapuas. Mirisnya untuk musibah banjir di awal tahun 2025 ini, wilayah yang biasa tidak terkena banjir pun, sekarang menjadi terdampak. Rumah-rumah yang dihuni oleh banyak keluarga harus digusur oleh air, membuat mereka kehilangan tempat tinggal yang aman dan nyaman. Dalam beberapa kasus, banyak rumah yang tidak dapat diperbaiki setelah terendam, memaksa warga untuk tinggal di tempat penampungan sementara tanpa fasilitas dasar. Hal ini secara langsung merampas hak atas tempat tinggal yang layak dan aman, yang diatur dalam berbagai konvensi hak asasi manusia, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Banjir juga merampas hak masyarakat untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Banyak masyarakat Kalimantan Barat yang menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian, terutama pertanian padi, hortikultura, dan perkebunan kelapa sawit. Ketika banjir merendam lahan pertanian mereka, hasil panen rusak dan lahan menjadi tidak produktif untuk sementara waktu. Sebagai contoh, banyak petani padi yang tidak bisa memanen karena sawah mereka terendam air, sementara kebun kelapa sawit rusak akibat tanah yang terendam air dalam waktu lama. Akibatnya, banyak keluarga yang kehilangan mata pencaharian, yang mengancam hak mereka untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Kehilangan sumber pendapatan ini memperburuk kondisi ekonomi mereka, meningkatkan kemiskinan, dan menghambat akses mereka terhadap layanan dasar lainnya.
Banjir juga menyebabkan terputusnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Fasilitas kesehatan, seperti puskesmas atau rumah sakit, sering kali terendam air, yang menyebabkan gangguan dalam pelayanan medis. Selain itu, banjir juga memperburuk kondisi sanitasi dan meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan air, seperti diare, leptospirosis, dan malaria. Dengan terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan, hak masyarakat untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang layak menjadi terabaikan. Sektor pendidikan juga terdampak, dengan sekolah-sekolah yang terendam banjir atau rusak parah. Hal ini mengganggu proses belajar mengajar, menghambat pendidikan anak-anak, dan merampas hak mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak. Beberapa siswa harus mengungsi bersama keluarga mereka, menghindari area banjir, dan tidak dapat mengikuti kegiatan belajar.
Ketika banjir melanda, distribusi barang kebutuhan pokok, terutama pangan, sering terganggu. Infrastruktur transportasi yang rusak, seperti jalan yang terendam air atau jembatan yang putus, menghambat distribusi barang ke daerah-daerah terdampak. Hal ini menyebabkan kelangkaan barang kebutuhan pokok di pasaran, yang pada gilirannya meningkatkan harga pangan. Masyarakat yang sudah terhimpit oleh bencana ini terpaksa membeli barang dengan harga yang jauh lebih tinggi, yang merampas kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, yang merupakan hak hidup layak mereka.
Banjir yang sering terjadi, terutama yang disebabkan oleh aliran air yang cepat akibat kerusakan lingkungan, mengurangi kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Kerusakan ekosistem akibat deforestasi untuk membuka lahan perkebunan dan pertambangan memperburuk kondisi ini. Ketika hutan yang berfungsi untuk menyerap air hujan hilang, aliran air menjadi lebih cepat dan intens, sehingga banjir menjadi lebih sering dan lebih besar. Kerusakan lingkungan semacam ini mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada alam dan sumber daya alam untuk bertahan hidup. Biasanya kalau hujan di Pontianak, bangun tidur biasa saja. Sekarang bangun tidur yang pertama dilihat adalah genangan air. Sambal nyanyi, bangun tidur ku terus lihat banjir, sampai bingung kemana harus gosok gigi, masak iya harus ngungsi ke masjid lagi wkwkwk. Miris sekali banjir ini. Sekarang wilayah Sambas, Landak, Mempawah, Singkawang, Kuu Raya yang parah banjirnya, nanti lama-lama Kalimantan Barat tenggelam dengan orang-orang didalamnya. Miris bukan?
Sering kali dalam proses pembangunan, baik itu infrastruktur, perkebunan, atau pertambangan, kepentingan manusia dan lingkungan terabaikan. Fokus utama sering kali pada keuntungan ekonomi jangka pendek, sementara dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan ekosistem sering kali diabaikan. Banjir ini bukan lagi tentang genangan air, tapi lebih ke ritual musibah setiap tahun yang tak kunjung membaik bahkan semakin tahun, semakin buruk mitigasi yang diupayakan. Banjir di Kalimantan Barat bukan cuma musibah, tapi juga sebagai bentuk hilangnya hak hidup layak bagi masyarakat karena terpaksa mengungsi demi menyelamatkan diri. Belum lagi sektor perekonomian yang juga pasti terdampak dari musibah tahunan ini.
Sebagai contoh, dalam upaya membuka lahan untuk perkebunan atau pembangunan infrastruktur, sering terjadi deforestasi besar-besaran yang merusak keseimbangan alam. Ini mengarah pada erosi, hilangnya habitat satwa liar, serta memperburuk bencana alam seperti banjir. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana ini sering kali menjadi yang pertama merasakan dampaknya, tanpa mendapatkan cukup dukungan atau perlindungan dari kebijakan yang ada. Pada tahun 2025 ini, tercatat ada 99 desa dari 33 Kecamatan di Sambas, Bengkayang, Singkawang, Landak, Kubu Raya yang menjadi korban banjir di awal tahun ini. Banjir juga menyebabkan gangguan besar terhadap infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya. Hal ini membuat akses menuju daerah-daerah tertentu menjadi terbatas dan mempersulit distribusi barang kebutuhan pokok, termasuk bantuan kemanusiaan. Dalam jangka panjang, masyarakat yang terdampak banjir juga harus menghadapi masalah kesehatan akibat terendamnya air yang tercemar, serta peningkatan risiko penyakit yang menyebar di daerah banjir.
Pemerintah perlu memperbaiki infrastruktur drainase di daerah-daerah rawan banjir, seperti pembuatan saluran air yang lebih baik untuk mengalirkan air hujan dengan lebih efektif. Pembangunan waduk dan bendungan juga bisa menjadi alternatif untuk mengatur aliran air dan mencegah meluapnya sungai-sungai besar. Namun, ini harus dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan dampaknya terhadap ekosistem lokal. Tiap ganti rezim, permasalahan lingkungan di Kalimantan Barat ini semakin memprihatinkan. Semoga ada Tindakan tegas untuk oknum yang dengan sengaja menjadikan Kalimantan Barat ini sebagai ladang untuk mengeruk kekayaan, tanpa memperhatikan bahwa masyarakat luas kini menjadi korban keserakahan manusia dengan bisnis-bisnis yang begitu menjanjikan. Di mana mereka saat banjir? Tentu mereka tidak perlu mengungsi. Mereka hidup dalam balutan selimut tebal, tidak kedinginan, tidak kelaparan, tidak kehausan. Semua kebutuhan terpenuhi. Ganti rezim harusnya semakin aware dengan masalah ekologi ini. Tapi, sudah sejauh mana janji-janji manis dulu bisa menyelesaikan musibah tahunan ini? Kenyataan bahwa semakin hari semakin buruk mitigasi yang ada. Ayo dong, penuhi janji-janji ekologisnya, bukan hanya tulisan di spanduk ketika masa kampanye saja. Buktikan, masyarakat perlu bukti, bukan janji manis belaka.
Hukum dan kebijakan harusnya membuat masyarakat bahagia, bukan justru membuat masyarakat sengsara. Hukum lingkungan hadir sebagai bentuk perhatian terhadap kemanusiaan dan keadilan untuk semua makhluk hidup, dengan tujuan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup, tidak hanya untuk generasi saat ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Hal yang penting untuk selalu diingat adalah bahwa lingkungan memiliki peran krusial dalam pemenuhan hak asasi manusia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa lingkungan hidup yang sehat dan baik merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan semua pihak terkait memiliki kewajiban untuk melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Aspek lain yang juga penting untuk diperhatikan dalam konteks hak asasi manusia adalah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, karena setiap individu berhak atas lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya bencana serta menciptakan keseimbangan yang harmonis antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilakukan secara sistematis dan terkoordinasi, guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan serta mencegah pencemaran atau kerusakan lingkungan, yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Meskipun bencana sering kali disebabkan oleh tindakan manusia itu sendiri, jika kita kembali pada masalah hak asasi manusia, terdapat konsep yang berkembang mengenai hak-hak yang tidak dapat dicabut atau dibatasi pemenuhannya dalam kondisi apapun dan hak-hak yang bisa dibatasi atau dikurangi pemenuhannya.
Hak-hak yang termasuk dalam kategori 'non-derogable' adalah hak-hak yang bersifat mutlak dan tidak dapat dikurangi atau dibatasi pemenuhannya, meskipun dalam situasi darurat sekalipun. Setiap situasi terkait hak masyarakat harus mendapatkan perhatian yang serius, karena ketika bencana alam terjadi, hal itu dapat menyebabkan pelanggaran terhadap hak untuk hidup dan mempengaruhi kualitas hidup. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam kondisi stabil dan nyaman bisa tiba-tiba kehilangan rumah, lahan, dan mengalami penurunan taraf hidup. Selain itu, bencana juga berdampak pada hak untuk merasa aman, tenteram, dan berbagai hak lainnya.
Pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi selama bencana alam, mencakup berbagai aspek hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, perlindungan, promosi, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia dalam konstitusi merupakan tanggung jawab negara, khususnya pemerintah. Ketika sebuah bencana, baik alam maupun non-alam, terjadi, negara seharusnya hadir untuk menghadapinya, bukan hanya melalui tindakan pasif atau aktif yang tidak memadai. Dalam konteks bencana alam, pelanggaran hak asasi manusia sering kali menjadi jelas. Pelanggaran HAM merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh kelompok atau aparat negara, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, atau akibat kelalaian yang secara ilegal mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi seseorang atau kelompok yang dilindungi oleh undang-undang.
Jika pemerintah menyatakan bahwa bencana alam disebabkan oleh faktor hujan atau faktor alam, dan berusaha menghindari tanggung jawab sebagai negara atau pemerintah, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelanggaran HAM bisa terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja, terutama terkait kebijakan dan faktor lainnya. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk mengajukan persoalan pelanggaran HAM terkait dengan bencana banjir yang semakin kian merugikan dan merampak hak hidup layak masyarakat di Kalimantan Barat ini. Sadar nggak ya, setiap kali mereka deal dengan penambangan masal, pembukaan lahan yang tidak memperhatikan tanggung jawab lingkungan, mereka yang akan kewalahan setiap kali masyarakat merasakan musibah banjir. Kenapa? Karena mereka yang harus bertanggung jawab memenuhi hak-hak masayarakat. Begitu terus berulang-ulang. Suka atau tidak suka, semoga masyarakat pun tidak tinggal diam saja. Perjuangkanlah hak-hak hidup layak kalian yang selama ini dirampas.