Selasa, 28 Agustus 2018

Namanya Juga Manusia, Kadang Bisa Lelah!

Gak pernah kebayang bakal jadi semandiri ini sekarang. Dulu, yang setiap ada kesusahan, gue selalu punya teman atau pihak yang bisa diandalkan. Dari kebiasaan yang seperti itu hingga akhirnya selalu setiap ada kesulitan gue bisanya ngandalin orang lain. Tapi tetiba itu berubah pasca nikah, yang sekarang dimana gue harus bisa benar-benar menjadi manusia yang survive dengan kekuatan sendiri. Kadang kayak gelisah gimana menjalani hidup tanpa bantuan support orang lain. But, anyway sebenarnya gue bersyukur. Karena ternyata setiap kejadian dalam hidup gue selalu memberikan banyak hikmah. Entah gue siap atau tidak, mengeluh atau bersyukur, yang jelas semakin hari gue bisa semakin menerima yang gue sebut menjadi manusia waras. Karena sejatinya menjadi orang waras itu jauh lebih sulit ketimbang nyari duit buat makan buat shoping dan buat foya-foya. Gue udah nyoba dan itu amat sangat sulit sekali. Meski kadang gue kepikiran dan lelah, but really proud for what I have done. Gak mungkin juga kan Allah kasih istri kalau gak dijamin rejekinya, gak mungkin juga kan dikasih ke sana ke mari kalau gak ada hikmahnya. Dan gue tau Allah itu maha baik. Selalu percaya, bahkan sampe tulisan ini selesai juga gue tetap percaya bahwa Allah bakal ngasih apa yang gue butuhkan.


Dari beberapa hal yang sudah gue lewatin, ada beberapa hal yang mau gue headline.

Pertama, kita tidak bisa membahagiakan semua orang. Yang meski orang tahu bahwa kebahagiaan yang sejati adalah saat kita bisa membahagiakan orang lain. Apalagi kalau misal harus mengiyakan semua pinta orang lain, pasti tidak bisa. Harus belajar sesekali mengatakan tidak pada orang lain. Berat memang, tapi akan sangat memberatkan jika tidak belajar untuk mengatakan tidak.  Seperti yang sudah kita bahas di masa lampau, terlalu penat hidup jika setiap hari harus mengatakan iya kepada permintaan orang lain. Try to say NO.

Kedua, kadang bahkan sering gue jadi super ngeluh dengan institut tempat gue kerja. Kalau misal ditanya kenapa, bukan karena tidak ridha dan ikhlas untuk menjalaninya, tapi bahkan sama sekali tidak ada apresiasi untuk semua yang sudah terjalani dan selesai. Bukan minta digaji besar, tapi tidak kuat juga kalau harus terus dieksploitasi dengan kejadian seperti yang sudah-sudah. Kalau kerja diminta sangat baik, berbanding terbalik dengan apa yang didapat dan diterima.

Ketiga, gue tetap berusaha menjadi yang sesungguhnya versi gue, bukan dan sudah males kalau harus pura-pura baik di depan atasan, di depan orang-orang tapi sebenarnya beda dengan apa yang kita rasa. Awal dari penat itu adalah saat melihat tingkah mahasiswa yang sungguh diluar dugaan. Embohlah.


Senin, 13 Agustus 2018

Bagaimana Menyikapi Suatu Musibah?


Pada setiap kejadian dalam hidup, Allah pasti sudah selipkan hikmah dan kebajikan. Entah untuk belajar dan diminta bersabar atau untuk menghargai yang namanya sebuah proses. Kadang sampai kita bingung harus memulai dari mana saat mood sedang tidak baik dan enggan melakukan apa pun. Sebagaimana yang pernah aku sebutkan sebelumnya, mengejar dunia dan isi apalagi sedang seabrek prosesnya ini sangatlah amat melelahkan. Kalau berharap kepada manusia, lalu kita tidak dapat menerima apa yang diberi, kecewa. Sudah berapa kali dikatakan, Allah-lah sebaik-baik tempat kembali. Then, alright, pada setiap kejadian tidak enak, tidak baik, dan mengesalkan, barulah kita kembali kepada Tuhan. Apa sebenarnya yang sedang dirasakan hingga mood bisa menjadi jelek seperti ini? Wallahu’alam.

Pada beberapa rentang kisah, kadang hati kecil saya menyayangkan. Kenapa harus terlalu terpaut dengan namanya berharap. Kenapa tidak mengerjakan sendiri sehingga tidak merasa sakit hati kala apa yang diinginkan tidak tercapai dengan baik. Yatuhan, seperti inikah rasanya. Jika ada yang bertanya, tanpa dan hilang pun akan biasa saja. I am an ambitious person, that I will reach I have dreamed. Sehingga, apa pun yang menghalangi apa yang mau aku capai akan selalu menjadi bagian dari sebuah rasa benci. Lalu, bagaimana menyikapi sebuah musibah? Ya, kembali kepada Allah. Aku tidak ingin mengerdilkan apa yang sudah aku peroleh, melalui pendidikan hingga tahap seperti sekarang tidaklah mudah. Dan tidak ada mimpi yang harus terkubur, aku dengan ambisiku masih tetap berdiri kokoh menjadi bagian yang akan terus menghiasi sisa hidup yang akan berjalan.

Lalu, bagaimana menyelesaikan semuanya? Entahlah!

Kamis, 09 Agustus 2018

Pertarungan Sengit Jilid 2


Semalam sudah heboh masing-masing kandidat mengumumkan cawapres. Lantas, apakah kita hatus menghujat satu sama lain? Perihal yang terpilih layak atau tidak kan itu sudah menjadi pertimbangan timses. Indonesia kayak gini terus, engga sesuai pilihan terus ngambek saling serang. Sampai kapan? Hormati pilihan masing-masing, seenggaknya kalau tidak suka, kau masih bisa memperlajari rejam jejak masing-masing bakal calon. Tanpa perlu menghujat kan?
Sudahlah, itu bukan urusan kita. Apa yang menjadi urusan kita? Itu Lombok yang masih butuh uluran tangan dan bantuan kemanusiaan. Yang kerja, kerjalah dengan serius. Yang jadi mahasiswa, belajarlah dengan serius. Kemudian, masihkah ada alas an untuk saling menjatuhkan? Renungkanlah Indonesiaku.

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...