Jumat, 22 Desember 2017

Waah, Masih Muda Sudah Master!

Setelah menyelesaikan studi pasca, gue nggak mau nunggu lama untuk terjun di dunia kerja. Maka, tidak ada salahnya buat nyoba melempar lamaran demi lamaran ke kampus yang menurut gue worth it. Or even nggak, setidaknya kampusnya punya jurusan HI atau Ilmu Politik dan punya gedung yang bagus. Usaha manusia memang beda dengan hitungan matematika versi Allah punya. Gue yang nyoba satu kampus di daerah Kalimantan saat itu langsung dapat respon positif dan diberikan kesempatan buat masuk ngajar di semester ganjil. Berapa senangnya sebagai fresh graduate yang masih fresh banget baru keluar dari open pemanas otak tapi sudah dipercaya oleh Allah untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa (ceilaaah apaan).
Bukan hanya gue, mungkin semua dosen muda di dunia atau di tingkat nasional (eh), pasti ngerasain gemetar nervous gimana gitu ketika awal masuk kelas. Spot jantung yang tidak biasa dan sengaja memakai pakaian yang super rapi biar semakin mentereng hasil awal pertemuan dan perkenalan dengan mahasiswa di kelas. Di usia yang masih sangat belia versi gue, ternyata Allah udah ngasih kesempatan buat ngajar di kampus. Suatu kenikmatan yang tidak pernah gue bayangkan sebelumnya. Karena sebagaimana hasil pengamatan gue di beberapa universitas, menjadi dosen itu tidak gampang. Gue juga liat itu dari deretan temen gue yang sudah lulus tapi masih belum diberikan kepercayaan untuk menjadi tenaga pengajar. Di saat itulah gue lebih bersyukur dan menikmati nikmat yang tiada henti yang diberikan oleh sang pencipta langit dan bumi.
“Waah, masih muda udah lulus S2 ya Pak? Keren banget ya!”
Itulah kata yang terus diulang-ulang oleh beberapa mahasiswa dan dosen yang lain. Dalam hati gue mah biasa saja, secara mereka nyebut gue dosen tapi manggil gue bapak. Emang anak gue udah berapa? HAHAHA
Saat perkenalan masuk kelas juga terlihat bahwa mahasiswa begitu excited dengan tenaga pengajar (read: dosen) yang masih muda. Mereka penuh semangat mendengarkan apa yang gue sampaikan. Bahkan mungkin kalo gue bohong aja mereka bisa jadi percaya sama apa yang gue sampaikan. Ada yang bahkan sengaja bolak-balik kamar mandi demi bisa ngomong langsung sama gue, ah modus banget kan mahasiswa jaman now! Belum lagi kalo ada tugas, mereka pasti bolak-balik ngontak buat bisa bimbingan atau pendampingan tugas. Ah, itu mah alasan buat bisa chat si dosen muda.
But another side, di samping banyak yang muji di usia muda sudah bisa jadi dosen, tidak sedikit juga yang heran atau bahkan menjadi haters alias nyinyirin kita-kita dosen muda. Apa salah kami sebagai dosen yang sudah dipercaya universitas? Which is seharusnya para mahasiswa yang berlabel itu senang punya dosen yang penuh semangat dan energik. But, I think itu bukan salah mereka atau salah gue, yang namanya manusia pasti punya pandangan dan pola pikir yang beda. We are true believer about unity in diversity. Mereka yang memuji dan yang suka nyinyir adalah satu paket lengkap yang tidak dapat dipisahkan. Kita hidup di dunia, masih alam lumrah dimana manusia suka memuji dan suka menjatuhkan orang lain. Sometime, gue mikir aja, berusaha jadi manusia positif aja manusia ada yang gak suka, apalagi kalo gue bodoh, dekil, item, idup lagi. Mungkin kalo demikian udah lama gue dimutilasi. HAHA

WELL, what is happening adalah nikmat yang mulia gue syukuri, nikmati, dan jalani dengan penuh kesyukuran tanpa henti. Gue yakin dibalik kata (Waah, masih muda sudah master ya Pak? Keren banget!) ada banyak mahasiswa yang terinspirasi untuk menjadi mahasiswa yang disiplin dan berusaha lulus tepat waktu. Gue yakin meski ada yang gak suka, sebenarnya mereka sudah menjadi sumber inspirasi buat gue pribadi. We have to do more and more positive for our society. Dimana ketika kita positif, maka akan semakin banyak manusia-manusia yang positif, salah satunya adalah agar mereka menjadi manusia yang bisa mencapai gelar master di usia muda. That’s the point!

Perihal Cinta, Jarak yang melipat, Hujan di Bulan Juni, dan Mengulang Rasa

*Malam tadi kau hadir begitu jelas dalam mimpiku, duduk lama dan berucap tentang rasa. Tentang rindu yang melipat jarak hingga kita merasa dipisahkan oleh semesta. Setelah bangkit dari tidurku, kau tidak hanya tinggal, tapi membekas di sudut ruang kosong pada sanubari yang kemudian kita, satu sama lain saling mengungkit masa dan perjalanan rasa. Katamu perjumpaan pasti akan selalu berjodoh dengan perpisahan, sakit atau menyakitkan atau disakiti hingga tersakiti. Karena balutan kebersamaan yang ada tergunting oleh sekat yang begitu kejam menghancurkan timbunan rasa yang pernah kita sulam bersama. Tapi, aku menunggumu, menunggu apapun yang akan kau sampaikan. Maka ucapkanlah, apa saja tentang rasa. Perihal rasa yang pernah kuberi atau rasa yang pernah kau tulis di dalam hati ini. Jika kau kecewa dengan rasa itu telah telah mati, mari kutemani langkahmu dan menunjukkan padamu sesuatu yang berwarna merah yang kau bungkus dalam plastik merah. Kau menyebutnya hujan di Bulan Juni. Lalu aku berusaha memastikan rasa itu dan kembali bertanya, Juni atau Juli? Kau memilih Juni. Sebab apa, karena Juni itu genap sedang Juli itu ganjil, ucapmu. Maksudnya? Aku tidak mengerti apa beda ganjil dan genap dalam ungkapanmu tentang rasa. Ya, Juni itu genap dan Juli itu ganjil. Jika aku boleh memilih, aku akan menjadi Juli untukmu hingga kita menjadi Juni dalam bait puisi cinta. Begini, Juli itu ganjil, sama sepertiku, aku adalah ganjil yang dicipta semesta untuk menjadikanmu genap. Aku, kamu sama dengan kita, artinya berdua. Sebab aku kamu hakikatnya adalah cinta.

Sebuah perjalanan panjang yang belum usai dan takkan pernah selesai. Karena cinta kita ada, sebab cinta kita bersama, dan karena cinta adalah kata yang tak pernah habis untuk dipikir apalagi untuk ditafsir. Selalu saja ada alasan mengapa aku dan kamu dipertemukan. Begitu kan? Meski mungkin dalam perjalanan cinta kita, satu sama lain pernah merasakan luka, namun bagiku itu bukanlah kerana kesengajaan. Tetaplah begini jangan pergi, jangan kemana-mana. Cinta sejati akan bertahan apapun alasannya. Cinta sejati itu merah merekah, indah dipandang oleh mata karena tersusun oleh rasa dan tumpukkan nirwana yang tak biasa. Cinta sejati itu takkan pernah tega melihat kekasihnya terluka apalagi hingga memainkan perasaan, sebab ia mengerti bahwa perasaan itu bukan mainan.
Oiya, aku masih menyimpan semua gambar tentangmu. Tentang kebiasaan baik dan burukmu. Tentang lelapnya tidurmu dibalik selimut tebal yang bertemankan bantal berwarna biru muda dan guling kuning serta seprei berwarna kelabu. Aku hanya ingin berucap bahwa sebagus apapun handphone mu itu, masih bagus alaminya gambarmu yang kutangkap dengan lensa mataku. Sebab, gambarmu selalu ada dan terabadikan dengan indah di setiap hasta tatapanku untukmu. Pernahkah kau berpikir bahwa kita ini insan biasa, yang terlalu riang dengan rasa dan cinta namun suka mendadak terguncang dan hilang kala ditimpa oleh sebuah perpisahan. Ya, seperti itulah manusia, sering lupa bahwa pertemuan itu tidak pernah kekal dan sering tidak percaya bahwa perpisahan itu adalah sebuah kepastian yang abadi. Sebagaimana fajar akan pamit pada malam, juga seperti senja yang melambaikan tangan pada sore untuk bersembunyi. Mentari, bulan, bintang, siang, dalam malam akan pergi, mereka tidak bisa selalu ada. Maka, begitu pun kita. Kita tidak akan pernah kekal bersama. Sebab, tatkala pertemuan itu kita rasa, maka setelah itu akan ada perpisahan yang menjadikan kita saling sesengukan. Seperti nyawa dalam diri kita yang akan berpisah dengan raga, bukan?
Ah, maaf. Aku tidak ingin menakutimu dengan kalimat pisah, sebab aku tahu kau memang mencintaiku seperti aku mencintai senja dan diriku sendiri. Aku tidak menakutimu, ini perihal cinta. Sebab kini, kita sedang berada di ruang tunggu. Menunggu masa menjemput aku atau kau yang terlebih dulu pergi. Andai aku yang pergi lebih awal, maka kau akan temukan tumpukkann kenangan dan jarak yang menyita air mata dari masa demi masa yang kau lalui. Jika kau yang dijemput lebih awal, maka pelangi akan hadir di kotaku dan menumpahkan rintik hujan di akhir senja sambil bergumam bahwa itu adalah hujan terindah dari cinta yang kau basahi di Bulan Juni. Namun jika kita berdua saling lupa dan berusaha pergi, ijinkanlah jarak itu bisa kita lipat untuk saling menyulam rindu di ruang tunggu yang kita punya, cinta. Biarkan kita bertemu di sana dan saling berbisik untuk tinggal lebih lama demi sekedar mengulang rasa yang pernah ada. Bisikkan pada debu, bahwa cinta kita bukan berupa bunga kertas yang akan sirna jika terkena air hujan, tapi cinta kita akan tetap berbentuk lintasan angka-angka yang tak pernah mati, redup apalai sirna. Rasa itu akan tetap menyala semakin besar dan semakin berbekas. Aku, kau, dan serupa sepotong rasa yang selalu bersikeras untuk abadi. Untuk tetap tinggal meski terpisahkan jarak. Untuk tetap bersama meski diserang ribuan rintik hujan. Untuk tetap bersatu mengulang rasa dan berucap tentang hidup kita dan cinta.
(Ditulis untuk menghindari tidur setelah sholat shubuh dan semoga yang membaca juga suka. Selamat berhari selasa, hidupku selalu selasa, selasa di sulga kalau ada kamu, cinta!)


Dear Future Wife!

You are going to be that special someone whom I will never lose in life.
You are going to be that special someone with whom I’m going to smile.
You are to be that special someone with whom I’m going to laugh.
You are going to be that someone with whom I’m going to cry.
Your smile will be mine.
Your laughter will be mine.
Your eyes will be mine.
Your heart will be mine.
Your soul will be mine.
Everything about you will be mine.
I will take you to your favorite movies.
I will take you to your favorite place to go.
I will take you to your favorite park to spend our togetherness.
I will help you with your cooking.
I will help you with your baking.
I will help you with your duty.
I will carry you to the terrace every night to have a romantic dinner conversation together.
I will bring you back to the room and cuddle with you.
I will lie on your lap and fall asleep.
I will give you gifts and blindfold surprises.
I will take you to your parents whenever you feel like.
When you sick, I will look after you just like a mother looking after her child.
When I will come back to work, I will come with your favorite ice cream and chocolates.
When I fight with you, remember that I will love you no matter what.
I will sing for you even I have a bad voice.
I will dance for you.
I will tell my daughter that she has the prettiest mother in the world.
We will have a small house, a car, and little garden.
You will not only be my wife but my friend, my girlfriend, my heaven, my second mother, my better half forever.
Hold my hands and close your eyes. Walk with me and I will never let you down baby.
Uhibbuki mitsla mâ ante, Uhibbuki kaifamâ kunteee

Wa mahmâ kâna  mahma shâra, Anti habîbatî anteee

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...