Rindu yang kutinggalkan di bangku taman
Rindu yang kutitipkan melalui teman
Rindu yang kutambatkan di pelabuhan
Rindu yang kuletakkan di atas jalan
Rindu yang kuratapi dengan tangisan
Rindu yang kulirikan dengan nyanyian
Rindu yang kusembunyikan dalam tulisan
Rindu yang kusiratkan dalam harapan
Rindu yang kudo’akan dalam impian
Rindu yang kugantungkan pada dahan-dahan
Sudahkah kau temukan?
Wahai warna warni yang berkelabat
Tak sudikah singgah sebentar?
Hinggap di hatiku yang biru
Mengharu biru karena rindu
Terbang,
Terbanglah terus ke Barat
Biarkan diri ini sendiri
Karena rindu yang tak terperi
Janganlah bersedih karena waktu
Berdamai saja termasuk dengan sisa usia
Karena waktu yang menumbuhkan
Karena waktu yang mematahkan
Karena waktu juga yang menyembuhkan
Karena waktu, punya segala keadaan
Kembali kukatakan,
Wahai awan
Jika bersedih jangan menangis
Jangan kau turunkan hujan
Karena aku ingin pulang
Demi dan untukmu awan
Akan kuterbangkan layang-layang
Aku kadang mikir, langit yang biru aja bisa berubah warna apalagi kita manusia. Langit yang sudah sebegitu indah aja bisa nurunin hujan apalagi kita manusia yang di setiap jengkal dari organ kita punya kekurangan. Tapi, apapun yang terjadi dalam keseharian, kita harus tetap terbang seperti layang-layang. Tidak boleh patah arang apalagi berhenti mencoba. Karena tujuan akhir dan garis finish kita adalah pulang. Pulang menuju Allah yang sudah menghidupkan dan memberi jatah sekian lama bagi kita untuk bisa menjelajah di dunia ini. Sebab, pusaran rindu yang hakiki adalah rindu bertemu Tuhan. Sudahkah kau merindukan Tuhanmu melebihi kau merindukan kekasihmu? Jika belum, jangan menangis, kau harus tetap berusaha bisa merindukan untuk segera bertemu Dia. Berdamailah dengan keadaan lalu merindulah seperti rindu yang pernah kau berikan, untuknya. Rindu ter-istimewa! (Pontianak, 6 Januari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar