Rabu, 31 Januari 2018

Jika Tiadamu, Takkan Ada Yang Lain

Berulang kali aku berhenti dan memandang sekitar, bertemu dengan banyak jiwa yang kemudian menjadi orang begitu baik.
Berulang kali aku diam dan tanpa kata memikirkan semua, sebab karenamu aku bisa. Lalu, jika tanpamu, maka tidak akan ada yang lain.
Berulang kali aku berusaha sabar, menantimu kembali dan baik seperti yang dulu kau lakukan. Tapi tidak, kau justru hilang. Maka, jika tanpamu, takkan pernah ada yang lain.
Berulang kali aku merasakan, kau tak sungguh ingin menetap, namun dirimu juga tidak benar-benar ingin pergi jauh. Sudah aku katakana sebelumnya, jika tiadamu, tak akan pernah ada yang lain.
Harus berulang kali juga kah aku memastikan, bahwa jiwa ini hanya milik Tuhan. Pribadi ini bukan untukmu, bukan juga milikmu. Aku adalah milik Tuhan, kau pasti tahu itu.
I’m not yours, you not mine. We belong to Allah…
Sebab, saat senja datang kau pergi. Kala malam tiba, engkau hilang. Aku harus bagaimana berkata. Haruskah aku katakan segalanya?
Sebab kala bintang terang, kau redup. Saat jiwaku bahagia dan sudah menerima semua, kau kembali mendekat dan bertanya kenapa.
Jika begini, aku harus bagaimana? Mengapa setiap detik detak jiwaku seperti salah.
Baiklah, aku akan mengakui bahwa aku tanpa hadirmu adalah tiada. Aku tanpa wujudmu adalah sirna, dan aku tanpa segalamu adalah buta. Sebab, karenamu aku bahagia, dengan tatapan mataku aku ada. Karenamu segalaku menjadi berwarna.

Aku ingin mengakui bahwa aku tanpamu adalah bukan siapa-siapa. Maka, terimalah pengakuan, bahwa jika tiadamu, maka tidak akan pernah ada yang lain. Karena kamu adalah bahagia. Semesta dan segala-galanya dalam lintas hidup dunia pagi siang dalam senja juga malamku. Ya, aku tanpamu dan tiadamu, maka tidak akan ada yang lain. 

(Awal Bulan Februari)

Selasa, 30 Januari 2018

Rindu

Malam ini aku rindu, amat sangat rindu.
Bagaimana bertemu sedang kau jauh tak bisa kuraih dalam mimpiku.
Lekaslah datang dan kembali padaku duhai purnamaku.
Kaulah obat lelah dan sumber tawa dalam hidupku.
Rindu, aku rindu kamu, sangat rindu. Setengah mati, aku rinduimu.
Istirahatlah dalam lelap, semoga bertemu di dunia malam.
Kau, selalu menjadi obat terbaik untuk menjadi lebih baik.
Sebab, kaulah segala-galanya bagiku, jiwa dan nafasku.
Kau, hidup dan matiku.
Anugerah terindah dalam hidupku.
Kamu, ijinkan aku merinduimu.
Jiwa dan hatiku untukmu kasihku.

Genggam atau Lepaskan

Jangan memperpanjang rasa sakit dengan terus menerus mengenang sesuatu yang melukai. Rasa sakit itu mungkin takkan pernah hilang, bahkan ia akan menjelma menjadi luka yang tak lekang, andai terus dipelihara dalam kenang. Cobalah untuk mengabaikan sekuat yang kau bisa, sekuat yang kau mampu, hingga kenangan itu hanya tinggal bak sebutir debu.
Logikamu tak pernah lelah apalagi kalah. Meski kadang aku merasa jijik dengan apa yang kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Lepaskan atau genggam. Aku berjanji, perlahan. Sebab Tuhan tahu, di tempat mana aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Kelak kan kau kenang dan kau rindukan aku, sebagai sesuatu yang tak kau temukan pada diri orang lain. Kelak kau akan merindukan aku, sebagai sesuatu yang kau jadikan satu-satunya alasan bagimu untuk tersenyum. Kelak, kau akan rindukan itu. 

Minggu, 28 Januari 2018

Teman Menuju Peristirahatan Terakhir

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya  dari hadits Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda "Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. (QS. Al-Munafiqun: 9).
Diriwayatkan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrok dari hadits Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: Wahai Muhammad hiduplah sekehendakmu sebab engkau padsti akan mati, cintailah siapa yang engkau kehendaki sebab engkau akan meninggalkannya, dan berbuatlah apa yang engkau kehendaki sebab engkau akan mendapat balasannya, kemudian dia berkata: Wahai Muhamad kemulian seorang mu’min ada pada saat qiyamullail dan ketinggiannya pada ketidakbutuhannya pada manusia”.
Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluarga tidak akan memberikan manfaat apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang yang memintakan ampun baginya dan berdo’a baginya seperti apa yang telah disebutkan sebelumnya. Bisa jadi keluarganya tidak berdo’a baginya, sebab bisa jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh orang-orang shaleh: Keluargamu sibuk membagi warisan yang telah engkau tinggalkan, sementara ada orang lain yang bersedih dengan kematianmu dan berdo’a untukmu pada saat dirimu berada di antara himpitan lubang-lubang dalam tanah, dan di antara keluarga itu ada yang menjadi musuh bagimu.
Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak mengikuti pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu tidak menemani pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur pemiliknya.
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah berfirman: Apakah engkau memiliki harta wahai anak Adam kecuali apa yang engkau telah makan dan habis, atau engkau pakai lalu rusak, atau engkau sedekahkan lalu engkau berlalu membawanya dan apa-apa selain itu maka dia pergi dan ditinggalkan untuk orang lain”.
Adapun teman yang ketiga: Dia adalah amal yang mengikuti pemiliknya ke dalam kubur dan hidup bersamanya dalam kubur tersebut, dia bersamanya pada saat dibangkitkan  menghadap Allah SWT. Amal itu menyertainya pada saat dikumpulkan di padang mahsyar, di atas shirot, pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh tingkat kedudukannya di surga atau di neraka.

Wallahu'alam Bishawab :)

Tentang Ikhlas dan Merelakan dari Jauh

Saya pernah baca tulisan Tere Liye yang berbunyi:
“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, ia biarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan dan mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup adalah menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pemahaman, dan pengertian itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
Tulisan tersebut menggambarkan apa yang saya rasakan selama di sini khususnya semester ini saat duduk mengajar anak semester 1 dan 3 Prodi HI Untan. Jika yang bayangkan adalah nilai yang ideal itu gampang, hanya lewat goresan di siakad kemudian selesai. Tapi saya tidak akan pernah ikhlas jika kalian melalui proses yang tidak baik, tidak jujur, dan membohongi diri kalian sendiri. Rasanya saya memang tidak berambisi jadi dosen teladan, yang disukai semua mahasiswa. No. saya juga tidak berharap semua senang dengan gaya saya mengajar. Tidak. Saya hanya ingin masing-masing kalian sadar bahwa berproses tidak perlu menghalalkan segala cara agar terlihat pintar dan menjadi yang terbaik. Buat apa dapat IPK paling tinggi kalau hasil contekan. Buat apa anak beasiswa suka ngata-ngatain dosennya? Penting banget ya?
Tapi semua itu terserah dan kembali kepada kalian. Toh, saya juga sudah memilih beberapa mahasiswa yang akan saya bimbing dan saya damping selama saya di sini. Kadang saya lelah dengan tingkah laku mahasiswa yang sok oke keliatan wow tapi aslinya ternyata tidak ilmiah. Mending yang tulisannya busuk tidak berbentuk tapi tidak copy paste. Haaa, sudah, saya pun sudah ikhlas. Bahkan males kadang-kadang ngomongin hal beginian yang selalu menyita perhatian. Jika tidak dikerasin, mahasiswa tidak paham jika itu tidak baik. Masak masih mahasiswa udah belajar jadi koruptor. Perihal kebiasaan buruk yang kalau tidak telat, ya nyontek, ya copas, ya bohong buat malsuin tanda tangan. Begitu aja terus diulang-ulang.

Saya pun bersyukur kepada Tuhan dikirimkan orang-orang baik seperti Bang Ireng, Bang Adit, dan Kak Dewi. Yang terus bisa menjadi contoh baik buat saya ketika saya salah dan selalu memberikan nasehat ketika saya kehilangan arah. Tidak ada seorang dosen yang ingin mahasiswanya jadi bodoh, tidak bisa, dan lama lulus. Kami semua pengen ngeliat kalian jadi orang sukses, makanya kami kasih tau. In case ternyata pada prosesnya yang terjadi adalah arahnya beda dan bertubrukan, silakan dilanjutkan. Kami sudah ikhlas, mengajar seadanya, dan menjadi pendamping sekuat yang kami bisa. Ikhlaskanlah, sebentar lagi semuanya akan terlihat yang mana yang salah yang mana yang benar. Semesta tidak pernah diam dan Tuhan tidak pernah salah timbangan. Semoga semakin menjadi mahasiswa yang berkarakter dimana tidak hanya suaranya yang nyaring, tetapi juga berisi. 

Jumat, 26 Januari 2018

Surat Terbuka Untuk Dilan

Dear Dilan,
Setelah melihat engkau muncul dalam kehidupan para generasi muda, aku kemudian berpikir menulis surat ini untukmu. Sebagai penyambung pesan dari banyak manusia yang sudah menyaksikanmu. Sebab, di antara mereka ada yang menangis karena tak kuasa menahan haru saat melihatmu.
Dilan,
Kamu pasti tahu, bahwa dahulu manusia hidup dengan diberikan beban, amanah, serta tanggung lalu mengatakan itu berat. Katamu rindu itu berat. Sadarkah kau Dilan, yang berat itu bukan rindu, tapi amanah yang dipikulkan kepadamu. Ya kamu!
Dilan,
Kamu tahu, jaman sekarang banyak sekali manusia yang hidup dengan begitu bangga karena jabatan, pangkat, dan harta yang dimilikinya. Mereka menumpuk itu semua demi terlihat wow di depan manusia. Masihkah engkau mengatakan bahwa menahan rindu sambil seseunggukan dibawah rintik hujan adalah sesuatu yang paling berat, Dilan? Bukankah yang berat adalah bagaimana mempertanggung jawabkan harta yang kita dapat. Dari mana dan untuk apa digunakan?
Dilan, aku beritahu padamu. Masih kau kau berkata bahwa mempertanggungjawabkan harta itu tidak berat jika yang kau gunakan adalah keringat orang namun tak kau bayar? Bagaimana Dilan?
Dengarkan baik-baik Dilan. Kau dikirimkan ke dunia ini untuk menjadikan dirimu bergerak, bekerja, dan melakukan tanggung jawab atas amanah yang diberikan Dilan. Bukan untuk banyak gaya, banyak memuji dan banyak bercerita sana sini tapi tak memberikan kontribusi apa-apa. Lalu, untuk apa uang tunjangan yang selama ini kau teriam Dilan, uang panaskah itu?
Dilan, sekali lagi kukatakan bahwa yang berat itu bukan menahan rindu, tapi karena kamu diperlakukan tidak adil. Itu lebih dari berat Dilan, sakit wkakakaka
Haruskah korupsi, kolusi, dan nepotisme dijadikan lifestyle Dilan?
Tahukah kau bahwa jaman sebelumnya manusia menggunakan kacamata dan kawat gigi hanya saat mereka merasa sakit di mata dan giginya. Namun Dilan, saat ini manusia justru berlomba-lomba memakai keduanya sebagai bahan gaya paling utama.
Dilan,
Haruskah fenomena itu berlanjut dengan yang lain, dimana setiap orang harus menjadikan kursi roda sebagai lifestyle agar dianggap gaul? Hahaha, aku jadi cemas Dilan.

Dilan, btw bagaimana nasib kursi roda berikutnya ya? Apakah akan sama dengan kawat gigi dan kacamata? Khawatir kah kau Dilan? wkakakaka

Rabu, 24 Januari 2018

Semestaku, Kamu!

Gumpalan rindu tak bertali kutitipkan pada warna senja. Berharap kau suka dan membalas hingga nanti malam tiba. Tak perlu menanti bintang dan rembulan, kau adalah bahagia paling sempurna. Sebab itu kau selalu kusebut Jingga Purnama.
Hidup tak ubahnya seperti drama Korea, kadang berujung bahagia juga bisa berakhir kecewa. Namun, luka dan bahagia karena mencintaimu adalah sempurna. Tak akan pernah bisa kupilah hanya satu darinya.
Jika menangis dijadikan ukuran akan lemahnya seseorang, maka seharusnya itu sebuah pembuktian bahwa ia masih mempunyai perasaan. Lalu, saat mataku tak pernah basah, mungkin itu bukti bahwa kau sedang mati rasa. Tapi aku rasa kita dan cinta tidak seperti itu. Saling jatuh padu lalu lupa sudah berapa lama jarak ini menghentakkan jeda.
Banyak tempat yang tak lazim di dunia ini. Kini hatimu adalah salah satu darinya.
Saat dua rasa saling temu dan menemukan, kita bisa apa? Sebab ketika dua pasang mata saling memandang dengan ketenangan, kita yakin bahwa kenyamanan mengalahkan segalanya. Tak satu pun dapat menghalangi bahagia. Begitulah kisah di ujung senja.

Ranup Jingga datang mendekat dengan pekat dalam peluk erat bersama sayunya mata yang membuatku lupa akan semesta dan isi dunia. Itu kamu!

Senin, 22 Januari 2018

Happiness is the Best Medicine

Mencintaimu serupa air laut; pasang surut selalu ada. Namun, air laut tak akan pernah berubah warna.
Ada yang tenggelam saat senja datang. Senyum dan ceria tawamu adalah semesta bagiku.
Sejauh apapun berpetualang, dirimu adalah alasanku untuk selalu pulang. Duduk lalu saling tatap dengan binar mata yang tenang.
Perjalanan terpanjangku adalah mencintaimu. Dan, hatimu adalah perjalanan yang tak pernah selesai kujelajahi.
Saat Tuhan menciptakan kesempurnaan, Dia menciptakanmu untuk melengkapi kurang lebihku. Bersama semesta berjanji tuk saling setia sehati.
Sebab kamu adalah titik, pelengkap koma agar hidupku memiliki jeda. Karena kamu adalah satu, anugerah terindah yang Tuhan berikan untuk menggenapiku. Setelah bertemu kamu, aku bahkan lupa bagaimana rasanya luka karena bahagia yang tak terkira. Hingga nanti semoga Tuhan merestui.

Biarlah Kamu ((Tetap) Menjadi Puisiku. Sebab bahagiaku, adalah bersamamu!

Sabtu, 20 Januari 2018

Senja Punya Cerita

Bagiku, senja dan hujan menyimpan senandung liar yang membisikan 1001 kisah. Tiap tetes hujan yang jatuh dan dentingan angin merdu berbisik lembut menyanyikan nyanyian alam yang membuat kita rindu mengendus bau tanah basah. Bulir-bulir air yang jatuh menapak diatas daun, mengalir lurus menyisakan sebaris air di dedaunan, sejuk mirip embun.


Melodi hidup, aku menyebutnya seperti itu. Tentang semua ketenangan yang bisa kudapatkan tanpa harus memikirkan apapun. Pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, bertemu manusia baru, jatuh hati hingga merenggut relung rasa yang selama ini kosong tanpa makna. Kau, telah mencuri isinya hingga aku bisa lupa pada sang pencipta. Di sepanjang malam mataku sult terpejam karena sedari senja engkau bercerita dengan mata sayu dan bibir terus terkatup-katup mengungkapkan cinta. Kadang melihatku aku tersipu, sebaik itukah makhluk yang Tuhan berikan untuk menemani hariku? Tuhan, maha baik begitu katamu. Duduk berdua, saling tatap lama, lalu berkabar bahwa hati kita milik semesta. Tentang senja yang selalu kita puja dan hujan yang menjadikan satu sama lain saling cinta. Kemarin dengan wajah merona engkau memanggil namaku terbata-bata. Seperti antara A hingga Z atau E hingga S. Begitu kah maknanya? Tanya semestamu cinta!

Kamis, 18 Januari 2018

Biarkan Semesta Menilai

Bulan Januari ini genap sudah setahun mengajar di Untan. Berbagai kelabat, suka, duka, dan bahagia bertemu berbagai tipe mahasiswa juga sudah gue rasakan. Banyak yang hormat, namun ada juga yang menganggap berbeda, maklum. Usia mahasiswa memang masa-masa dimana emosi dan segala hal menghampiri. Sehingga jika banyak yang belum sadar dengan status mahasiswanya, itu wajar. Tapi gue berharap semoga tidak lama-lama. Karena jika terlalu lama, nanti menyesal akhirnya. But, here I’m gonna tell you something. Yang paling penting menurut gue adalah gimana elo pada ngasih respon positif terhadap dosen lo. Kita-kita dosen juga tidak dihormati berlebihan, I mean you know how to put your personality between your lecture. For those yang udah hormat dan memberikan feedback yang baik buat dosen-dosen muda Untan, gue apresiasi banget. You have to know, dengan status dosen lo yang masih muda dengan fasilitas dan ilmu yang mereka berikan ke kalian itu sangat tidak wajar. They got to little but gave you a lot of knowledge. Do you understand?
Seperti kemarin misalnya, gue jadi saksi banget gimana Bang Adit perang dengan pihak jurusan dan dosen lain then membiarkan buat nyerah dan do nothing buat akreditasi HI. Tapi akhirnya kita tidak menyerah karena mikirin kalian. We fight for all of you, agar bisa jadi mahasiswa HI dengan kualitas yang tidak diragukan. Ibarat debat, kemarin adalah debat kusir dan keluar semua urat nadi. Beberapa menit kami berdua diam dan iya iya aja terhadap apa yang dikatakan dosen lain terhadap Prodi HI. Padahal kami paham betul, gimana seharusnya isi borang itu karena sudah mengacu pada contoh yang benar. Lalu kemudian di otak atik lagi dan disalahkan lagi. Apakah kalian pikir kami diam? Yes, bahkan mau keluar agar menghindar dan bodo amat dengan hasil akreditasinya. Tapi, enggak cuy. Di benak kami itu masih terpikirkan dengan jelas gimana anak HI. Gimana kami harus berjuang demi kalian dan demi status akreditasi Prodi kalian. Akhirnya melepaskan ego lagi dan di edit lagi, bersabar selalu jadi hiasan baris akhir meski sudah perang duluan. War and war eperiwer.
Maka amat disayangkan sekali jika yang teman-teman lakukan hanya memberikan penilaian terhadap dosen-dosen karena mereka terlihat kejam, pelit nilai, suka marah, gampang emosi de el el. They did everything buat menjadikan kalian lebih baik dan lebih berkualitas. Tidak adan di hati dan benak kami mau ngerjain mahasiswa, membebani, menindas, apalagi menekan. No! sama sekali tidak. Kami hanya takut kalian merugi nanti saat menjadi alumni, tidak bisa apa-apa, selain copas. Beruntunglah kalo masih dimarahin Pak Adit, disuruh revisi sama Pak Zet, dan tugas project yang bejibun dari Pak Ireng. Itu tanda sayang dosen kepada mahasiswanya. Ciusss!

Bahkan gue tau banget gimana Pak Adit berjuang dengan ikhlas demi menjadikan HI Untan lebih baik di masa mendatang. Kalo dikata gue ini adalah saksi gimana setiap kali ada mahasiswa bermasalah, kami satu sama lain saling support dan menguatkan. Beliau selalu bilang “Beginilah Untan Bro, gaya lama. Itulah sebabnya saye terpanggil untuk mengabdi di sini. Minta maaf juga kalo selaku Tuan Rumah ente melihat Fisip nih masih begini. Semoga kuat yee sama-sama membimbing mahasiswa.”  Aih Maaaaak, gue yang hanya bakal meleleh karena Mie Aceh kemarin hampir menjatuhkan bulir air mata karena melihat perjuangan Bang Adit nih. Selalu berusaha melihat dari sudut yang asyik. Dabesh Kau Bang. Biarkan semesta menilai ente kayak gimana Bang, we know you are the best!

Rabu, 17 Januari 2018

Setelah Kehilangan, Bagaimana Kabarmu?

"Aku tak bisa melupakanmu meski kau sudah berlalu. Sudah setahun kepalaku selalu disesaki kenangan lalu," jawabnya dengan napas tersengal sambil memaksakan dirinya duduk tenang di ruang tamu berukuran mini itu.
"Bersabarlah. Hatimu lebih luas dari yang kau sangka. Sudah saatnya untuk bangkit dan berdiri lebih tegak lagi. Lebih tegak dalam memandang apa yang kau miliki saat ini. Kepergian jangan sampai membuatmu kehilangan diri sendiri, itulah yang seharusnya kau pertahankan hingga sekarang, aku piker kau mampu untuk itu."
"Aku sudah mencoba, tapi tak bisa, bagaimana caranya?"
"Entahlah, hatiku telah mati semenjak ia melangkah pergi," ia berkata dengan senyum yang dipaksakan, sarat akan kegetiran.
Setelah kejadian itu berlalu…
Selamat pagi, nona.
Mungkin alis manismu bertautan saat membaca tulisanku ini. Seorang yang tak pernah bertegur sapa tiba-tiba mengirimkan surat kepadamu. Entah ada angin apa, aku begitu saja ingin bercerita kepadamu. Meski tidak semua dapat aku ungkapkan disini. Ah, tak butuh angin kan untuk sekadar merasakan ingin? Sebenarnya aku malu menuliskan ini, tapi hati begitu kuat memaksa akal, tangan, dan pikiran untuk menyampaikan segala kecamuk yang ada di dalam dada.
Bagaimana kabarmu?
Masihkah kau suka memandang langit malam, mencari bintang neptunus yang dulu pernah ditunjukkan Ayahmu? pindah dari satu sudut langit ke sudut langit yang lain demi mendapatkan apa yang kau mau. Menutup sedikit matamu yang bulat memesona untuk menerka, apakah yang di sana adalah bintang neptunus yang kau cari atau bukan. Lalu dengan jemarimu yang lentik, kau menggaruk kepala yang tak gatal, hanya karena kebingungan untuk menjawabnya.
Atau justru kau sudah bosan? Sebab beberapa minggu terakhir langit begitu setia memuntahkan hujan. Jangankan gemintang, tukang nasi goreng yang biasanya lewat di depan kosanmu, lalu kau memesan nasi goreng tanpa acar pun, tak nampak batang hidungnya. Kau tahu kenapa? Itu sudah jauh dari pandangan mata seperti yang biasa kau lakukan, ia menghindar untuk saat ini…
Bagaimana kabarmu?
Masihkah kau suka membaca? Melafalkan paragraf-paragraf buku dengan mulutmu yang mungil tanpa suara. Membaca setiap alinea dengan alis bertautan lalu tersenyum setelah mendapat makna. Apa aku perlu bercerita tentang senyummu? Satu lengkung yang mampu meluruskan banyak hal dari hidupku. Mungkin kau baru tahu sekarang, bahwa aku adalah pengidola senyummu yang nomor satu. Bahkan aku punya selembar fotomu saat kau tertawa begitu cerianya. Memamerkan gigi putih berseri dengan bibir mungil berwarna merah delima yang menggantung cantik di wajahmu yang menarik. Maaf sudah mencetak fotomu tanpa izin, semoga kau berkenan. Jika kau tidak mengizinkan, akan aku kembalikan, tidak masalah untukku…
Mungkin kau bertanya-tanya, mengapa aku bisa begitu tahu keseharianmu. Tenang saja, aku tidak membuntuti. Hanya saja, orang yang mengagumi selalu punya cara untuk mengetahui segala hal tentang orang yang dikaguminya. Entah dari media sosial, teman-temanmu, atau sesuatu yang kusimpulkan sendiri berdasarkan hal yang kulihat dari jauh. Tak perlu merasa terancam, aku tak akan berbuat yang tidak-tidak. Kau cukuplah jalani kegiatanmu seperti biasa, dan aku akan tetap memerhatikanmu dari jauh. Tak peduli perasaanku akan berbalas ataupun tidak.
Sebenarnya kita pernah bertemu tatap beberapa kali. Hanya saja lidahku selalu lebih dulu tercekat untuk sekadar menyuarakan sapa. Maka biasanya, aku hanya memalingkan wajah, lalu diam tanpa kata. Seperti itu saja. Berkali-kali, berlama-lama. Maka, izinkan aku memperkenalkan diri saat ini. Aku adalah Seseorang yang mengagumi pesonamu dari jauh. Jika kau tidak berkenan membalas kejujuran perkenalan singkatku barusan, lupakan saja!
Ini tentang malam yang terlalu dingin untuk dibicarakan. Tentang kesepian yang tak pernah bosan memeluk kesendirian. Tentang gigil gemelutuk yang memeluk kala bekunya setiap debar perasaan yang datang. Kalimat ini tercipta dari kesedihan yang terlalu dalam. Tentang kecemasan dan haru yang mengukung. Tentang perkara hati yang membuat wajah selalu memasang seringai murung ketika menjalani hariku. Rima ini tergagas dari lirih tangis yang tersengal. Emosi yang meluap saat kau memutuskan untuk tanggal. Pergi meninggalkan.
Kesedihan begitu mudah mencipta dendam. Seberapa hebat pun cinta membuat bahagia, pada akhirnya cinta pula yang paling bengis dalam mengajarkan luka.
Ini tentang kamu yang menjauh. Tentang jejakmu tak lagi berpijak di tempat yang sama. Tentang langkah kaki yang berlalu memunggungi puncak yang akan didaki. Tentang genggam tangan yang terlepas untuk melambaikan salam perpisahan. Tentang senyum getir yang menyuruhku untuk tulus melepaskan. Tentang isak tangis tertahan yang pelan-pelan menyuruhmu untuk tetap tinggal dan bertahan. Tentang gelengan kepala yang secara tegas berkata tidak!
Kehilangan begitu fasih mengajarkan kebencian. Seberapa kuat pun berusaha menahan, pada akhirnya kesepian tak pernah kehabisan cara dalam memaksa untuk melepaskan kebersamaan.

Ini tentang kesedihan yang tertinggal. Tentang bulir tangis yang tak lagi kuat terbendung di kedua pelupuk mata. Tentang rintihan hati yang ringkih saat melepasmu pergi. Tentang kesepian yang memeluk hari-hari. Tentang sendu yang tak lagi tahu bagaimana mengajari wajah agar bisa memasang senyum. Tentang kegetiran yang menyayat saat aku mengenangmu. Tentang doa-doa mengangkasa dengan lafal semoga kau berbahagia, di sana. Tulus kehilangan, rela ditinggalkan..

Selasa, 16 Januari 2018

Jiwa Yang Pernah Singgah, Lalu Kubiarkan Pergi

Teruntuk jiwa yang pernah singgah  di hati ini lalu kubiarkan pergi,
Maafkan, bukan berarti aku tak sudi dengan segala risalah hati yang kau pinta
Aku lebih memilih diam dan melepaskan semuanya
Jangan kau sangka aku tak setia, bahkan hingga kini masih kusimpan rapi semua rasa
Bukan tercecer dan kubiarkan terserak seperti emosimu yang tak pernah berhenti menyelinap
Aku yakin, ini bukan tentang tak sanggup, tak kuat apalagi tak mampu
Karena bagiku, kita hanya perlu membiasakan diri menerima apa yang ada kemudian tersungkur dalam sujud demi mensyukuri apa yang kita punya
Semua cerita dan memori senja yang kemarin aku lalui bersamamu, anggap saja itu kenangan
Hingga kelak masing masing kita bisa merindu karena memang jiwa jiwa kita pernah dipertemukan
Nanti, akan kupandang semua gambar itu sebagai pengingat bahwa kau pernah hadir, duduk, menetap lalu kubiarkan pergi karena janji dan pandangan kita tentang arti sehati dan setia sudah tak lagi sama
Aku tak akan merengek lagi seperti anak kecil laksana bumi yang tak sabar menanti mentari pagi datang menjelang menghangatkan jiwa yang sudah lama dirundung kesepian, bukan. Bukan itu lagi yang akan kulakukan
Sifat manjaku, sudah kubuang jauh-jauh setelah tersadar bahwa dua hati dan cinta yang mengikat di antara kita tidak bisa disatukan dalam ikatan janji suci untuk menghabiskan sisa usia bersama
Demi siang yang begitu terik kulalui dalam menantimu datang, demi hawa panas yang membuatku tak kuat untuk berdiam diri lebih lama dalam kesendirian, demi hujan yang masih malu menampakkan diri apalagi datang menghampiri
Teruntuk senja yang sudah kulepas dengan melempar bayangmu jauh jauh, maka biarkanlah kini aku menjalani hidup seperti yang saat ini sedang kucoba untuk kujalani
Meski malam malamku tak lagi sama seperti hari kemarin, tapi aku tahu bahwa cinta akan selalu datang dalam balutan kasih sayang yang akan diberikan oleh mereka yang setia dengan selalu sadar bahwa hati mereka ada yang punya
Kau sudah kuikhlaskan berlalu, telah kubasuh semua luka yang kau beri dan kini kuganti dengan senyum yang akan selalu menemani hari hariku berlalu hingga senja di ufuk datang bercengkerama
Lagi, ini hanya perihal kebiasaan dan membiasakan diri dengan siapa aku nanti berjalan berdampingan dan kepada siapa nanti hati ini kupercayakan berlabuh. Menemukan dinding yang akan menjadi tempat bersandar dan menghabiskan masa demi masa
Aku sudah ikhlas dengan kehilangan, seperti aku yang sudah kuat untuk melepaskan. Bukan berarti tidak cinta tidak sayang dan tidak setia. Orang yang kuat adalah orang yang berbesar hati menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan bukan? Maka biarkanlah aku tersesat dalam cinta yang salah, cinta yang tak benar, namun aku bisa melepaskan demi merevisi masa depan.
Tak perlu kau beritahu hujan, karena ia sangat paham bagaimana kondisi hatiku. Maka, aku meminta maaf untuk kesekian kalinya bahwa aku tidak menjadi sosok yang setia menemani perjalanan panjangmu, karena aku telah rela untuk mengakhiri segalanya.
Terima kasih untuk segala kebaikan yang pernah kau tuai, semoga aku diberikan waktu oleh Tuhan untuk membalas kebaikan demi kebaikanmu itu. Akan kuingat hasta demi hasta kata, nasehat, dan petuah yang kau berikan dan takkan pernah terhapuskan. Perihal hidupku adalah hidupku, dan kini hidupmu pun adalah hidupmu, kita bukan lagi sepasang tapi kita adalah masa lalu yang memang tak mungkin untuk berjalan berdampingan. Maka, aku angkat tangan. Aku sudah ikhlaskan segalanya. Berlalulah, biarkanlah semua kita akhiri dengan makna mendalam…


Berdua saja, jangan bertiga

Berdua saja, jangan bertiga. Sebab, sendiri adalah sepi, berdua itu bahagia. Namun, bertiga adalah luka.
Pernah gak lo denger orang yang jatuh cinta? Mungkin gue juga pernah, kesekian kalinya gue pernah suka sama orang termasuk saat gue udah di Pontianak. Ibarat kata orang bahwa dosen itu adalah panutan dan contoh. For me, not really. Buat gue, dosen juga manusia, dan sebagai manusia, dosen juga punya hak buat suka, benci, dan lain sebagainya. Kalo di lingkungan kampus may be, you can call us as public figure for your academic, but not for love and daily life. Yes? Kalo mau nyanyi, gue bakal nyanyi, dosen juga manusia, punya rasa punya hati. Hahaha, tapi bukan rasa yang dulu pernah ada juga si. Itu gak bener namanya.
Btw, sepanjang perjalanan gue di Pontianak yang terkenal sebagai kota dengan hawa yang panas, and sometime made me panas luar dalam, gue nemuin banyak banget tipe manusia di sini. FYI, manusia-manusia di sini susah ditebak menurut gue, ya karena mungkin bilangin hari tinggal di sini juga belum lama. Masih setahun lebih berapa hari gitu. Tapi, ada beberapa orang yang bikin gue gak bisa move dari kota ini. Somehow, gue pengen banget pergi dari sini, tapi gatau kenapa, hati gue berkata tidak. Dan, kemudian begitu lah, kembali terjerat dengan beberapa memori yang ngebikin gue makin dan semakin tidak bisa move on dari kota yang terkenal dengan Tugu Digulis ini.
Well, kenapa tulisan pembuka diatas gue ketik berdua saja. Soalnya ibarat rumah, sampe di kota ini hati gue terkotak-kotak tidak karuan. First of all, gue nemuin some people yang made me bakal bertahan gimana pun rasa dan prosesnya kedepan. Bukan karena gue baperan atau apa. But I think rationally that I found someone yang bisa jadi orang yang ada buat gue di kala gue susah dan senang. Kenapa berdua? Saking banyaknya orang baik di sekitar gue, sometime mikir kok sering banget nyusahin orang. Kemudian daripada susah-susah dan merasa gak enakan. Gue jadikan saudara lah manusia-manusia yang baik itu, sehingga mereka tidak masuk hitungan orang yang gue susahin. I meant meski gue nyusahin mereka,tapi kan saudara jadi tidak terlalu ndak enakan. Bebas minta tolong kapanpun dan dimana pun layaknya saudara sendiri. Mereka masuk hitungan berdua, gue dan mereka dihitung dua. Maksa banget ya? Pokoknya logikanya gitu, masuk akan atau nggak, harus bisa terima.
Sebab gue adalah tipe manusia yang gampang deket sama orang lain tapi tidak gampang jatuh hati apalagi sampe jatuh jatuh yang lainnya. Beberapa bulan yang lalu, pernah baca di gambar gitu, tulisannya “Jangan lupakan orang yang selalu ada buat kamu, bahkan sebelum kamu meminta pertolongan”. Ada ternyata manusia dalam kalimat itu. Gue juga heran. Meski aneh tapi nyata dan begitulah adanya.
Next, sebab bertiga adalah luka. Dimana pun, pasti lo nemuin kan namanya manusia gak suka dan tidak bisa terima yang namanya diduain. Makanya gue memilih untuk menjadi setia. Meski setia versi gue kadang aneh aja. Gak bisa masuk akal dan nalar manusia sehat. Wkakaka *apasih ini, gue juga bingung. Intinya, kalo lo punya temen deket dan sahabat baik, ya satu aja. Banyak temen juga kadang bisa menimbulkan banyak masalah yes kan yes? Kalo lo punya orang tua asuh, ya satu aja, karena banyak orang tua asuh juga dikira mau ngakalin anaknya. Hahaha. Dan, kalo lo mau punya saudara dekat pun, punyanya satu aja, jangan banyak-banyak. Tau kan kalo orang sini suka dan gampang baperan luar dalam #eeeh. Dan, dari itu semua, gue hanya mau bilang bahwa jangan jadi manusia individualis. Sendiri dikira lo anti sosial dan kebanyakan juga dikira lo playpeople wkakaka.

Anyway, hari-hari yang gue jalani di sini semakin nyaman karena makanan, karena fasilitas, dank arena gue bahagia, itu yang pasti. I can go everywhere I want, travel and have a lot of friend here. Pontianak so far an amazing city lah buat gue, meski belum bisa dipungkiri bahwa Malang, Bali, dan Jogja masih menempati deretan teratas. Di bagian akhir tulisan ini gue hanya mau meyakinkan gini (kalo missal lo jatuh hati sama dua orang di waktu yang bersamaan, maka pilihlah orang kedua, sebab jika lo suka dan berharap pada orang pertama, nggak mungkin kan lo menerima orang kedua). Gitu, entah apa maksudnya, silakan ditebak yes. Ketemu di tulisan berikutnyaJ)

Sabtu, 13 Januari 2018

Uneg-Uneg Lunch Ala Kita-Kita

Tanggal 13 Januari kemarin, gue jalan-jalan ni Sob, sambil main air alias menikmati banjir di seputaran Purnama sampe ke Ayani Mega Mall. Tujuan aslinya emang buat beli kado Barra a.k.a anak pertama Bang Adit (Read: dosen muda) di HI Untan. Pas sampe Mall bunyi adzan, langsung lah nyari mushola di lantai 3 dan memutuskan untuk meminta temen gue nunggu di luar karena dia emang non Muslim. Gak lama kemudian, kami keluar dan mengunjungi happy baby untuk melihat perlengkapan bayi yang akan kami beli. Waah, ternyata mahal juga harganya. Then, we decided to buy something for lunch di sekitaran jalan Perdana.
Well, pas udah pesen nasi dan makan, ada yang menyita perhatian gue, di meja sebelah kami makan, ada 3 cewek yang juga sedang menikmati menu makan siangnya. Satu dari ketiga cewek itu memutuskan untuk pindah kursi dan gak tau kenapa dia seperti begitu sering memperhatikan gue. You know lah yes, sebagai anak muda, kami yang sedang makan bilang (ah, mungkin dia suka sama elo, elo kan kayak bule. Hahaha). Gue juga membenarkan apa yang dikatakan oleh temen, alhasil ketawa ketiwi. Tapi, ternyata pandangan cewek itu tidak habis dan selesai sampai disitu saja. Ia terus memperhatikan lagi dan lagi. Mungkin karena gue pake celana pendek kali, kan tapi yang terpenting menutup aurat. Salah kah? Emang kebetulan juga itu cewek pake cadar dan dengan busana serba tertutup begitu. Ukhty ukhty jaman now istilah kerennya. Mungkin dia risih dengan glagat gue yang nyentrik dan sok cool, hehehe. Peace ya Mbak, jangan berantem sama gue, ntar jodoh kan bahaya. Wkwkwk
I found something like it doesn’t connected with my mind, gue memperhatikan dia makan pake sendok terus minum juga pake sedotan tapi itu cadarnya gak dibuka. Semacam kayak kesusahan gitu, trus nasinya juga banyak yang jatuh. Dua temannya udah selesai ngunyah, dia baru mau buka cadarnya dengan sembunyi-sembunyi trus masukin nasi ke mulutnya. Gue gak habis pikir aja si, soalnya kan Islam tidak sampe segitunya menyulitkan hidup apalagi sekedar buat makan doang. Till so many people around her feel like OMG, sesulit itukah Islam mengajarkan buat bisa makan? Dan lagian wajah kan bukan aurat ya, jadi pas makan apa salahnya buat dibuka itu cadar. But I believed that she has own opinion about that, yang mungkin buat dia itu wajar meski gak masuk diakal gue. Perbedaan adalah rahmat, itu yang gue pikirkan. Kalo dia keliatan risih mandang gue karena celana pendek, gue juga kok risih liat dia makan pake cadar terus susah gitu mau nyulang diri sendiri aja. And, Idk why, but every person has their own perspective, yes? Seperti gue yang nyaman dengan celana pendek warna maroon tapi yang penting menutup aurat. Dia juga gitu, nyaman dengan gaya dia meski ada orang lain risih melihatnya. Itulah rahmat, kita jadi tau bagaimana harus memandang orang lain dan tidak memaksakan kehendak. Seperti 2+7= 9, begitu juga 3+6=9. Tiap orang punya pandangan beda, asal jangan karena perbedaan menjadikan kita saling war and bashing each others. Keep being peace person everywhere yes. Long story short, makan siang kemarin ngajarin bahwa isi kepala tiap orang beda-beda. Lebih bisa meredam ego dan melihat dari sisi yang beda serta unik. Positive thinking aja. In doing so, gue hanya mau bilang bahwa menu makan siangnya enak dan murah. Ayam geprek bernasi bersayur nangka, sambal kentang, dan sayur singkong santa just 12K. Murah meriah kan? *BukanEndorsdanPromosi Hahaha


Rindu Ini Masih Tentangmu

Mentari baru saja naik menapaki satu persatu ruang yang harus ia lalui. Ratusan rindu ini masih saja duduk manis menatapku. Ia enggan berlalu meski sebentar, karena ia tahu pemilik rindu ini adalah kamu. Bagaimana harus menghindar jika selama ini justru rindu dan hatiku tak mungkin bisa menduakanmu. Meski sudah mencoba tegar dan kuat untuk bisa menjauh, bayanganmu selalu saja hadir di barisan nomor satu. Kau terlalu kejam membiarkan hati ini menangis dan menjerit mengingat semua memori tentangmu.
Kemarin kau datang dan bertanya sejenak tentang kabarku, lalu kau pergi jauh entah kemana. Menghilangkan semua harap yang sudah kutulis indah dalam sanubariku. Dalam satu lini masa kau menghilang, tak lama berselang kau kembali. Begitu terus kelakuanmu, hingga sudah hilang semua rasaku untuk bisa mengharapkan masa depan bersama sosok sepertimu. Rindu akan hadirmu menyisakan banyak sesak dalam dada ini. Jiwaku sudah terlanjur terkunci oleh kasih sayang yang pernah kau tanam dalam-dalam di dalam tubuhku.
Jika aku boleh jujur, seharusnya sudah lama posisimu tergantikan oleh yang lain. Namun, aku bisa apa? Yang tersisa adalah bibirku yang masih setia mengeja satu persatu huruf namamu. Meski kau tak mengingatku, aliran air mata ini sudah kuikhlaskan hanya untuk meratapimu. Aku sudah terhimpit dengan derasnya rindu dan jarak yang menjadi sekat.
“Kau kenapa Difa, mengapa kau termenung begitu lama? Apa yang kau pikirkan?”
“Tidak Via, aku baik-baik saja. Aku hanya butuh waktu untuk duduk sendiri sepertinya.”
Via teman karibku selalu mengerti mengapa aku betah lama-lama duduk di bawah pohon rindang sambil menikmati waktu demi waktu berlari. Aku lebih suka ditemani fajar yang menyingsing, duduk dan menatap sekelilingku sambil memainkan pena yang kupegang. Sesekali kutuliskan beberapa kalimat tentangnya, tentang rindu, tentang rasa yang menghujam jantungku, tentang jeritan rindu yang belum terbayar lunas. Aku sangat merindukan dia.
Via berlalu, ia meninggalkanku di halaman rumah yang luas ditanami pepohonan besar dan gagah. Pepohonan itu seolah menjadi saksi hari-hariku berlalu dengan wajah murung, senyum simpul yang kadang kurangkai saat menerima kabar darinya, juga sering mereka menjadi saksi akan sakitnya hati yang terjangkit rindu bertumpuk yang semakin hari semakin bertambah dan semakin melukai hati.
“Maafkan aku Difa, aku sangat sibuk akhir-akhir ini hingga kadang lupa untuk sekedar memberimu kabar bahwa aku di sini baik-baik saja.”
Lalu semua sesak yang tersimpan di alam tubuhku berubah menjadi bahagia. Ia memberikan kabar dan meminta maaf padaku. Tepat di persimpangan jalan saat aku berjalan menuju stasiun itu, aku menjadi manusia paling beruntung sedunia. Kedua mata ini seolah tak lelah dan bosan menatap layar handphone dan membaca isi pesanmu itu. Aku yakin kau telah sadar bahwa di sini aku masih menunggumu dengan hati yang takkan pernah lari. Aku akan terus menantimu kembali hingga wajahmu tepat berada di depanku dan kita akan berjalan bersama seperti dulu. Meski dihantam gerimis, aku takkan berhenti menantimu.
                                                                        ***
Ternyata aku memang cukup bodoh untuk menantimu. Berbulan-bulan kau tak pernah lagi mengabariku. Aku merasa semakin malu, saat tak satu pun dukungan dari orang terdekat kudengarkan. Aku justru lebih memilih dan setia menantimu. Manusia yang sudah mengunci hatiku dengan ucapan dan rasa yang kau berikan. Kau yang telah membuat hati ini menjerit. Menahan terhimpit oleh jeritan rindu yang sudah begitu lama menyiksa hariku. Selangkah kucoba berpaling dari mengingatmu, kau tak kunjung hilang. Dirimu kini semakin menjauh dan menjadikanku merasa asing untuk bisa bertahan lebih lama denganmu.
Setiap senja kuhabiskan waktu untuk menikmati alam dengan hati yang terbata-bata. Mencoba meninggalkan satu persatu mimpi yang pernah ada. Menulis kata demi kata untuk memberikan ruang di hati ini demi sejarah hidup baru. Aku menatap langit yang menjadi saksi bahwa air mata ini mengalir begitu deras saat mengingatmu. Tak bisakah kau sedikit memahami apa isi hati ini?
Mungkin takdir cinta yang membawaku terbang jauh dari angan masa lalu. Kini aku hanya bisa mengagumimu dari jauh. Sebab benih cinta yang datang terlalu lama dan masing-masing lisan kita yang takut untuk berucap tentang rasa. Andaikan dulu kita saling berani untuk berucap, pasti derita rindu ini takkan seperih yang kurasakan sekarang. Ah, mengapa harus berandai-andai? Sedang kau terus menjauh dengan membawa beberapa kepingan rasa yang sudah kutitipkan tepat di hatimu.

Meski kita takkan bertemu dan menjalin kasih seperti yang kumau, rasa ini akan tetap meleleh dan mencampakkanku hingga jauh. Terpaksa kuseka mataku saat ia menangis kala mengingatmu. Mencoba melupakan bayang wajahmu, senyum manismu, kata-kata indah yang sering kau ucapkan padaku. Biarlah aku begini, menjadi teman senja dan menitipkan rinduku pada angin yang berlalu. Menatap langit biru sambil menikmati jeritan rindu dan menghitung akankah suatu hari jarak ini mempertemukan kita. Meskipun berat menyimpan rinduku padamu, biarlah kau menjadi melodi indah dalam hidupku. 

Derita Cinta Dua Benua; Jakarta dan Eropa

Aku tak tahu bagaimana lagi harus mengungkapkan rasa ini. Sebuah perasaan yang sudah sangat lama kupendam rapi di dalam dada. Meski tak seorang pun yang sadar dan mengetahui isi dalam sanubariku, namun namanya tetap rapi berada di sana. Tak pernah lelah aku berharap agar ia mengerti bahwa aku sungguh mengagumi dan mencintainya. Aku sangat berharap ia menjadi kekasih terbaik dalam balutan kisah kasih yang pernah kutulis selama aku hidup di dunia.
Adalah seorang wanita berambut panjang, berwajah tirus, dan berhati lembut yang telah mengambil simpatiku dalam kurun waktu yang begitu lama. Ia bagaikan cahaya yang datang dan mendekatiku dengan segala pesona yang terpancar. Jika memang sinar itu adalah milikku, aku akan sangat bahagia. Menatap wajahnya berlama-lama, melihat ia tersenyum mesra adalah sebuah kebahagiaan dalam hidupku. Bahagia tiada tara, begitu aku menyimpulkan segalanya.
Namanya Kara, sosok bidadari yang selalu hidup dalam pikiran dan menjadi temanku menjalani sisa-sisa hidup ini. Dara yang kini sedang berada di Sakarya dan berkutat dengan setumpuk kertas-kertas putih demi menata dan menjemput masa depan yang lebih baik. Aku begitu terkesima dengan pesonanya. Tak pernah henti dalam sujud aku berdoa agar Tuhan meluluhkan hatinya dan mau menerimaku menjadi lelaki yang paling beruntung di dunia karena memilikinya.
Bertahun-tahun aku menyembunyikan semua kagum dan rasa yang bersemayam di dalam tubuhku. Tak terhitung sudah berapa lama aku diam dan hanya mencintainya dari jauh. Enggan berkata jujur karena aku takut ia tidak menerimaku. Aku memilih untuk mencintainya dari jauh dalam diam meski tak jarang air mataku harus jatuh karena melihatnya dengan yang lain. Entah dengan siapa, namun aku masih tak kuasa jika melihatnya bersanding dan memilih jiwa lain selain aku.
Dengan lapang dada aku menerima semua omongan orang lain tentang nasib cintaku. Cinta yang tak kunjung tersampaikan bahkan harus menjadi derita karena terhukum jarak yang tak biasa. Bagaimana aku bisa jujur berkata bahwa diri ini mencintainya, sedang ia begitu jauh berada di bumi para penakluk dunia. Ya, kini ia sedang berada di Eropa. Aku selalu menjadi manusia yang paling bahagia jika memikirkannya, namun dalam satu waktu semuanya hancur saat aku sadar ia bukan siapa-siapa dalam catatan takdir cintaku.
“Semoga dia bisa menjaga hati dan pandangannya di sana ya Rayyan, karena jarak ini masih menjadi halangan buatku untuk berkata jujur padanya.”
“Dia itu siapa? Kamu punya seseorang yang selama ini menyusup ruang rindumu, Ayyas?”
“Ah, barusan aku bilang apa? Salah ngomong ya?”
“Salah ngomong gimana? Kamu aja nggak pernah jujur sama kami. Gimana kami bisa tau kisah kasih asmaramu Ayyas?” Rayyan menjawab sambil menyerngitkan dahi tanda tak setuju dengan apa yang baru aku katakan padanya.
Ya, begitulah drama cinta ini kurangkai hingga sudah lebih dari delapan tahun aku kuat menyembunyikan semuanya. Kadang aku mencoba untuk jujur dengan menyatakan semua kebenaran yang sudah sesak di dalam dada. Tapi, aku takut ada yang terluka karena pesona wanita yang kupilih itu telah mampu menghipnotis banyak manusia di sekitarku. Bahkan, tidak hanya aku, ia memiliki belasan atau mungkin puluhan jiwa lain yang berharap sama sepertiku. Sama-sama ingin memiliki Kara.
Detik berlalu, menit berganti, bulan berputar dan waktu takkan pernah kembali. Aku tak mungkin mengatakan itu sekarang padanya. Saat ini yang mampu kulakukan adalah terus berdoa dan mencoba memangkas segala rindu yang datang mendekat. Meski tak jarang benih rasa itu menimbulkan sakit dan melenyapkan keinginan untuk menjadi yang terbaik baginya.
Laksana langit dan bumi, kami terlihat asing. Terpisahkan oleh jarak yang tak memiliki kekuatan untuk memiliki satu sama lain. Meski kau jauh dan tak mengetahui apa isi hatiku, biarkan aku setia menjadi langit yang akan selalu menatapmu dari jauh. Seolah menjagamu agar terhindar dari panas dan bisingnya dunia yang hingga saat ini belum bersahabat dengan kisah cinta kita.
Saat senja menjadi saksi bahwa segenap rasa yang kumiliki ini adalah derita, aku akan berdiri tegak menyaksikan seluruh sikap dan pesona anggunmu. Ketika rintik gerimis mulai datang menyapa dengan sempurna, biarlah kususun ulang setiap hasta rasa rindu yang kupunya. Hingga nanti, saat aku tersadar bahwa aku ini hanya lelaki yang bisa menjadikanmu wanita yang kukagumi dari deretan langkahku yang masih tersisa. Adakah aku salah jika melangkah maju dan mengagumi setiap keanggunan sikapmu itu?
Biarlah kesabaranku menjadi detakan berbeda dari seribu harapan yang pernah terucap. Menjadi benih derita dari penantian tentangmu. Maafkan aku, jika memang rasa ini salah. Biarlah ia menjadi saksi kisah cinta dua insan yang salah dalam berujar tentang rasa, rindu, dan lisan yang tak kuat untuk berkata jujur. Biarlah nyawa cinta itu tetap abadi dalam genggaman sang pencipta, hingga nanti saat musim berganti. Biar kutitipkan rindu pada angin yang melewati dinding jarak yang takkan terungkap. Karena kita kini tersekat dua benua, aku di Jakarta dan kau kini berada di Benua Eropa.  

Rabu, 10 Januari 2018

Keep Moving Forward

Seberapa banyak mimpi yang telah kita tuliskan dan ingin kita capai? Sudahkah mimpi-mimpi itu Anda jadikan motivasi untuk terus bergerak maju menuju pencapaian yang maksimal dan memuaskan? Banyak dari kita memiliki mimpi yang sangat tinggi ketika sedang bertemu dengan mereka yang telah sukses atau ketika sedang mengikuti seminar motivasi. Setelah seminar selesai dan kita telah berpisah dengan sang motivator, mimpi-mimpi yang kita inginkan ketika kita tadi dengan sadar menuliskan, tiba-tiba hilang dan tidak menjadi bekas apa-apa dalam kehidupan kita.
Ketika kita bermimpi untuk menjadi Milyarder misalnya, setidaknya kita juga harus berusaha sekuat tenaga agar mimpi itu bisa menjadi kenyataan, bukan hanya sebatas mimpi saja. Betapa banyak orang yang saya perhatikan, mereka ingin mendapatkan nilai yang bagus, prestasi yang membanggakan, tapi mereka enggan untuk berusaha mewujudkan apa yang telah mereka tetapkan dalam diary mimpi mereka sebelumnya.
Seharusnya ketika kita telah memutuskan untuk menuliskan mimpi kita, kita juga harus siap dengan strategi yang jitu sehingga mimpi itu dapat tercapai setelah aksi yang nyata dan konkret serta usaha yang maksimal dalam mewujudkannya. Tidak mungkin ketika akan sukses dan mendapatkan mimpi-mimpi besar kita manakala kita bermalas-malasan dan tidak mau melakukan usaha untuk menggapainya.
Maka saudaraku, bersyukurlah ketika Anda adalah orang yang bermimpi besar dan memiliki keinginan yang besar untuk bisa mencapai dan mewujudkannya menjadi benih bunga-bunga kesuksesan yang akan menjadi pengharum dalam kehidupan Anda di dunia ini. Beruntunglah bagi Anda yang saat ini sudah menuliskan mimpi dan telah berupaya menyusun strategi untuk dapat mewujudkan mimpi-mimpi tersebut menjadi kenyataan dalam hidup Anda. Tidakkah kita bisa memperhatikan manusia yang ada di sekitar kita, mereka yang memiliki kelemahan, kekurangan fisik dan materi, tapi mereka masih mampu mewujudkan mimpi-mimpi luar biasa mereka.
Mereka yang memiliki keterbatasan saja mampu menjadi penakluk cita-cita tinggi, so, kenapa kita tidak mampu? Sudah selayaknya kita selaku hamba yang mengaku akan mengabdi sepenuhnya kepada sang pencipta melakukan perubahan untuk menjadi hamba yang selalu bersyukur dan mau berusaha untuk menjadi manusia yang sukses dan membanggakan. Sepatutnya harta yang orang lain  miliki, kekuasaan yang mereka sandang, mampu menjadi motivasi bagi diri kita untuk bisa menjadi seperti mereka yang sukses dan menjadi orang terpandang.
Sungguh sangat disayangkan apabila yang keluar dari lisan kita selalu kata-kata menyerah, tidak optimis, dalih tidak mampu bersaing dan takut untuk mencoba. Bukankah Allah telah memberikan kita panca indera yang sama, organ tubuh yang lengkap sehingga bisa menjadi pendorong bagi setiap insan untuk mampu bersaing dan mendapatkan apa yang mereka cita-citakan. Yakinlah, setiap kita mampu menggapai apa yang kita inginkan jika kita memiliki niat yang kuat dan usaha serta strategi yang akurat dan meyakinkan.
Ingatlah, bukan hanya hasil akhir yang Allah hitung kelak ketika kita telah berpindah alam, tapi usaha serta proses juga merupakan poin penting yang Allah lihat dari setiap hambaNya yang mau berusaha dan berdoa dalam mewujudkan mimpi dan cita-cita mulia. Nikmatilah proses itu, jalanilah liku-liku kesulitan itu, gagal? Itu biasa, percayalah, kegagalan itu selalu satu paket dengan keberhasilan.
Bukankah kegagalan adalah suatu proses yang harus kita saksikan dan rasakan untuk menikmati suatu keadaan yang bermahkotakan kesuksesan?
Hidup adalah proses. Hidup adalah belajar tanpa mengenal kata tua dan tanpa mengenal batasan usia. Jatuh, berdiri lagi. Kalah, mencoba lagi. Gagal, bangkit lagi. Sampai tiba waktunya Tuhan memanggil dan mengatakan “Sudah waktunya pulang.” Jadi, tidak perlu ragu dan bimbang, teruslah bermimpi tinggi, teruslah menyusun strategi, dan teruslah melakukan aksi.

Saya yakin, Anda adalah orang yang memiliki mimpi yang mulia, mau berusaha dengan strategi yang nyata. Allah akan memberikan apa yang Anda usahakan, apa yang Anda pinta, tentunya setelah berusaha dan berdoa, karena Allah tidak pernah tidur dan buta, Kesuksesan menanti Anda di depan sana,  percayalah!

Selasa, 09 Januari 2018

Just me?

Beberapa minggu ke belakang ini selalu hinggap di benak ane pikiran tentang kekurangan yang ada di dalam diri ini. Bahkan 26 Desember lalu, di malam yang begitu gelap dan ane hanya sendirian di rumah. Alhamdulilah, Allah kasih kesempatan tahajud terus nangis sepanjang sholat sampe keluar segala beban yang ada di dalam jiwa. Merasa lega banget, setelah sekian lama sibuk kerja dan aktivitas di kampus, akhirnya bisa melepaskan segala keluh kesah dihadapan sang pencipta. Di saat itulah ane baru merasakan ternyata benar, memang curhat sama Allah itu lebih dekat intim dan melegakan. Disana ane baru merasakan bahwa apa yang selama ini dihadirkan, diberikan kepada ane adalah bentuk anugrah. Meski selalu ketika bangun pagi ane mikirin, kok ane begini ya, kok ane begitu ya, dan begini begitu yang lain. Ane merasa banyak sekali kekurangan dalam diri ini yang ane tidak punya daya untuk menyembuhkan itu semua. Entah dari sisi gapteknya, entah karena kurang bisa sosialisasi dengan baik sama society ane, atau bahkan keburukan yang lain yang ane rasa susah sekali diperbaiki apalagi dihilangkan. Ya, ane juga manusia, mikirnya selalu yang jelek. Padahal kan kata Allah Dia tidak membebani kita sesuatu yang tidak bisa kita pikul. Lantas, kenapa masih mengeluhkan kekurangan?
Suatu waktu ane mikirin, siapa ya jodoh ane sebenarnya, kok gak ada Nampak tanda-tanda sampe sekarang dan ane merasa tertekan. Hahaha, anak muda bawaannya under pressure kalo dtanyain kapan nikah. Apa gue doang yang begitu? Lalu, gue juga mikirin kok gaptek banget jadi manusia, seperti membetulkan listrik rusak aja gue kadang males, takut kesetrum, sampe yang kayak kapan bisa bawa mobil, kapan bisa punya usaha sendiri, sampe kapan-kapan yang lain-lain. Hanya gue doang yang begitu? Katanya si enggak. Sebab, Tuhan tidak sedang bermain dadu dalam menentukan nasib hambaNya, lalu kenapa cemas. Kata Allah, semua sakit ada obatnya, kecuali tua dan maut. Lalu kenapa masih bingung kalo punya penyakit? Semematikan apa penyakit Anda? Sometime mikir, virus mematikan adalah ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain, lalu hati merasa tenang karena tidak boleh membanding-bandingkan. Tapi sometime juga hati dan logikan gue gak singkron, mengeluh aja maunya. Udah berusaha ditahan juga kadang tetep aja kebablasan. Manusia!
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, manusia memang diciptakan berkeluh kesah. Jika ditimpa keburukan ia berkeluh kesah, jika ditimpa kebaikan ia lupa dengan Tuhannya. Kecuali orang-orang yang sholat, yang dapat menjaga sholatnya dan meninggalkan kata-kata yang tidak baik. Tapi gue nyadar, gue bukan tipe orang yang baik yang selalu bisa sholat lima waktu jama’ah, karena somehow gue juga males buat ke masjid. Apalagi kalo iman gue lagi turun banget, kerasa banget mau apa-apa galau. Apakah hanya gue doang yang merasakan fase-fase begini? Pastinya tidak. Oh Tuhan, yang mempunyai hati dan ruh yang menetap dalam jiwa ini, ijinkanlah kami untuk bisa terus memperbaiki diri, berada di jalan yang lurus, dan selalu dalam naungan hidayahMu Rabb. Jangan biarkan kami melenceng jauh dan mengikuti hawa nafsu dan bisikan saitan yang terkutuk.
Dari semua kecemasan hidup yang gue alami, masih percaya bahwa nanti akan tiba masa dimana galau bin gelisah ini akan pergi. Satu persatu akan Allah genapkan segala nikmat, insya Allah. Bukan hanya buat gue doang, buat kita semua dan kalian di luar sana yang berpikiran bahwa hidup ini kadang kejam, percayalah, bahwa kita yang sudah salah sangka. Allah bahkan udah nentuin apa yang terbaik untuk kita, ngasih apa yang kita butuhkan dan memberikan apa yang kita perlukan. Jika hati kita masih galau, itu karena kita jauh dari tuntutan hidup kita yakni Allah, Qur’an dan tuntunan Rasul. Perbanyak istigfar, masih ada waktu untuk memperbaiki segalanya. Karena Tuhan tidak pernah bimbang, Ia selalu imbang. Tuhan tidak sedang bermain dadu dalam menentukan nasib hambaNya. Percayalah, bersama setiap kegalauan dan kesulitan hidup, pasti selalu ada jalan keluar yang terbaik yang sudah Allah siapkan. Jangan menghindar, tapi jemputlah. Hari esok insya Allah bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

 (Maafkan jika isi tulisan ini gak nyambung, lagi gak mood banget nulis tapi dipaksa.)

Saldo Kesabaran

Yaa Rabb, Tuhan yang maha mengetahui segala isi hati.
Tuhan yang maha pengasih dan tak pernah pilih kasih.
Transferin hambaMu ini saldo kesabaran.
Sabar untuk menghadapi kelakuan dan tingkah laku mahasiswa HI Untan yang titik titik
Sabar untuk menghadapi pemimpin yang tak tau arah memimpin.
Sabar untuk menghadapi kehidupan yang ternyata begitu kejam.
Yaa Rabb, bukan hamba mengeluh.
Tapi memang di sini pressure nya beda.
Sabar untuk menemani hari-hari berlalu di Pontianak, senja dan malam.
Sabarkanlah dengan sabar yang cukup Tuhan.
Itu saja permintaanku.

Terima kasih semesta!

Senin, 08 Januari 2018

Lorong Waktu; Waktu, hidup, dan kesempatan!

Setiap kali membicarakan hal ini selalu banyak hal yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Katanya waktu itu bukan kayak oreo yang bisa diputer, kan? Lalu, banyak manusia yang termakan rayuan hasutan dan segala macam sejenisnya yang mengindahkan bahwa semua akan terjadi sesuai dengan waktunya, indah pada masanya. Percaya? Gak sepenuhnya begitu kalo menurut ane. Then how? Gini logikanya, kalo kita hanya mengatakan semua akan indah pada waktunya terus diem aja, sama aja boong. Which is keadaan akan tetap begitu jika kita tidak berusaha apa-apa, bener nggak si? Kalo hanya ngandelin, semua itu sudah ketetapan Allah, trus diem aja, emang keadaan bakal mau berubah? Ane pribadi ni masih percaya bahwa semua akan indah pada waktunya, saat kita berusaha, bekerja keras untuk apa yang kita mau dan bertawakal pada Allah akan hasilnya. Some people said, emang semua sudah ditetapkan Allah tapi manusia masih bisa berusaha untuk mengubah takdir. Katanya si, ane pribadi mikirnya akan indah pada waktunya saat kita berusaha mengerjakan dan menggapai apa yang kita mau, kalo diem aja ya hasilnya juga bakal seperti itu. Lalu, kenapa dengan waktu?
Kalo si society tempat kita hidup dan berkembang pasti tau bahwa waktu itu adalah emas. Seperti setiap kita percaya bahwa for getting something we need money. Kebanyakan kita manusia, ane pribadi juga kadang iya. Suka sekali melupakan yang namanya nikmat waktu luang dan nikmat sehat, kalo kamu? Sometime kita lupa bahwa waktu itu anugrah Tuhan, kalo enggak digunakan sebaik mungkin mana mungkin bisa berubah menjadi kebaikan. Diem aja misalnya, tidur, do nothing, sampe dunia sudah berubah, kampus sudah semakin bejibun. Kita masih gini-gini aja. Padahal sejatinya lorong waktu yang kita punya juga memiliki batas. Kalo kayak diibaratkan ke perumahan misalnya, jalanan dan lorong ke perumahan itu bisa saja mentok dan sudah habis tidak bisa lagi dilewati. Bener kan? Begitu juga sejatinya kehidupan. Kita, masing-masing yang punya nafas ini memiliki ambang batas waktu. Batas waktu buat muda, batas waktu buat jadi anak, batas waktu buat jadi seorang ibu, de el el. Sehingga jika waktu yang diberikan kepada kita tidak dipergunakan sebaik mungkin, maka akhirnya akan timbul yang namanya penyesalan. Dimana setiap kita sadar, bahwa penyesalan selalu hadirnya belakangan. Sebab itu sudah menjadi sunah manusia, lumrah, dianggap lazim.
Kesempatan hidup berupa waktu luang yang diberikan kepada kita itu memiliki limit. Tidak seumur hidup kita bisa menemukan waktu luang. Let’s see, banyak orang di sekitar kita, pergi pagi pulang malam, kemudian langsung istirahat. Mereka kita punya waktu luang untuk keluarga dan menikmati istirahat yang cukup. Hari dan jamnya ia habiskan di meja kerja. Hingga, saat nanti sudah tua, berbagai macam penyakit datang dan mengharuskan ia untuk berhenti bekerja dan beristirahat. Somehow, kita lupa bahwa waktu luang, kesempatan yang diberikan Allah dalam hidup ini adalah untuk dinikmati dengan orang-orang terbaik, keluarga, atau digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi umat. Semua ada waktunya, ada porsinya. Tapi yang jelas, lorong waktu yang diberikan Tuhan adalah untuk kita gunakan dengan baik mungkin. Entah itu untuk berbagi kebahagiaan dengan orang-orang terdekat, meniti kebahagiaan lewat tulisan, atau sekedar menikmati tontonan yang asyik untuk perkembangan diri di masa depan. Bahkan, sewaktu-waktu kadang ane mikir, boleh lho sesekali kita melakukan kunjungan ke rumah sakit, masuk ke ruangan dan ketemu pasien. Hingga kita merasa bersyukur bahwa hari ini kita masih diberikan waktu sehat, kesempatan berbahagia, dan hidup yang tidak kurang suatu apapun. Hingga, kita tidak lagi mengeluhkan yang tidak-tidak. Karena, mereka yang di RS pasti ingin seperti kita, lha masak kita yang sehat tidak bersyukur. Lalu, untuk apalagi akan kamu gunakan kesempatan baik, lorong waktu yang tersisa, dan bahagia hidupmu?! Siap menjadi pelita dan emas untuk manusia-manusia di sekitarmu? Bersyukurlah untuk lorong waktu yang masih kau punya, tidak semua bisa menikmati itu!

Sabtu, 06 Januari 2018

Ketika Langit Biru Berubah Warna

Rindu yang kulayangkan melalui awan
Rindu yang kutinggalkan di bangku taman
Rindu yang kutitipkan melalui teman
Rindu yang kutambatkan di pelabuhan
Rindu yang kuletakkan di atas jalan
Rindu yang kuratapi dengan tangisan
Rindu yang kulirikan dengan nyanyian
Rindu yang kusembunyikan dalam tulisan
Rindu yang kusiratkan dalam harapan
Rindu yang kudo’akan dalam impian
Rindu yang kugantungkan pada dahan-dahan
Sudahkah kau temukan?

Wahai warna warni yang berkelabat
Tak sudikah singgah sebentar?
Hinggap di hatiku yang biru
Mengharu biru karena rindu
Terbang,
Terbanglah terus ke Barat
Biarkan diri ini sendiri
Karena rindu yang tak terperi
Janganlah bersedih karena waktu
Berdamai saja termasuk dengan sisa usia
Karena waktu yang menumbuhkan
Karena waktu yang mematahkan
Karena waktu juga yang menyembuhkan
Karena waktu, punya segala keadaan

Kembali kukatakan,
Wahai awan
Jika bersedih jangan menangis
Jangan kau turunkan hujan
Karena aku ingin pulang
Demi dan untukmu awan
Akan kuterbangkan layang-layang

Aku kadang mikir, langit yang biru aja bisa berubah warna apalagi kita manusia. Langit yang sudah sebegitu indah aja bisa nurunin hujan apalagi kita manusia yang di setiap jengkal dari organ kita punya kekurangan. Tapi, apapun yang terjadi dalam keseharian, kita harus tetap terbang seperti layang-layang. Tidak boleh patah arang apalagi berhenti mencoba. Karena tujuan akhir dan garis finish kita adalah pulang. Pulang menuju Allah yang sudah menghidupkan dan memberi jatah sekian lama bagi kita untuk bisa menjelajah di dunia ini. Sebab, pusaran rindu yang hakiki adalah rindu bertemu Tuhan. Sudahkah kau merindukan Tuhanmu melebihi kau merindukan kekasihmu? Jika belum, jangan menangis, kau harus tetap berusaha bisa merindukan untuk segera bertemu Dia. Berdamailah dengan keadaan lalu merindulah seperti rindu yang pernah kau berikan, untuknya. Rindu ter-istimewa! (Pontianak, 6 Januari 2018)

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...