Senin, 16 November 2015

Belajar Banyak, Banyak Belajar

"Lebih baik berhutang uang daripada berhutang budi, tapi lebih baik tidak keduanya."
Di usia yang sudah tidak lagi muda, di usia yang sudah cukup jika dimasukkan dalam kategori dewasa, ternyata masih banyak sekali hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mulai dari kejadian kecil yang sudah biasa terjadi hingga kejadian yang sungguh tidak terduga. Haruskah selalu membawa perasaan? Kita lelaki bukan, kenapa setiap kejadian kadang kita susah untuk menggunakan logika, kenapa harus melow karena memang bukan tempatnya melow. Ya, itulah kita, suka tidak enakan dengan kejadian yang kita alami di sekita kita. Bahwa sejujurnya, tidak seorang pun yang ingin berada pada posisi seperti sekarang, suka menghargai orang lain, suka menjaga perasaan orang lain tapi kadang kita lupa menjaga perasaan kita sendiri. Sudah belasan tahun hidup, selalu bertemu dengan orang yang berkarakteristik terlalu baik. Susah sekali menjelaskannya, bahwa sejujurnya kadag kita lebih memilih untuk berhutang uang daripada berhutang budi, dengan siapapun itu. Tanpa harus menyebut satu persatu pihak yang sudah terlalu baik dalam bersikap kepada kita, maafkan jika memang gaya ketus dan omongan serta sikap cuek ini masih saja seperti ini adanya. Kami pun sedang belajar bagaimana menjadi jiwa yang kuat, berontak dan tak mengedepankan perasaan. Apa yang terjadi selama ini sudah terlalu banyak seharusnya pelajaran yang diaplikasikan dalam kehidupan kita, bahwa memang dimana pun pasti ada orang baik yang akan selalu menebar kebaikan dan akan selalu saja ada yang ketus dan bertindak sesuka hatinya. Kata orang golongan darah B itu memang orangnya gak enakan gitu, dan kami pun merasakan hal itu. Berapa kali kami coba untuk cuek dan bersikap keras, selalu saja ada bisikan bahwa hal itu tidak perlu dilanjutkan. Salahkah mengingat kebaikan orang, salahkah mengenang? Haha, malam ini makin larut tapi angel dan demon masih saja tetap tak mau kalah perang satu sama lain.
Sore tadi, aku ingat seseorang, dia yang dengan senang hati mengajarkan banyak cara bagaimana harus mencintai saudara sesama muslim, dia yang sikapnya begitu lembut dan tak pernah aku temukan marah, dia juga yang sudah mengajarkan bagaimana harus bersikap baik dalam menjalani sisa kehidupan. Bertahun-tahun menghabiskan waktu bersamanya, tapi hanya dua kali aku lihat dia marah, itu juga karena memang sikap yang sudah tak lagu sesuai dengan apa yang harus terjamah. Rela menghabiskan waktu untuk bercerita hanya demi menyenangkan hati dan berkata bahwa jiwa kita masih baik-baik saja. Rela susah demi saudaranya, rela sibuk demi temannya, rela menderita demi sahabatnya. Haha, kadang naif banget harus mengingat kejadian yang sudah lalu, karena sadar diri bahwa sesungguhnya jiwa ini jauh dari kata baik baik dan baik. Entah harus bagaimana lagi mengulang setiap adegan kehidupan yang sudah tak mungkin terulang, tentang kebaikannya, tentang ringan tangannya, tentang nasehatnya, tentang sikap pedulinya, tentang semua kebaikan dan hutang budi yang sudah ia pinjamkan. Lagi-lagi tentang hutang yang sebenarnya aku tak ingin semua itu masih kami kenang satu sama lain. Malam makin larut, jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00, tapi kebaikan itu masih saja gentanyangan malam ini. Tentang semua sikap buruk yang pernah aku perbuat dan kau rasakan. Tentang semua hutang budi yang masih belum bisa aku bayar, tentang isak tangis yang sering kau ceritakan demi mendengarkan tawa kebahagiaan temanmu. Percayalah, malam ini aku sungguh merindukanmu dalam dekap kebaikan yang pernah kau berikan. Berapa kali kau menghubungi dan mengatakan bahwa kebaikan itu adalah tiketmu untuk meninggalkan dunia ini lebih awal, dan kita berlomba-lomba untuk itu. Demi setiap keluhan yang pernah kau sampaikan bahwa sesungguhnya kau masih kuat dengan segala senyuman yang masih tergores dan tersisa dalam penatnya malam panjang yang masih kau rasakan. Untuk setiap dosa dan kekhilapan masa lalu yang sudah kita hancurkan. Malam ini aku berikrar, sungguh kebaikan itu masih saja terniang, entah bagaimana nanti Tuhan memberikan kekuatan untuk mengembalikan semuanya kepadamu. Rabb, ampuni kami. Maafkan kami yang sudah menyakiti satu sama lain selama ini, maafkan kami untuk luka yang mengebiri dengan desahan nafas yang tak lagi sama kami nikmati. Maafkan kami yang belum bisa belajar banyak dari setiap kejadian yang kau takdirkan hinggap dalam keseharian ini. Ijinkan malam ini kami bersapa dan berbalas rindu, kami janji akan lebih banyak belajar dari setiap kejadian. Demi dia, malam ini relakan air mata menetes karena kebaikannya. Semoga kau berikan tempat terindah untuknya, maafkan aku merinduinya lagi Tuhan... :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...