Hari Minggu ini
cuacanya dingin sekali, mulai shubuh hujan berhenti dan datang kembali membuat
tubuh meminta untuk didekatkan dengan selimut dan bantal, tidur. Namun, ada
yang berbeda setelah sholat dzuhur tadi, meski rintik hujan masih turun dan
membasahi bumi, aku memutuskan untuk pergi membeli Bakso Malang. Karena kukira
dengan cuaca yang begitu dingin, kaldu Bakso Khas Kota Malang pasti bisa dijadikan
teman untuk menonton televisi. Ya, benar saja, ditemani hangatnya Bakso Malang,
siang ini aku mendapatkan cerita inispirasi dari negeri Belanda. Begini
kisahnya:
Adalah seorang
wanita Indonesia asli Kediri yang merupakan alumni Teknik Industri Institut
Teknologi Bandung, yang kemudian memutuskan pindah ke Belanda demi menemani
sang suami, Syarif Riyadi yang sedang melanjutkan studi PhD di salah satu
kampus ternama di sana. Awalnya di benak Desti hanya terpikirkan bahwa setelah
menamatkan studi di ITB, ia akan fokus menjadi ibu rumah tangga dan fokus
mengurus suami dan keluarga. Namun, ternyata kisah hidup mereka patut sekali
dijadikan contoh. Ketika sang suami mengerti bahwa Desti memiliki kemampuan
akademik yang baik, ia mengijinkan Desti untuk kembali melanjutkan studi strata
dua dalam bidang energi terbarukan. Kisah pernikahan mereka pun tergolong unik,
dimana ijab qabul antara Syarif dan Desti berlangsung melalui video dari yahoo
messenger karena sang suami yang tidak bisa kembali dari Eropa. Orang tua Desti
pun mengijinkan dan memberikan keleluasaan pada Desti untuk mengikuti suami
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan hingga menamatkan
PhD.
Kisah yang
mengharukan dari perjuangan mereka adalah bahwa mereka bisa mempertahankan
hubungan jarak jauh setelah menikah dan fokus pada tanggung jawab
masing-masing. Syarif fokus dengan studi PhD nya dan Desti harus tinggal
sendiri bahkan hamil dan melahirkan pun sendiri hingga tercatat kurang lebih
mereka berpisah selama 4 tahun demi mimpi dan cita-cita akademik satu sama
lain. Setelah menamatkan studi PhD, gantian Syarif yang kemudian menjaga si
balita dan si Desti kembali fokus untuk menyelesaikan PhD nya. Desti bahkan
tercatat sebagai lulusan terbaik pada jenjang master dan juga PhD. Hingga
akhirnya ada satu perusahaan multinasional di Belgia melamar Desti untuk
bekerja di perusahaan mereka. Masya Allah, indahnya nikmat Allah.
Tantangan terberat
bagi mereka berdua adalah bagaimana bisa dengan baik mengajarkan putera mereka
untuk mengenal ilmu agama dengan baik. Karena di Eropa sedikit atau khususnya
di tempat mereka tinggal, sedikit sekali ilmu agama Islam yang dikenalkan
ketika sang anak berada di sekolah. Kemudian, Desti juga menuturkan bahwa untuk
bisa sampai ke jenjang seperti sekarang, tidak semudah atau seindah yang orang
bayangkan. Mereka juga sering diuji bahkan itu terjadi berkali-kali, namun
dengan bekal kesabaran dan komitmen, keduanya bisa menyelesaikan studi hingga
level tertinggi dan bekerja dengan baik saat ini.
Ketika ditanya,
apa kesuksesan terbesar bagi Desti? Ia berkata bahwa kesuksesan itu ada yang
ilmiah dan ada yang ilahiah. Kesuksesan ilmiah adalah ketika bisa menyelesaikan
studi hingga ke jenjang PhD dan bertemu dengan banyak sosok inspiratif dalam
hidupnya. Sedangkan kesuksesan ilahiah adalah ketika semua ilmu, pengetahuan,
dan pengalaman yang ia dapatkan selama studi bisa diamalkan dan diberikan demi
kemaslahatan umat, bangsa, dan juga negara. Desti dan Syarif berharap, mereka
bisa segera memberikan kontribusi dari perjalanan pendidikan mereka di Eropa
untuk kemajuan bangsa Indonesia.
*Saya percaya
bahwa ketika sudah bersama, tidak harus mengorbankan salah satu impian dan
cita-cita namun keduanya bisa berjalan berdampingan dan bisa mendapatkan apa
yang menjadi impian masing-masing. Adakah cerita lain nanti seperti kisah hidup
mereka? Berharap ada. Termasuk saya, aamiin. Aamiin, mumpung hujan. Hahaha
*Semoga bisa
sedikit memberikan inspirasi untuk para pembaca bahwa masih banyak yang belum
kita kerjakan. Yuk semangat, besok udah senin lagi. Keep moving on!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar