Sabtu, 03 Februari 2018

Why travel alone?

Why travel alone? Solo travel can be the ultimate in self indulgence, you can rest when you want and pour it on when you are feeling ambitious. Another benefit is that your mistakes are your own, and your triumphs all the more exciting. There is no worrying that your insistence on trekking all the way across town to a museum that was closed ruined your partner’s day; it’s your own day to salvage or chalk up to a learning experience.
Jadi, itulah alasan kenapa gue lebih suka pergi sendirian. Bukan karena lebih asyik sendiri. Seru itu bersama-sama sesungguhnya. Tapi kadang dengan pergi bersama bukan dapat momen malah saling menunggu, menyalahkan, hingga kehilangan feel buat menikmati view selama jalan-jalan. Pergi sendiri juga adalah ujian agar menunjukkan sejauh mana kita bisa kuat berjalan. Yang dulu gue juga pernah pergi sendirian ke luar negeri, dan itu lebih excited plus menyenangkan. Ketika gue salah, ya gue sadar diri dan itulah kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Alasan lain kenapa males pergi bareng karena bakal rempong, entah mengenai alat bawaan selama jalan-jalan,atau destinasi dan tempat makan. Jadi, gue tetap asyik buat ngejalanin apa yang gue percaya seorang diri.

Bahkan kadang kata orang gue anti sosialis. Whatever people said, gue tetap nyaman dengan menjadi diri gue sendiri. Sebab dengan jalan sendiri, gue bisa fokus, tidak bergantung diri dan menjadi apa yang gue mau. Dan gue masih percaya, bahwa jalan seorang diri itu selalu challenging dan menyenangkan. As always. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...