Rabu, 07 Februari 2018

Larut Dalam Senyuman

Aku ingin dekapmu dalam menerjang panasnya jalan cerita. Menjadikannya sebagai pelukan paling hangat untuk menemani gigil yang berseruak saat senja tiba. Kadang langit begitu kuasa menjatuhkan hujan, membuat hari-hari begitu basah oleh bulir yang menggenang. Kuyakin yang kita butuhkan hanya sabar yang berlebih, untuk menghadapi segala keluh kesah dan perih. Maafkan aku yang belum bisa mendamaikan dentuman keras pada perasaan. Hingga kau bisa lupa bagaimana bisa tertawa begitu lepas, juga segelitik senyum yang mengulas begitu lama saat kita tidak berjumpa. Aku berharap semoga matamu tidak menjatuhkan anak sungai yang mengalir deras. Pun aku akan selalu tegap menyediakan bahu ini sebagai tempat sandaranmu yang paling nyaman. Semua masih tergambar jelas dalam sebuah mozaik kisah, sementara aku terus percaya bahwa kau kuat menghadapi segalanya.
Sayang, adakah tangis itu menyeruak bersama hilangnya mentari pagi tadi? Sebagaimana rengekan yang selalu kau suguhkan ketika membiarkan semua itu terjadi. Aku tak berharap Tuhan mencipta air mata. Biarlah kita dibawah senja menikmati gempita senja berlalu sempurna. Tertawalah lepas, aku yakin kau kuasa. Meski hujan lebat di pelupuk mata itu belum reda, aku akan terus menemani lebih lama. Peluk hangat dari lelaki yang selalu menjadikanmu nomor satu diatas segala bahagia. Detik demi detik memang kadang begitu menyebalkan. Namun kita selalu bisa larut dalam senyuman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...