Semakin dewasa hidup, seseorang akan merasakan guncangan
karena banyak sekali tuntutan terkait dimensi kesuksesan. Sebut saja saat usia
diatas 20, ya meski dewasa tidak bisa dinilai dari usia. Sesuai peribahasa
berkata 'tua itu pasti, dewasa itu pilihan'. Tapi benar, banyak penuturan bahwa
setelah usia 20, kita akan lebih merasakan apa yang disebut 'tekanan'. Apalagi
kalau sudah selesai dari dunia pendidikan, sebut saja wisuda. Kalau udah lulus,
mau balik kampung nggak enak karena belum ada kerjaan, nggak balik juga nggak
enak karena jatah transfer bulanan juga udah habis. Mau minta nggak enak, nggak
minta nggak bisa makan.
Balik lagi ke judul di atas, sukses dan jodoh. Pertama
sukses yang sudah barang tentu standar tiap orang beda. Ada yang suksesnya
adalah saat tamat kuliah, ada yang bisa jadi polisi, ada yang saat mampu
mengenakan jas mewah dengan gelar dokter, ada yang sukses jadi bisnismen, lulus
PNS, jalan-jalan ke luar negeri, selesai S2 atau apa pun. Sungguh, tiap orang
standar suksesnya berbeda-beda. Tapi, jika menilik standar sukses kita versi
orang tua adalah saat kita bisa sekolah dengan baik sampe ke jenjang perguruan
tinggi, menemukan perkerjaan, menikah, punya anak, punya rumah, punya mobil,
dan hidup dengan layak dengan serba berkecukupan. Ada justru yang bagi mereka
sukses adalah saat mereka bermanfaat bagi orang lain, meski belum memiliki
rumah, seperti Pak Syafi'i Antonio yang senang mendirikan masjid, membangun
sekolah, kampus, dan menyekolahkan banyak fakis miskin. Hingga setelah puluhan
tahun beliau baru memiliki rumah.
Just want remind you all, beda orang, beda isi kepala,
beda juga standar suksesnya. Jangan maksakan diri buat sama kayak orang lain
karena perjalanan dari lahir hingga sekarang beda-beda. Bahkan, kalau sama
semuanya kan jadi nggak seru, gitu-gitu aja hidup ini, tidak berwarna. Padahal
perbedaan kan rahmat, asal jangan saling menjatuhkan karena sifat iri dan tidak
suka satu sama lain. Lagi, sukses kita ya kita yang bisa tau gimana dan harus
bagaimana untuk mendapatkannya. Jangan disamakan dan tidak bisa dipukul rata.
Itu tidak adil namanya. Poin pentingnya adalah jangan lupa saling support dan bersyukur
aja.
Lalu perihal jodoh, yang mungkin itu merupakan standar
sukses orang secara umum. Bisa menikah dan merasakan bagaimana menjadi seorang
istri/suami. Jodoh ini juga tidak bisa dipaksakan, karena tugas manusia adalah
untuk berusaha, bukan harus menikah ketika usia sekian sekian kalau tidak
kemudian dianggap tidak laku. NO. Sebab, perihal jodoh adalah kembali ke
perjanjian yang sudah kita ucapkan saat masih berasa di dalam kandungan. Segini
rizki, akan mendapatkan jodoh si ini di usia segini, dan akan meninggal ketika
usia segini dalam momen seperti ini. Itu semua sudah tertulis dalam agenda dan
takdir perjalanan hidup kita. Jadi nggak ada kata-kata kalau belum menemukan
jodoh atau belum nikah karena nggak laku and so on. Karena itu adalah takdir hidup.
Bagi yang belum menikah pun jangan sedih, jodoh kalian sudah ada yang mengatur,
jangan berkecil hati karena belum menemukan tambatan hati. Itu takdir dan
sangat sulit sekali merubah takdir karena sudah kesepakatan dengan Allah saat
dalam kandungan. Sabar, jodoh akan datang sesuai dengan kesepakatan, meski kita
tidak tahu itu kapan. I means, kita tidak boleh memandang rendah orang yang
belum menikah, karena takdir hidup tiap orang pun berbeda. Dulu pernah
merasakan ada di posisi yang sama, tapi sabar. Allah selalu punya kejutan.
Hikmah di balik suatu kejadian akan baru keliatan nanti dan nanti.
Tetap ikhtiar, sebab ukuran sukses setiap orang berbeda.
Syukur dan sabarnya jangan pernah berkurang. Percayalah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar