Minggu, 12 April 2020

Sukses dan Jodoh


Semakin dewasa hidup, seseorang akan merasakan guncangan karena banyak sekali tuntutan terkait dimensi kesuksesan. Sebut saja saat usia diatas 20, ya meski dewasa tidak bisa dinilai dari usia. Sesuai peribahasa berkata 'tua itu pasti, dewasa itu pilihan'. Tapi benar, banyak penuturan bahwa setelah usia 20, kita akan lebih merasakan apa yang disebut 'tekanan'. Apalagi kalau sudah selesai dari dunia pendidikan, sebut saja wisuda. Kalau udah lulus, mau balik kampung nggak enak karena belum ada kerjaan, nggak balik juga nggak enak karena jatah transfer bulanan juga udah habis. Mau minta nggak enak, nggak minta nggak bisa makan.

Balik lagi ke judul di atas, sukses dan jodoh. Pertama sukses yang sudah barang tentu standar tiap orang beda. Ada yang suksesnya adalah saat tamat kuliah, ada yang bisa jadi polisi, ada yang saat mampu mengenakan jas mewah dengan gelar dokter, ada yang sukses jadi bisnismen, lulus PNS, jalan-jalan ke luar negeri, selesai S2 atau apa pun. Sungguh, tiap orang standar suksesnya berbeda-beda. Tapi, jika menilik standar sukses kita versi orang tua adalah saat kita bisa sekolah dengan baik sampe ke jenjang perguruan tinggi, menemukan perkerjaan, menikah, punya anak, punya rumah, punya mobil, dan hidup dengan layak dengan serba berkecukupan. Ada justru yang bagi mereka sukses adalah saat mereka bermanfaat bagi orang lain, meski belum memiliki rumah, seperti Pak Syafi'i Antonio yang senang mendirikan masjid, membangun sekolah, kampus, dan menyekolahkan banyak fakis miskin. Hingga setelah puluhan tahun beliau baru memiliki rumah.

Just want remind you all, beda orang, beda isi kepala, beda juga standar suksesnya. Jangan maksakan diri buat sama kayak orang lain karena perjalanan dari lahir hingga sekarang beda-beda. Bahkan, kalau sama semuanya kan jadi nggak seru, gitu-gitu aja hidup ini, tidak berwarna. Padahal perbedaan kan rahmat, asal jangan saling menjatuhkan karena sifat iri dan tidak suka satu sama lain. Lagi, sukses kita ya kita yang bisa tau gimana dan harus bagaimana untuk mendapatkannya. Jangan disamakan dan tidak bisa dipukul rata. Itu tidak adil namanya. Poin pentingnya adalah jangan lupa saling support dan bersyukur aja.

Lalu perihal jodoh, yang mungkin itu merupakan standar sukses orang secara umum. Bisa menikah dan merasakan bagaimana menjadi seorang istri/suami. Jodoh ini juga tidak bisa dipaksakan, karena tugas manusia adalah untuk berusaha, bukan harus menikah ketika usia sekian sekian kalau tidak kemudian dianggap tidak laku. NO. Sebab, perihal jodoh adalah kembali ke perjanjian yang sudah kita ucapkan saat masih berasa di dalam kandungan. Segini rizki, akan mendapatkan jodoh si ini di usia segini, dan akan meninggal ketika usia segini dalam momen seperti ini. Itu semua sudah tertulis dalam agenda dan takdir perjalanan hidup kita. Jadi nggak ada kata-kata kalau belum menemukan jodoh atau belum nikah karena nggak laku and so on. Karena itu adalah takdir hidup. Bagi yang belum menikah pun jangan sedih, jodoh kalian sudah ada yang mengatur, jangan berkecil hati karena belum menemukan tambatan hati. Itu takdir dan sangat sulit sekali merubah takdir karena sudah kesepakatan dengan Allah saat dalam kandungan. Sabar, jodoh akan datang sesuai dengan kesepakatan, meski kita tidak tahu itu kapan. I means, kita tidak boleh memandang rendah orang yang belum menikah, karena takdir hidup tiap orang pun berbeda. Dulu pernah merasakan ada di posisi yang sama, tapi sabar. Allah selalu punya kejutan. Hikmah di balik suatu kejadian akan baru keliatan nanti dan nanti.

Tetap ikhtiar, sebab ukuran sukses setiap orang berbeda. Syukur dan sabarnya jangan pernah berkurang. Percayalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...