Minggu, 12 April 2020

Menjaring Hujan


Ada yang ingin menjaring hujan
dengan pepatah dan petuah tua
yang tak lekang oleh basah
namun hujan terburu-buru menghapusnya.
Hari ini seorang anak lelaki duduk manis di depan pintu rumahmu
sekilas menoleh mencari arah agar hujan datang dengan irama panjang
seperti mencari sesuatu lalu ia menemukan tulisan
kemudian ia berkisah panjang tentang pengembaraan.
Karena lautan, sungai bisa lupa jalan pulang
lalu saat gerimis kembali datang
kita saling basah oleh senyum dan tatapan
tidakkah siapa pun menyaksikan?
ketika bumi bangkit dan sajak bisa dalam kristal kata
aku kira, beginilah nanti jadinya
kau pergi dengan ceritamu
aku menyepi dengan lamunan panjangku
kau merangkaki dinding bisu buta
aku menanti pintu kembali terbuka.
Jadi, baiknya kita padami unggunan api ini
karena kau takkan apa-apa
meski aku terpanggang tinggal rangka.

Pagi ini, kutemui kau di Bulan Juli
lewat sebuah puisi di ambang pagi
sebelum matahari membakar diri
sebelum embun menguap lagi
sebelum kabut menggelapkan semua ingatan ini.
Selamat mengawal kisah duhai Juli berparas puisi.

Bagaimana pun, Perahu Kertasku akan tetap bercerita. Meski jalan yang ditempuh sudah tidak lagi sama. Seperti Juni dan Juli, sama tapi tak seiras. Hingga kesekian kali, kita diterbangkan oleh rasa dan kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...