Minggu, 12 April 2020

Jakarta & Student Visa.


Hari Senin lalu, sy mendapatkan e-mail dari Kedutaan India di Jakarta yang berisi informasi bahwa aplikasi sy untuk Program Beasiswa Pelatihan Science Diplomacy Research Cooperation and Information System diterima. Setelah mengkonfirmasi keikutsertaan untuk program ini, di sela-sela jam makan siang, juga mendapatkan e-mail untuk diminta datang ke Indian Embassy di Jakarta esok harinya jam 9 pagi. Langsung pesan tiket, transfer klik dan selesai. Meski sy yakin bahwa sy tidak akan dapat menjangkau Kedutaan karena flight dari Pontianak hanya ada di jam 8 pagi dan tiba di Jakarta jam 09.30 waktu setempat. Belum lagi dari airport ke Kedutaan akan memakan waktu sekitar 1 jam lebih (dengan macetnya hutan beton yang sudah pasti iya). Sesampainya di Kedutaan, sy masuk dan menemui petugas.
Silakan menunggu di sini, Pak. Akan sy hubungkan dengan petugas yang bertanggung jawab di program yang Bapak apply, kata salah seorang sekuriti di dalam gedung Kedutaan.

Lalu sy dipanggil oleh Mr X dan diminta bukti LoA serta form aplikasi visa. Beliau meminta sy untuk menunggu di waiting room dan memberikan informasi bahwa proses visa akan dimulai hari Kamis dan akan selesai di hari Senin. Alasannya adalah karena sy datang tidak tepat waktu seperti yang mereka minta. Sy mengakui itu, telat. Di samping karena memang harga tiket yang mahal, akses dari airport ke Embassy juga agak jauh. Sy menelan ludah dan menarik nafas panjang. Bakal menguras kocek juga kalau sampe hari Senin. Belum lagi di kantor masih ada beberapa deadline yang belum selesai. Input nilai dan proposal Erasmus. Sy menarik nafas panjang sembari berdo'a, Yaa Allah mempermudahlah urusanku hari ini. Seketika menunduk lesu.
(Kamu tunggu di sini ya, sy mau meeting. Nanti bakal ada petugas dari Embassy yang mewawancarai kamu), kata Mr X. Okee, baik Mass, dimengerti.

45 menit kemudian, datang seorang lelaki berperawakan India dan meminta maaf karena telah membuat sy menunggu lama sambil memperkenalkan diri. Beliau adalah Mr. Ajit, petugas dari Embassy yang bertugas mewawancarai peserta yang lolos. Pak Ajit banyak beratnya terkait program yang sy pilih. Lalu bertanya terkait hubungan India, Indonesia, dan juga China. Kebetulan bangett beberapa minggu lalu sy baru menulis sebuah opini tentang isu tsb, alhamdulillah proses wawancara lewat dan selesai dengan baik. Meski mungkin wajah sy sudah pucat dan sedari pagi belum sarapan dan suhu AC di ruangan yang sangat dingin 😂

(Mr. Ajit, may I ask you are question?)
(Yeah, what is the question?) Tanya beliau.
(Jika tuan tidak keberatan, bolehkah sy meminta untuk proses visa dilakukan hari ini? Karena besok sy harus masuk kerja dan kembali ke Pontianak besok pagi jam 7?)
Dengan wajah tersenyum dia mengatakan (I will try my best). Sambil terus menuliskan disposisi terkait proses visa yang akan disampaikan kepada Bapak Dubes.
(Kamu dari Pontianak? Ada flight dari Pontianak ke KL? Agar kamu tidak perlu ke Jakarta lagi nanti saat berangkat. Agar lebih hemat), ucapnya.
(Ada, Pak).
(Baik, nanti silakan kirim email ke Mr X dan minta dia untuk memesankan tiket dari Pontianak to KL and New Delhi). Ah, Pak Ajit baik sekali. Tadi kata Mr X kudu dari Jakarta tapi beliau menepis statement itu. Seketika rasa lafar itu hilang dan auto semangat kembali.

(Mari, ikut sy umtuk bertemu dengan Bapak Dubes). Sy mengikuti beliau dan bertemu dengan Pak Dubes.
Pak Dubes menjabat tangan sy dan dengan gembira memberikan selamat.
(Dari mana asalmu?)
Sy dari Aceh Pak, tapi saat ini sy bekerja di Pontianak.
(Sudah menikah?)
Sudah Pak.
(Wah, pastii pasanganmu bahagia. Sy senang jika ada anak muda yang semangat seperti Anda)
Terima kasih, Pak.
(Aceh di bagian mana?)
Takengon Pak, Aceh Tengah. Kota yang dikenal dengan rasa kopinya.
(Ya, sy sangat familiar dengan kopi Gayo.
Semoga sukses menjalani programnya, persiapkan diri dan jaga kesehatan karena India sudah memasuki musim dingin saat ini).
Baik Pak, I will.
Beliau menuliskan beberapa kata di atas kertas lembar disposisi.
(Nanti silakan datang lagi jam 4 ke sini, untuk ambil visanya). Dia berdiri, juga sy sambil menjabat tangan erat dan mengucapkan terima kasih.

Mr Ajit kembali memastikan bahwa visa akan selesai dan bisa diambil hari ini tertanggal 18 Desember. Sy kembali berterima kasih mengucapkan syukur bahwa Allah menjawab do'a sy hari ini.

Saat sy mengambil visa, seorang sekuriti berkata (Pak, kamu beruntung hari ini ketemu Mr. Ajit. Beliau sangat baik kepada siapa saja). Again, asykurullaha syukraan katsiraan.

Sambil kembali ke penginapan, sy mendapatkan beberapa ucapan dari teman mahasiswa. (Enak banget ya jadi Bapak, kepilih jadi Pengajar Muda program Kebijakan Luar Negeri di CSIS, trus lolos esai Kemenpora. Sekarang dapat beasiswa pelatihan ke India. Nanti bawa pohon ya Sir dari sana dan oleh-oleh pokoknya. Sy berterima kasih.

Hehehe, orang-orang di sekitar hanya melihat yang tampak. Membayangkan indahnya hasil yang sy dapatkan. Tapi sy menawarkan, coba sesekali tanya bagaimana perjuangan untuk mendapatkan itu semua. Berapa kali ditolak, berapa kali bercucuran keringat, direndahkan, diremehkan, dinyinyirin, dan dikecewakan oleh beberapa orang. Tapi sy bersyukur menerima itu semua, karena sy selalu yakin bahwa after hardship comes ease. Sy menikmati setiap proses dan satu hal yang pasti, sy juga sering sampai hampir give up, but I try again. Moving forward. Sy juga sering patah semangat, tapi sy tidak berhenti. Selalu berusaha mengurangi jatah untuk berleha-leha dan wasting time dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Kalau teman mahasiswa mau tau, coba tanya istri sy, dia sosok yang selalu membangun benteng kuat dan tak pernah lelah mendoakan untuk setiap mimpi yang sy usahakan. Jika ditanya, dia pasti jawab (jam rebahan Pak Zet berkurang setiap kali dia menginginkan sesuatu untuk diraih).

Nikmati setiap proses jatuh bangun untuk mencapai mimpimu. Jam tayang mempengaruhi itu. Sabar berdo'a dan tawakkal.

(Ditulis saat menunggu boarding time di Soetta terminal 1 Gate A4).
(Kamis, 19 Desember 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...