Minggu, 12 April 2020

Memberi Lebih Keren Daripada Ngarep (read: menerima)


Dari beberapa kisah, saya belajar. Bertemu dengan orang dan menjalin pertemanan baik dengannya. Hampir tiap hari kami bertegur sapa. Dia hadir dengan segala kelebihan dan raut wajah penuh senyum saat berjumpa. Darinya, aku belajar banyak perihal temu dan pisah. Tentang menyiapkan mental untuk menyapa setiap pertemuan dan berkuat hati ketika perpisahan tiba. Sungguh, darinya aku belajar tentang kehidupan yang selalu berada pada porsi (bahwa memberi itu akan selalu lebih keren ketimbang berharap). Filosofi hidupnya bahwa tangan di atas akan selalu lebih baik jika dibandingkan dengan tangan di bawah yang selalu mengharapkan pemberian. Versi dia, bukan bahagia di dunia maya, akan tetap ketika benar-benar bisa menikmati bahagianya hidup di dunia nyata. Untuknya, memberi adalah selalu merupakan jalan pintas untuk bisa menjadi lebih dan menerima lebih. Sesimpel itu, yang bisa jadi bagi kebanyakan orang, jangankan memberi, diminta untuk patungan saja susah.

Dia, tidak pernah sekali pun menceritakan susahnya hidup. Menikmati perjalanan demi perjalanan adalah cara terbaik menghabiskan hidup, katanya. Yang aku kagum darinya adalah bahwa dibalik prinsip memberi dan berbagi serta predikat ringan tangan yang dimiliknya, ia sangat tidak suka apabila ada orang lain memberi sesuatu kepadanya. Bagi dia itu adalah masuk zona tangan di bawah. Berulang kali aku mencoba mencari cara untuk bisa menaklukkan dia, nihil. Aku tidak mendapatkan hasil apa pun. Kecuali jika dia sudah terlanjur babak belur, ia akan datang sambil berkata (do'ain gue ya, hati lagi nggak tenang banget). Ia dengan sabar bisa menerima segala hal yang kurang baik yang terjadi kepada dirinya. Dibalik keputus asaan yang kadang menerpa, ia selalu menimpali (qadarullah). Aku bisa apa kalau dia sudah bawa-bawa nama Tuhan. Meski dia sering kali memintaku untuk mendo'akan, tapi aku tahu betul bahwa secara kualitas duniawi dan ukhrawi, dia jauh lebih baik.

Tiap kali kutanya apa rahasia hingga bisa hidup sebaik sekarang, ia cuma bilang (restu Ibu). Katanya, kebahagiaan di dalam hidup ini pasti selalu erat kaitannya dengan restu Ibu. (Tiap kali aku merasa hidupku beruntung, aku menghubungi Ibu. Aku berterima kasih atas kebaikan dan do'anya yang selalu mengalir deras untukku. Tiap kali aku merasa kurang beruntung, aku menghubungi Ibu. Baktiku mungkin masih kurang untuk Ibu. Sebab tidak ada kata untuk melepaskan bakti kepadanya meski kini aku sudah memiliki istri. Apa pun yang terjadi, aku akan berterima kasih pada Ibu. Beliau adalah jalan tol ku menuju surga. Dan segala yang kulakukan, aku niatkan untuk kebaikan Ibu). Aku seketika lunglai. Belum pernah dinasehati oleh ustad sampe sebegini dalamnya.

Aku yang masih penasaran, kembali memberanikan diri untuk meminta petuah hidup darinya. Tepatnya dari nasehat-nasehat Ibunnya. Dia bertutur panjang.

(Ibuku bilang, apa pun yang kau lakukan, niatkan karena kebaikan dan ikhlas. Meski orang lain memandangmu sebelah mata. Kehidupan jaman sekarang memang begitu adanya. Kamu Nak, jangan sampai makan hak orang lain, nanti hidupmu akan jauh dari keberkahan. Mungkin saat ini, karena kamu masih muda tidak terasa. Tapi nanti saat kamu tua, kamu akan menuai semua apa yang kamu tanam. Orang boleh benci sama kamu, penting kamu tidak membenci mereka. Jangan takut kalau dibenci karena kamu melakukan kebaikan. Bisa saja manusia dan seluruh semesta membencimu, tapi kalau Allah ridha, mereka bisa apa? Wess nak, jangan takut kalau berjuangan di jalan yang benar. Popularitas dunia itu sementara nak, itulah kenapa Ibu tidak terlalu suka kalau kamu bekerja di perusahaan. Meskipun itu perusahaan ternama. Sebab kelak yang ditanya bukan cuma tentang profesi, tapi sholat, itu yang utama. Jangan membohongi orang tua).

Eh, tapi kamu pernah kan Peps?
Pernah apa?
Pernah bohong sama Ibumu?
Bohong apa maksudmu?
Kamu pernah kan pacaran tapi Ibumu yang jadi sponsor?
Itu mah beda.
Beda apanya?
Ya, beda aja.
Ngeles kamu. Makanya jangan suka pacaran dan lama membujang, nikah sana. Kebanyakan mikir ntar jerawatan lo.
Dibilangin, malah nyerang balik. Kebiasaanmu sejak dahulu kala sampai nanti sampai tua, sampai masuk tanah. HAHAHA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...