Minggu, 12 April 2020

Pulang



Pulang, satu kata yang sering kali menjadi tujuan dari segala penatnya rutinitas. Menjadi penawar segala lelah dan lagi, pulang menjadi alasan untuk melepaskan seberat-beratnya rindu yang menghujam. Libur kali ini aku mendengar banyak sekali yang senang akan kepulangan mereka ke kampung halaman. Tak sedikit pula aku mendengar berita tentang kepulangan, akhir dari perjalanan dunia. Sebelum takbir Idul Fitri berkumandang, bumi ini menangis karena ada sosok jiwa yang dijadikan panutan tapi telah pulang. Tadi pagi, sebelum melangkah kaki keluar rumah menuju kampus aku mendengar ada lagi yang berpulang. Terlepas dari itu semua, bagimu apa sebenarnya makna pulang?

Bagi sebagian orang, pulang adalah tentang menyelesaikan tanggung jawab keduniawian. Memaparkan satu demi satu perjuangan yang sudah dilakukan dan dilaksanakan selama menjadi insan atas nikmat kehidupan. Tentang bagaimana menanti skor akhir selama hidup dijalankan. Namun, bagi sebagian yang lain, pulang adalah tentang menikmati kenangan. Seperti berkisar antara barisan memori masa lalu lalu duduk diam sambil menatap keluar jendela dan menikmati aroma tanah yang tertimpa dentuman hujan. Tentang pulang, adalah tentang pertemuan dengan orang-orang yang dirindukan. Tapi aku yakin, kita hanya perlu menatap wajar kepada hal yang pernah terjadi di masa lalu. Karena saat kembali, hidup sudah tidak lagi sama seperti dulu. Entah berapa kali hati akan kagum dengan bercak merah dan kuning senja untuk mendapatkan ketenangan.

Kehilangan atas kepulangan hanya akan dirasa oleh manusia yang sadar akan arti memiliki. Sedang kita, seharusnya tidak lupa bahwa sejatinya kita tidak memiliki apapun di dunia ini. Dan Tuhan menciptakan hati untuk menyikapi itu semua, karena tidak ada akan pernah jatuh, retak, hancur, patah, hilang atas apapun yang Tuhan beri, kecuali semua perjalanan di dunia ini akan terekam dan utuh saat kembali. Saat benar-benar pulang, bukan dengan pesawat, kereta api atau metro mini, melainkan atas panggilan Ilahi untuk benar-benar menghadap pergi meninggalkan dunia ini.

Lalu, akankah kita masih mati-mati mengejar sesuatu yg tidak dibawa pulang, nanti? Sudahkah bersyukur karena belum berpulang hari ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...