Tidak ada yang istimewa dari mereka ketika awal aku mengenalnya. Aku hanya
menghabiskan waktu demi waktu untuk membaca pesan yang terpampang di layar hape
mungilku tanpa tahu apa maksud dan arah pembicaraan mereka. Hari demi hari aku
lalui dengan raut wajah datar tak bermakna. Belum lagi jika isi pembicaraan
mereka tentang cinta, aku hanya akan menjadi pembaca yang diam. Tahu tanpa
bersuara dan membaca tapi tak meninggalkan komentar. Tidak kusangka hal itu
kemudian berubah seminggu setelah grup ramai dengan anggota baru yang datang. Malam itu satu persatu memperkenalkan diri agar saling kenal dan lebih
dekat satu sama lain. Hari semakin malam, percakapan itu pun semakin panjang.
Ada yang saling sadar bahwa mereka bertemu dengan teman lamanya di sana, ada
juga yang sudah mendapatkan teman baik meski belum lama mengenal satu sama
lain.
Adalah Ismayana Susanto, seorang
mahasiswa Sastra Inggris dari Makassar yang memberikanku banyak info terbaru
seputar kompetisi yang akan kami lalui. Ia banyak bercerita mengenai persiapan
dan dokumen yang harus kami bawa ketika perlombaan itu digelar. Aku tahu dia
seorang admin grup yang baik yang selalu mengingatkan anggotanya untuk
melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi hari H. Melalui Mayo, begitu
sapaan akrabnya, aku juga mengenal Alma, Fauzi, Fajar, Yasmin, Ullih, Rohman,
Taufik, Rofiq, dan Vidiya. Semuanya adalah pejuang untuk mendapatkan kesempatan
berlibur ke Eropa selama tiga tahun lamanya. Belum lagi Mirtha, kak Ririz, Ani,
Sonia, Afrida, Dewi, Gaby, dan Rohmanto yang selalu hadir dengan teguran khas
dalam setiap percakapan tentang masa depan.
“Pokoknya semua harus lulus ya,” tegas
Rohman memulai percakapan saat malam Minggu menyapa. Meski malam itu hujan dan
angin menyusup masuk ke ruangan, tapi kami tetap kepanasan dengan persiapan
mengetahui hasil akhir. Semua harus lulus, kata itulah yang membuatku kagum
dengan mereka. Bak sekumpulan dendam yang harus tersampaikan. Seperti rindu yang
menghujam dan harus terbalaskan dengan saling tatap dan bertemu di kedutaan
sebelum take off ke Eropa. Jika
memang terpaksa ada yang tidak beruntung, aku akan menjadi saksi kejadian itu.
Aku siap menggantikan apapun yang mereka inginkan. Karena bagiku mereka adalah
cinta yang menjadi jembatan antara aku dan segala kenangan yang pernah hadir
dan menyala. Mereka adalah penerang jalan, aku tak ingin mereka merasakan
kesedihan. Jatuh cinta dengan mereka sama seperti jatuh cinta kepada seorang
gadis. Aku hanya butuh waktu satu menit untuk merasakan kebersamaan dan
kebaikan mereka, namun aku butuh waktu seumur hidup untuk melupakan mereka.
Ullih, Yasmin, Rohman, dan Alfi bahkan
sudah merayakan apa yang akan kami rasakan dengan mengadakan pertemuan dan
jalan-jalan singkat di daerah Ibukota. Vidiya, Atika, dan Andhika juga
seharusnya berada di sana, namun cuaca saat itu tidak mendukung mereka bertiga
untuk datang dan menemui Yasmin dengan ketiga
rekannya yang lain. Semua tampak indah dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Begitu juga dengan harapan kami, semoga kabar baik akan segera kami dapatkan
dan bersama-sama terbang menuju Eropa untuk merasakan atmosfer di Negara dengan
dua benua, Turki. Sebelum tanggal yang kami nantikan itu tiba, mereka bahkan
sudah menuliskan harapan dan impian apa yang akan kami lakukan nanti setelah
sampai di sana.
Tepat setelah tiga bulan dari
perkenalan singkat di grup tersebut, langit seolah runtuh. Aku tidak tahu apa
yang salah dari kami. Tidak banyak dari mereka yang keluar sebagai pemenang.
Rofiq bahkan mengaku bahwa dirinya tidak menerima kabar apapun terkait
kompetisi itu. Aku tahu apa yang ia sembunyikan. Demi menjaga perasaan yang
lain, ia dengan sengaja tampil sebagai seseorang yang sedang mengalami
kegagalan. Air mata tumpah bak aliran sungai yang sudah tak terbendung. Satu
sama lain saling menguatkan akan kegagalan yang baru saja kami rasakan.
Sakitnya tak mampu dan takkan bisa diungkapkan dengan rangkaian kata. Banyak
sekali jiwa yang menangis dan menumpahkan beban karena sudah tak mampu menerima
kenyataan. Ah, akhir dari setiap percakapan selalu sabar, entah hati mereka
mengiyakan atau hanya sebatas lisan saja yang berpura-pura mampu menerima
kenyataan.
“Aku sudah tidak tahu lagi ini air mata
yang ke berapa yang
kembali tumpah, aku tahu sungguh sakit rasanya. Tapi aku punya kalian yang masih
bisa menguatkan. Sudah lelah dengan sakit ini, aku tak kuasa menahannya, tapi
Tuhan memberikan kabar ini karena Dia tahu kita kuat. Ya, kita semua kuat
dengan hasil ini,” ungkap Mely sambil sesengukan menahan air matanya terus menetes
agar tidak semakin deras.
“Percayalah, pasti ada yang lebih baik
yang Tuhan siapkan untuk kalian. Entah itu di timur atau pun di barat, tujuan
kita tetap satu, kita harus sukses,” timpal Pak Adhitya.
“Aku sudah merasakan penolakan seperti
yang hari ini kita rasakan. Tapi, akan ada jalan lain yang kita tempuh untuk
mendapatkan apa yang kita impikan. Biar sembuh dengan sendirinya semua luka
yang kita rasakan sekarang. Kalian harus percaya di atas langit masih ada langit yang lain. Tetap semangat ya teman, semoga
tahun depan kalian diberikan kesempatan yang sama,” lanjut Alma meyakinkan
teman-temannya yang masih sendu ditemani rintik hujan yang mengalir dari
sepasang mata mereka.
Hidup itu kosong, penuh, dan kembali
pada kekosongan, tiada kekekalan yang abadi. Kadang kita mengawali sesuatu yang
belum siap kita mulai, kadang juga kita mengakhiri sesuatu yang belum siap kita
akhiri. Seperti apa yang kita rasakan hari ini, teruntuk kalian yang menang,
maka kalian akan mengawali hidup baru, tapi untuk kami yang kalah, kami akan
mengakhiri kisah. Begitulah seterusnya hidup. Mereka salah, ternyata kami tidak
setabah daun yang bisa ikhlas begitu saja terjatuh kemudian terbang dan
menghilang. Kami masih merasa begitu terjatuh, impian kami remuk, dan kini
patah lalu teriris tipis-tipis. Ternyata kami semua bisa bersedih, menangis
bahkan tak percaya dengan apa yang kami terima saat ini. Pahit sekali rasanya. Kami
tak sekuat yang kami kira, sakit sekali saat terjatuh dan ditimpa terjangan
hujan yang datang dari kedua mata kami sendiri. Tapi, bukankah hidup harus
terus berjalan meski harus tertatih-tatih atas titah Tuhan karena impian dan
kenyataan yang tak sejalan.
Teruntuk kisah hidup yang sudah terjadi
dan terbingkai dalam balutan kanvas pecah karena jatuh berantakan, berlalulah. Pada
setiap harapan yang tersusun rapi dan kini hancur, menjauhlah. Kami manusia, biarkan
waktu dan redup cahaya lampu ruang tengah yang akan menemani hari-hari kami
berlalu dan menyembuhkan semua luka ini. Suatu hari nanti, akan ada masa kita semua bertemu kembali dalam kesempatan yang berbeda dengan
cerita yang tentunya akan lebih mengharukan dari yang telah terukir saat ini. Meski
sudah dalam situasi yang berbeda, semoga canda tawa tetap sama. Kitalah pejuang
kebaikan masa depan sesungguhnya. Semoga mimpi yang kita usahakan, harapan yang
kita do’akan, serta kekecewaan yang hinggap ini akan menjadi kisah baik dan
digantikan oleh pemilik semesta alam dengan kejutan yang tak kalah mengejutkan.
Sudahi air mata kalian, jangan biarkan menetes lagi dan lagi, peluklah karena
kelak Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kalian juga hujan yang telah jatuh dan
kalian ciptakan. Hujan itu akan berubah menjadi suatu kebahagiaan, percayalah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar