Selasa, 15 November 2016

Kami Menyebutnya “Pemanasan”

Bisa dibilang ini adalah rejeki yang numpang lewat atau rejeki yang tidak terduga tapi hanya bersifat sementara. Pernah tidak kamu merasakan ketika melakukan sesuatu dengan tidak sepenuh hati tapi kamu mendapatkan hasil yang makasimal? Jika pernah, maka begitulah kisah cerita kami ini. Rejeki yang datang namun menghilang. Kenapa menghilang? Begini ceritanya.
Kami adalah mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi di kampus kami tercinta, sebut aja UMM. Tau kan kampus UMM? Gak tau yasudahlah, katrok banget sih, UMM aja gak tau, hahaha… UMM adalah almamater kebanggaan kami. Ketika itu kami berdua, aku dan Wira sudah bekerja sebagai tenaga part timer di salah satu lembaga kampus, DPPM. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Kebetulan aku dan Wira sama-sama bekerja di sana setelah dinyatakan lolos pasca mengikuti tes seleksi di kampus. Sebulan berjalan dengan baik, kami pun melakukan persiapan ujian. Dua bulan berlalu, akhirnya jadwal ujian pun sudah tertempel di mading fakultas. Kebetulan, aku adalah mahasiswa HI (kebetulan? Wkakaka) dan Wira adalah mahasiswa Hukum. Pada saat itu jadwal ujian Wira belum keluar karena di jurusannya ada sedikit masalah, tapi itu tidak masalah. Kami masih saja menikmati semuanya di tempat kerja kami secara baik, nyaman dan tidak tertekan pastinya. 29 April 2014, adalah hari dimana aku melaksanakan ujian skripsi. Saat itu di kantor sedang ada persiapan menyambut tim visitasi dari Dikti RI kalau aku tidak salah. Sepertinya begitulah, aku tidak ingat pasti. Yang aku ingat, ketika aku memakai pakaian ujian (Hitam putih), mereka sedang sibuk menata buku dan jurnal di ruangan dekat tempat kami biasa melaksanakan rapat. Aku sudah izin kepada mereka untuk ujian kala itu. Berlalulah aku ke lantai 6 GKB 1. Tepat pukul 15.00, aku masuk kedalam ruang ujian itu. Tidak terlalu lama seperti yang lain, aku hanya menghabiskan 47 menit untuk ujian skripsi dengan status lulus, Alhamdulillah. Ketika aku kembali ke kantor, aku masih melihat mereka sibuk dengan buku dan jurnal serta segala persiapan untuk esok hari. Aku undur diri, pamit pulang terlebih dahulu, hari itu lelah, namun bahagia dengan statusku yang sudah berubah menjadi seorang sarjana.
Seminggu berlalu, sebulan hampir setelah ujianku itu, Wira juga persiapan untuk sidang. Aku tidak tau tepatnya tanggal berapa dia ujian kala itu. Yang aku tau, pengujinya adalah Pak Bayu. Sabtu, tanggal sekian sekian, ia ujian. Aku senang karena aku tau dia ujian dengan penuh persiapan. Masalahnya, dia harus ujian dua kali karena pengujinya pada saat ujian yang pertama tidak bisa hadir keduanya. Aku BBM gak ada balasan, aku kira dia kemana saat itu, ternyata dia sedang asyik dengan keluarganya, kebetulan saat itu keluarganya datang ke Malang. Beberapa hari setelah ujian pertama itu, aku bertemu dengannya di depan SC kampus kami, aku melihatnya masih memakai pakaian hitam putih. Oh ternyata dia masuk ujian lagi. Berdoa for the best result, sebagai teman itu telah aku lakukan. Alhasil, dia pun lulus dengan nilai yang memuaskan (A). Setelah kelulusan itu, kami masih menikmati hari layaknya mahasiswa yang baru menyelesaikan ujian, sibuk seperti mahasiswa tingkat akhir lainnya. Kami juga masih menikmati masa-masa bekerja di kantor bersama teman-teman yang lain. Penting sudah lulus.
Sebulan setelah proses yang aku tuliskan di atas berlalu, tiba-tiba ada lowongan kerja. Kami enjoy aja, coba mengirimkan CV dan surat lamaran ke perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Saat itu, kami juga mengukuti job fair di Brawijaya. Wira kaget, ternyata dia tidak bawa pas photo saat itu. Ah, tidak masalah lah, setidaknya tau bagaimana suasana job fair itu bagaimana. Pemanasan. Oke berlalu. Kami juga masih mengirimkan banyak CV dan surat lamaran ke perusahaan lain. Pokoknya kirim-kirim aja. Masuk atau tidak, itu tergantung rejeki. Ada satu perusahaan Honda di Soeta yang memanggil kami interview saat itu, tapi kami abaikan. Kami punya banyak kesibukan yang tidak bisa ditinggal. Entah apa, aku juga lupa. Kemudian tibalah saatnya kami berkeliling untuk mengirimkan surat ke fakultas di UMM. Aku sengaja dan sudah terbiasa mengantar surat-surat bersama Wira. Soalnya ada sesuatu di GKB 3, hahaha.. Kalo Wira bilang itu semua “GILAAAAAA”
Tiba di GKB 2 melewati mading Jurusan Akuntansi, kami melihat ada lowongan pekerjaan. Saling tanya, kemudian memutuskan untuk ikut seleksi. Coba-coba saja, begitulah kami menamai proses itu. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya kami pun boleh masuk dan ikut seleksi. Lagi-lagi tidak mengharapkan masuk, tapi hanya iseng-iseng saja. Bawa pulpen, duduk bersebelahan dengan Wira, sambil omong-omongan yang gak jelas. Wira malah masih sempat ngupil coba, hahaha bahaya banget dude yang satu ini. Soal datang, lembar jawaban terisi. Aku mah asal jawab aja, kecuali bahasa inggrisnya. Gak mau dong kalo aku zonk di English pikirku, hahaha. Wira serius banget ngerjainnya, sampe-sampe kertas buramnya gak cukup. Hahaha, lagi-lagi kata-kata itu keluar (Gilaaaaaaaaaa!). 90 menit berlalu, kami keluar, kembali ke kantor menjalani kegiatan seperti yang lain. Kata pengawasnya tadi kalo ujiannya lolos bakal di hubungi lewat SMS. Ah, masak iya kami lolos. Dan…………………… Kami lolos! Saling pandang, ketawa ngakak. Esok harinya menjalani tes yang kedua, wawancara awal. Aku sih berat hati tapi bingung juga kala itu, soalnya Astra International juga mengundangku untuk ter tulis di UB. Akhirnya aku putuskan untuk ikut yang di UMM saja. Tik tok, molor juga ternyata, sampe pindah tempat lagi, Oemjoy! OMG… Spent about two hour the test completed. Kami kembali, dan aku singgah di warung padang murah, tempat kami biasa beli makan sama rekan-rekan kantor.
Alhasil, ternyata kami masih lolos di wawancara dan diundang untuk tes berikutnya di kantornya langsung. Padahal, saat itu aku harus daftar TOEFL test dan tes TPA di UGM, ribet dikit. Namun aku menikmati semua proses itu. Selesai tes, kami langsung ke IDP, daftar TOEFL tes dan aku bersiap-siap alias packing untuk berangkat ke UGM. Oh tidak, apa mau dikata, ternyata tes ketiga itu juga kami lolos. Akhirnya, setelah dari UGM aku langsung pulang, masuk kantor dan minta izin buat tes ke Surabaya, interview tahap akhir katanya. Motor dude Wira selalu bisa diajak kompromi untuk menjadi teman yang baik di perjalanan. Ngeng ngeng ngeng, akhirnya tiba di Surabaya, melakukan persiapan, berangkat menuju lokasi tes,  masuk, wawancara dan melewati fase-fase wawancara gila, keluar, berlalu dan pulang. Sampe di kos kayak orang mau mati, capeknya gilaaaaaaaaaaaa!
Itu semua berlalu………… Sampailah pada fase terakhir, MCU atau yang biasa dikenal dengan medical check up. Waste time banget dua jam mondar-mandir MOG sampe gak taraweh dan kembali lagi ke Lab Sima untuk melakukan pengambilan sampel darah secara berkala pasca puasa 12 katanya. Tertawa dulu sejenak, tau kenapa? Tempat yang kam tuju untuk melakukan seleksi MCU ternyata salah, PD banget masuk kayak orang terhormat. Sampe di atas, eh mereka tidak ada pemberitahuan untuk melakukan proses MCU. Dan, benar, kami salah tempat. Proses itu berakhir dengan hadirnya perawat cantik, dokter cantik dan FO cantik di Lab Sima Malang itu. Sumpah, gila bener dah, apalagi gabung sama dude Wira ini. Matanya tidak mau terpejam sempurna dari awal masuk sampai selesai MCU. Ovel all, selesailah semua rangkaian seleksi. Dan, finally kita berdua (Al dan Wira) keterima di Perusahaan Sampoerna Tbk. Kejadian gila itu mulai terbaca sejak kami menyiapkan dokumen sebelum keberangkatan ke Surabaya. Semua dipersiapkan sampai-sampai rela nulis dan menandatangani surat pernyataan keluar dari tempat kerja yang lama. Pamitlah kami kepada semua pegawai kantor, mereka juga tampak sedih melepas kepergian dua orang GAK JELAS dari kantor itu. Singkat cerita, kami berlalu, keluar dari kantor DPPM. Wira tidak lupa motret gambar tulisan “DPPM” dan menjadikan DP di BBM nya sambil buat PM “See you next time DPPM, terima kasih untuk pengalaman yang begitu berarti”
DPPM, tinggal kenangan. Berlalu ke Surabaya, masuk hotel dan menikmati fasilitas layaknya orang kaya untuk beberapa hari. Wira tidak merasakan itu semua, karena ia ditempatkan di kampung halamannya dan cuma sendirian, jadi ia gak kebagian hotel. Aku masih sempat chat sama dia sebelum masuk kerja. Dengan perasaan tidak karuan, dan serba tidak enak aku bercerita kepadanya..
Aku :
“Ciee yang kerja dari rumah sendiri
Ciee yang biasa suka telat, besok udah gak bisa
Cieee yang gak dapat hotel”
Wira Utama :
Cieee yang kosnya mahal
Cieee yang harus adaptasi lagi
Ciee yang betahan di Malang”
Pengalaman paling looser itu terjadi, di hari pertama bekerja, setelah melakukan koordinasi, kami diberi tahu bahwa masa training akan terjadi selama tiga bulan. Dan kerjaan kami adalah sebagai sales. Oh God, rasanya mau pingsan ketika melihat gambar yang ada di kantor itu, contoh menjadi salesnya seperti apa.
Aku BBM Wira, aku bilang aku gak sanggup. Besok resign. Dia malah tertawa. “Aku coba dulu Al, keren kalo kata aku, aku coba dulu 3 bulan..”
Oke, aku keluar duluan. Malam harinya aku pulang ke hotel, aku telpon HRD nya, aku katakana bahwa aku keluar. Kemudian menyiapkan semua barang dan kembali ke Malang. Aku sudah merasa seperti dikejar setan ketika Managernya berkata akan menemuiku ke hotel itu. Aku kabur, malas aku bertemu dia. Berlalu. Jam 12 malam aku sampe di Malang. Untung pintu kos masih belum dikunci. Saved. Sampoerna what the fuck…!!!
Hari berlalu, aku lupa, tapi setelah beberapa hari di sana, Wira juga memutuskan untuk keluar dari kantor itu. Aku tidak mengira bahwa ia juga akan out sama seperti aku. Dan again, gilaaaak
Ini semua adalah pengalaman, pengalaman yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus ada pemanasan. Kami berlalu dari perusahaan itu, membawa diri dengan zonk. Kami menyebut proses itu adalah pemanasan, mulai dari ikut tes sampe masuk kerja hingga keluar dan itu semua adalah pengalaman. Pengalaman serta pemanasan. Ah, sudahlah, penting sudah masuk ke MOG selama dua jam, keliling gak jelas dan duduk di samping destro tanpa bisa mengunyah apapun karena masih harus puasa dua jam. Berdebu, letih, lelah, macet ke Surabaya dan hasilnya adalah zonk, ini adalah pemanasan. Pemanasan dan berpanas-panas sampe bisa out dari Sampoerna.

Merasakan banget bagaimana seharian jadi sales kayak orang mau bunuh diri karena kecapean. Keliling pake sepeda motor, ngelap etalase rokok dan menghitung hasil penjualan. Pake baju keren pulak. Dan gilanya, aku sudah mengadakan farewell party sama teman terdekat karena mau menghilang dari Malang. Malang kini kami kembali. Inilah yang terakhir, Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...