Kamis, 04 Januari 2018

Hidup Tentang Menunggu Giliran

Gue pernah baca tulisan kepsyen di Instagram, bunyinya kurang lebih gini “Hidup adalah tentang menanti giliran, sukses atau jatuh. Bahagia atau sedih. Diatas atau dibawah. Hidup kemudian mati. Ada yang di usian 25an sudah menikah, sudah punya anak, sudah sukses. Ada juga yang di usia 25 sudah meninggal. Sayangnya, kita kebanyakan hanya mengejar dunia untuk hidup, padahal sejatinya kita di dunia ini adalah mengumpulkan bekal untuk mati” Di bagian kepsyen yang terakhir gue mendadak terenyuh, padahal biasanya gue hanya bakal terenyuh kalo ditawarin mie aceh. Hahaha
Lalu gue mikir, dan logika gue bisa nerima itu semua. Emang iya, kalo kita perhatikan dunia ini dan beribu manusia yang hidup di dalamnya, kebanyakan kita memang hanya sibuk untuk mengejar dunia, sampai kita lupa bahwa setelah dunia kita masih akan melanjutkan perjalanan kita menuju alam berikutnya. Banyak dari kita, yang menghabiskan waktu hanya untuk bekerja hingga lupa waktunya ibadah, padahal kita dilahirkan dan diberikan kesempatan hidup hanya untuk beribadah dan mengabdi pada Allah. Banyak dari kita yang mengukur kesuksesan di dunia hanya dari banyaknya uang, mengenakan pakaian Linmas, jadi dokter, dan lain-lain. Padahal, sejatinya kesuksesan adalah ketika kita sudah mengumpulkan bekal yang banyak untuk menemui alam berikutnya. Dan menurut gue pribadi, sukses bukan hanya dengan lipatan rupiah, tapi dengan kemajuan baik jasmani maupun rohani. Misalnya, kita rajin shalat, itu juga sebuah kemajuan kalo buat gue. Bisa nulis, bisa nolong orang, itu juga suatu kesuksesan kalo dari sudut pandang gue.
Buat apa juga banyak duit kalo gak punya waktu buat istirahat, iya gak? Pergi pagi pulang malam capek di jalan dan hanya libur di hari minggu doang. Terus dari mana suksesnya, yes?! For me, mending sederhana tapi mencukupi dan bisa dekat dengan sang pencipta. Ngumpulin duit mulu, ibadahnya kapan? Kerja terus, sholat ketinggalan, kan kasihan. Sebab, nanti ketika mati kita gak bawa harta, gak bawa gelar, gak bawa pakaian. Kita hanya membawa amal kita saja. Itu yang sering dilupakan manusia saat ini. Belum lagi dengan tuntutan jaman yang semakin kejam, globalisasi, tren pembaratan, sehingga kita kehilangan role model menjadi pribadi yang terbaik versi agama kita. Yang gue perhatikan di society gue, semakin besar kita, semakin nakal, semakin bandel, dan semakin lupa dengan sopan santun hingga bebas bahkan hidup bebas, minum bebas, hingga pergaulan bebas. So, buat apa gitu pendidikan, pelajaran, dan ilmu yang selama ini kita pelajari, sia-sia doang yes??
Hidup yang super dengan kesibukan aktivitas harian menjadikan kita lupa untuk apa kita hidup, ngapain kita hidup, dan kemana kita setelah kehidupan ini. Gue pribadi berpendapat bahwa semuanya harus dalam kata wajar. Gak boleh lebih dari itu, sebab jika lebih bisa berbahaya. Nakal wajar, karena manusia, tapi jangan sampai kelewatan. Karena ada poin lebih yang harus kita perjuangan selama hidup di dunia ini. Dan gue masih percaya bahwa hidup ini adalah menunggu giliran. Giliran jadi bayi, giliran jadi remaja, giliran jadi kids jaman now, giliran dewasa, giliran tua hingga akhirnya meninggal. Ah, bukan hanya manusia di luar sana, gue pribadi aja masih susah kadang ngatur emosi sebagai manusia. Kadang lupa bahwa Allah selalu mengawasi di manapun dan kapan pun kita berbuat suatu hal.
Satu hal yang gue percaya tapi kadang susah buat gue terapin dalam kehidupan gue, bahwa ketika orang salah, kita tidak diminta untuk menyudutkannya. Kalo kita bisa diomongkan langsung saja kepada yang bersangkutan tanpa mengecilkan mereka di media sosial. Sering kita lihat bahwa masing-masing kita gampang nyinyirin orang, padahal yang melakukan kesalahan itu manusia, wajar jika mereka berbuat salah. Kenapa kita suka mengecilkan mereka, itu bukan hak kita, itu hak sang pencipta. Lagi-lagi, karena banyak setan berkeliaran, itulah yang menyebabkan kita sulit untuk berjalan diatas jalan yang benar. Setannya pun ada dua jenis, dari golongan jin dan manusia. Kalo dari golongan jin mah gampang, tinggal dibacakan yasin ilang. Yang susah adalah melawan setan dari golongan manusia.
Well, di akhir tulisan ini gue hanya mau ingatin diri gue dan kita semua bahwa mari kita belajar untuk mengingat untuk apa kita dilahirkan ke dunia ini. Apa tugas kita dan kemana kita akan pergi. Sebab hidup adalah perihal menanti giliran sedih bahagia, sukses jatuh dan terpuruk, hingga dari hidup menjadi mati. Mari belajar menyalahkan diri sendiri karena menyalahkan orang lain tidak perlu belajar. Jaga lisan atas kesalahan orang lain, karena kita juga berpotensi berbuat salah, dan orang lain juga punya lisan. Adil bukan? Semangat memperbaiki diri teman-teman. Karena kita tidak selamanya hidup, dunia ini hanya jalan untuk menuju kehidupan berikutnya yang lebih kekal, yakni akhirat. Yok siapin bekal!


Rabu, 03 Januari 2018

Resolusi Tahun Baru Versus Zona Nyaman

Ini merupakan hari ketiga di tahun 2018, dimana setiap hari gue nyoba buat upgrade diri buat jadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang asyik, yang seru, yang gak gampang panas, dan pastinya lebih bermanfaat buat orang-orang di sekitar gue. Btw, sebenarnya ni ya, dalam kamus idup gue gak ada si yang gampang panas. Kalo pun misalnya itu terjadi ya karena orang-orang di sekitar gue memang menyebalkan. Someone said, Zet punya hati agar-agar dan jiwa pejuang tangguh. Gue banget itu, karena gue gampang gak enakan gitu orangnya kalo ada yang kesusahan, kalo ada yang galau,gue juga ikutan galau. Yakali Zet, apaan. Hahaha sok empati banget jadi orang. Aslinya enggak. Gue juga baperan dan gak enakan kalo ngeliat mie aceh dimakan orang trus gak dihabisin. Kek rasanya mau gimana gitu. Hahaha rakus dasar ni anak.
Nah, kita flashback sebentar dua hari ke belakang yang sudah lewat. Gue itung pokoknya sekali gue gak ikut sholat jamaah di masjid karena nonton di bioskop. Antara pengen jamaah sama nanggung filmnya keburu kelar, wkakaka alasannya klasik banget yes. Padahal apalah itu film gak dibawa mati juga *tapi kan udah bayar woi, mubajir. Hahaha, pembelaan diri. Anggap aja lagi berantem antara angel dan devil di dalam diri gue. Terus selama dua hari kebelakang, udah satu kali shubuh ngantuk. Hahaha efek begadang malem banget, sok yes. Trus selama dua hari kebelakang, selalu pusying mikirin masa depan karena sang cinta dan purnama tak kunjung menampakkan dirinya. Busyet, sok galau tiap hari dengerin YouTube padahal nonton stand up comedy.
But sometime ngerasain galau, seperti hidup ini begitu-begitu saja. Hallah, pencitraan again. Gue ngerasa, apa yang ada di tangan gue saat ini, itulah yang mesti disyukuri. Kalo hanya sebatas compare with others, itu bakal hurting banget karena kita tidak mendapatkan apa yang orang lain dapatkan. Dan tadi pagi pas nonton YouTube gue kayak mau sedih gitu tapi gak jadi, mana bisa anak Introvert sedih mendadak. HAHAHA. Gue tadi pagi liat di YouTube, anak-anak kecil yang punya kelainan gitu bisa ikut ajang American Got Talent dan dai berhasil dapat golden tiket. Keren gak, iya banget? Dan dia bisa mendapatkan itu dengan usaha. So, I think persepsi yang harus kita rubah adalah bahwa jika kita punya mimpi dan berhapar itu menjadi nyata, ya kita kudu usaha. Since we believe that gak ada sesuatu yang datang instan, jadi kita harus kerja keras untuk mendapatkan apa yang kita mau.
Terus, habis shubuh ngoreksi hasil uas anak IPOL dan I feel like he was an amazing boy karena dari dua soal yang gue kasih buat ujian, dia mengerjakan jawabannya menjadi delapan halaman dengan daftar pustaka. Jadi dari semua anak IPOL yang mengulang di kelas gue pengantar PHI, Cuma dia doang satu anak yang bakal dapat nilai paling bagus, sepertinya. He has been stolen hati others lecture also by doing with positive attitude. Ngirim pesan dan bertemu juga dengan sopan santun yang sangat baik. Terima kasih, saya sangat apresiasi. Ciee, saya, keluar jurus sang pendidiknya wkakakakaka.
Back again to the topic, that if you have beberapa resolusi di tahun baru ini, berarti kamu kudu berubah, ubah pikiran, ubah kebiasaan, ubah kelakuan, ubah pemikiran dan masa depan. Kamu paham kan?! Ya, kamu, kamu lho Zet. PERCUMA juga bilang di tahun 2018 mau ini mau itu, kalo bentar-bentar kerjaan cuma pegang hape doang. Tinggalin comfort zone, mulailah kerjakan banyak hal positif, nyoba banyak hal baru dan menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga di tahun 2018 keinginan simple dan sederhana bisa terwujud, baik asmara, akademik, maupun karir.

Sambil usaha, sambil do’a. Kuatkan tahajud, dua rakaat sebelum shubuh dan tetap berusaha senin kamis also sholat jamaah. Insya Allah.

Selasa, 02 Januari 2018

Hidup Penuh Kesyukuran

Dulu, pas masih di Jogja ingat banget sama petuah hidup yang diberikan sama teman baik. Katanya, kamu akan mendapatkan apa yang kamu beri, maka berilah kebaikan. Mulai dari habis KKN, seperti sesuatu ada yang merasuk di dalam dada, bahwa hidup ini memang tentang siapa yang lebih banyak memberi, bukan siapa yang lebih banyak meminta. Dari sosok teman baik itulah saya belajar bahwa sesulit apapun keadaan, kita masih bisa tetap memberi, minimal memberi senyuman. Karena senyum juga sedekah kan? Saya banyak belajar dari para teman hidup yang dulu pernah Allah berikan buat saya. Hingga kini sampai di titik dimana ketika saya tidak memberi, rasanya masih ada yang mengganjal di hati. Bukan tentang seberapa banyak, tapi minimal dapat meringankan beban orang lain. Membahagiakan orang lain, dan bisa membantu orang lain. I’m big believer that we will get what we give. If we give positive thing, also we get something positive. Dari ketemu sama orang-orang baik, saya jadi sedikit banyak paham bahwa tiada hari tanpa memberi. Hingga dari banyaknya dan lamanya waktu berlalu, saya paham bahwa apa yang saya dapatkan saat ini adalah bentuk dari jelmaan akan apa yang sudah saya berikan. Seperti siang tadi, saya menerima telpon dari rekan yang mengabarkan akan suatu berita gembira. Langsung dalam hati bergumam ‘jawaban atas do’a selalu iya.’

Se-simpel itu Allah ngajarin kita lewat manusia-manusia baik. Bersyukur banget dikelilingi oleh orang-orang baik, yang setiap hari mengajarkan, mengajak dan memberikan nasehat akan kebaikan. Terima kasih Tuhan untuk hidup dan nafas hari ini. Terima kasih untuk dua bungkus es teh manis mala mini. Terima kasih atas nikmat yang tak pernah terhenti. Alhamdulillaah.

Senin, 01 Januari 2018

Nilai Belas Kasihan

Di awal 2018 berharap banget bisa menikmati hari-hari seperti orang pada umumnya. Hari libur yang memberikan kesempatan untuk bisa santai dan mengerjakan hal-hal yang tidak menguras pikiran dan tenaga. Walhasil, awal 2018 diisi dengan menonton film ayat-ayat cinta 2. Filmnya bagus, inspiring at all dan memberikan semangat keislaman bagi manusia yang melihatnya. Di film itu juga digambarkan bahwa setiap manusia yang berislam pasti akan menjaga tingkah laku dan perkataannya, menolong orang yang ada di sekitarnya, serta menjadi contoh bagi lingkungannya. Banyak sin-sin yang menguras emosi dan air mata, apalagi beberapa hari kebelakang gue paling suka mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan menambah keimanan. Laksana padang pasir, rohani gue mungkin sedang gersang dan dilanda banyak pikiran sampai mata bisa merah dan panas karena terlalu lama di depan laptop.
Ah iya, setelah balik dari mall, keliling nyari depot es krim gak ada yang buka akhirnya duduk santai di masjid Mujahidin. Something yang selama ini gue khawatirkan emang terjadi lagi. Mahasiswa mengirim pesan dan meminta perbaikan nilai. Seolah gue adalah manusia a.k.a dosen yang berhati malaikat yang mau menuruti semua kata dan permintaan mereka. Menguras tenaga beneran, terlalu banyak energi positif yang tersita karena melayani mahasiswa. Sudah semester akhir, tapi gak sadar sama kelakukan sendiri. Akhir semester maunya dapat nilai bagus tapi tidak diimbangi dengan usaha yang sepadan. Tugas ngerjain minimalis, kuis juga nilainya minimalis, terus uas juga seadanya bahkan telat lagi ngumpulin lembar jawaban, terus maunya dikasih nilai A. OMG, kelakuan generasi jaman now. Sudah semester 7, 9, 11, 13 seharusnya paham betul dong kalo ngulang mata kuliah pasti begini begitu dan begini. Masak kudu diajarin kayak anak SD. GAK BANGET.

Buat gue, yang layak lulus di mata kuliah gue y ague lulusin. Yang menurut gue dia emang gak pantes dan gak layak, yaudah ngulang aja lagi tahun depan. Ketemu gue lagi, dan kalo elo gak kuat dan tidak mau berubah ya bakagak lulus lulus. Malesin mikirin kelakuan mahasiswa beginian, mengganggu waktu liburan saja. Kalo dikasih nilai bagus, gue gak professional. Kalo gak dikasih nilai bagus, dosennya dikata-katain. Akhirnya ya ngasih nilai kasian. Padahal gue dosen yang tidak akan termakan modus. Or even itu adik gue, atau saudara gue, atau kenalan baik gue, kalo gak layak ya ngulang juga. Begini ya susahnya jadi dosen muda. Banyak yang ngira enak dan gampang ngasih nilai bagus #savedosenmuda #dosenmudajugamanusia

Jumat, 22 Desember 2017

Waah, Masih Muda Sudah Master!

Setelah menyelesaikan studi pasca, gue nggak mau nunggu lama untuk terjun di dunia kerja. Maka, tidak ada salahnya buat nyoba melempar lamaran demi lamaran ke kampus yang menurut gue worth it. Or even nggak, setidaknya kampusnya punya jurusan HI atau Ilmu Politik dan punya gedung yang bagus. Usaha manusia memang beda dengan hitungan matematika versi Allah punya. Gue yang nyoba satu kampus di daerah Kalimantan saat itu langsung dapat respon positif dan diberikan kesempatan buat masuk ngajar di semester ganjil. Berapa senangnya sebagai fresh graduate yang masih fresh banget baru keluar dari open pemanas otak tapi sudah dipercaya oleh Allah untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa (ceilaaah apaan).
Bukan hanya gue, mungkin semua dosen muda di dunia atau di tingkat nasional (eh), pasti ngerasain gemetar nervous gimana gitu ketika awal masuk kelas. Spot jantung yang tidak biasa dan sengaja memakai pakaian yang super rapi biar semakin mentereng hasil awal pertemuan dan perkenalan dengan mahasiswa di kelas. Di usia yang masih sangat belia versi gue, ternyata Allah udah ngasih kesempatan buat ngajar di kampus. Suatu kenikmatan yang tidak pernah gue bayangkan sebelumnya. Karena sebagaimana hasil pengamatan gue di beberapa universitas, menjadi dosen itu tidak gampang. Gue juga liat itu dari deretan temen gue yang sudah lulus tapi masih belum diberikan kepercayaan untuk menjadi tenaga pengajar. Di saat itulah gue lebih bersyukur dan menikmati nikmat yang tiada henti yang diberikan oleh sang pencipta langit dan bumi.
“Waah, masih muda udah lulus S2 ya Pak? Keren banget ya!”
Itulah kata yang terus diulang-ulang oleh beberapa mahasiswa dan dosen yang lain. Dalam hati gue mah biasa saja, secara mereka nyebut gue dosen tapi manggil gue bapak. Emang anak gue udah berapa? HAHAHA
Saat perkenalan masuk kelas juga terlihat bahwa mahasiswa begitu excited dengan tenaga pengajar (read: dosen) yang masih muda. Mereka penuh semangat mendengarkan apa yang gue sampaikan. Bahkan mungkin kalo gue bohong aja mereka bisa jadi percaya sama apa yang gue sampaikan. Ada yang bahkan sengaja bolak-balik kamar mandi demi bisa ngomong langsung sama gue, ah modus banget kan mahasiswa jaman now! Belum lagi kalo ada tugas, mereka pasti bolak-balik ngontak buat bisa bimbingan atau pendampingan tugas. Ah, itu mah alasan buat bisa chat si dosen muda.
But another side, di samping banyak yang muji di usia muda sudah bisa jadi dosen, tidak sedikit juga yang heran atau bahkan menjadi haters alias nyinyirin kita-kita dosen muda. Apa salah kami sebagai dosen yang sudah dipercaya universitas? Which is seharusnya para mahasiswa yang berlabel itu senang punya dosen yang penuh semangat dan energik. But, I think itu bukan salah mereka atau salah gue, yang namanya manusia pasti punya pandangan dan pola pikir yang beda. We are true believer about unity in diversity. Mereka yang memuji dan yang suka nyinyir adalah satu paket lengkap yang tidak dapat dipisahkan. Kita hidup di dunia, masih alam lumrah dimana manusia suka memuji dan suka menjatuhkan orang lain. Sometime, gue mikir aja, berusaha jadi manusia positif aja manusia ada yang gak suka, apalagi kalo gue bodoh, dekil, item, idup lagi. Mungkin kalo demikian udah lama gue dimutilasi. HAHA

WELL, what is happening adalah nikmat yang mulia gue syukuri, nikmati, dan jalani dengan penuh kesyukuran tanpa henti. Gue yakin dibalik kata (Waah, masih muda sudah master ya Pak? Keren banget!) ada banyak mahasiswa yang terinspirasi untuk menjadi mahasiswa yang disiplin dan berusaha lulus tepat waktu. Gue yakin meski ada yang gak suka, sebenarnya mereka sudah menjadi sumber inspirasi buat gue pribadi. We have to do more and more positive for our society. Dimana ketika kita positif, maka akan semakin banyak manusia-manusia yang positif, salah satunya adalah agar mereka menjadi manusia yang bisa mencapai gelar master di usia muda. That’s the point!

Perihal Cinta, Jarak yang melipat, Hujan di Bulan Juni, dan Mengulang Rasa

*Malam tadi kau hadir begitu jelas dalam mimpiku, duduk lama dan berucap tentang rasa. Tentang rindu yang melipat jarak hingga kita merasa dipisahkan oleh semesta. Setelah bangkit dari tidurku, kau tidak hanya tinggal, tapi membekas di sudut ruang kosong pada sanubari yang kemudian kita, satu sama lain saling mengungkit masa dan perjalanan rasa. Katamu perjumpaan pasti akan selalu berjodoh dengan perpisahan, sakit atau menyakitkan atau disakiti hingga tersakiti. Karena balutan kebersamaan yang ada tergunting oleh sekat yang begitu kejam menghancurkan timbunan rasa yang pernah kita sulam bersama. Tapi, aku menunggumu, menunggu apapun yang akan kau sampaikan. Maka ucapkanlah, apa saja tentang rasa. Perihal rasa yang pernah kuberi atau rasa yang pernah kau tulis di dalam hati ini. Jika kau kecewa dengan rasa itu telah telah mati, mari kutemani langkahmu dan menunjukkan padamu sesuatu yang berwarna merah yang kau bungkus dalam plastik merah. Kau menyebutnya hujan di Bulan Juni. Lalu aku berusaha memastikan rasa itu dan kembali bertanya, Juni atau Juli? Kau memilih Juni. Sebab apa, karena Juni itu genap sedang Juli itu ganjil, ucapmu. Maksudnya? Aku tidak mengerti apa beda ganjil dan genap dalam ungkapanmu tentang rasa. Ya, Juni itu genap dan Juli itu ganjil. Jika aku boleh memilih, aku akan menjadi Juli untukmu hingga kita menjadi Juni dalam bait puisi cinta. Begini, Juli itu ganjil, sama sepertiku, aku adalah ganjil yang dicipta semesta untuk menjadikanmu genap. Aku, kamu sama dengan kita, artinya berdua. Sebab aku kamu hakikatnya adalah cinta.

Sebuah perjalanan panjang yang belum usai dan takkan pernah selesai. Karena cinta kita ada, sebab cinta kita bersama, dan karena cinta adalah kata yang tak pernah habis untuk dipikir apalagi untuk ditafsir. Selalu saja ada alasan mengapa aku dan kamu dipertemukan. Begitu kan? Meski mungkin dalam perjalanan cinta kita, satu sama lain pernah merasakan luka, namun bagiku itu bukanlah kerana kesengajaan. Tetaplah begini jangan pergi, jangan kemana-mana. Cinta sejati akan bertahan apapun alasannya. Cinta sejati itu merah merekah, indah dipandang oleh mata karena tersusun oleh rasa dan tumpukkan nirwana yang tak biasa. Cinta sejati itu takkan pernah tega melihat kekasihnya terluka apalagi hingga memainkan perasaan, sebab ia mengerti bahwa perasaan itu bukan mainan.
Oiya, aku masih menyimpan semua gambar tentangmu. Tentang kebiasaan baik dan burukmu. Tentang lelapnya tidurmu dibalik selimut tebal yang bertemankan bantal berwarna biru muda dan guling kuning serta seprei berwarna kelabu. Aku hanya ingin berucap bahwa sebagus apapun handphone mu itu, masih bagus alaminya gambarmu yang kutangkap dengan lensa mataku. Sebab, gambarmu selalu ada dan terabadikan dengan indah di setiap hasta tatapanku untukmu. Pernahkah kau berpikir bahwa kita ini insan biasa, yang terlalu riang dengan rasa dan cinta namun suka mendadak terguncang dan hilang kala ditimpa oleh sebuah perpisahan. Ya, seperti itulah manusia, sering lupa bahwa pertemuan itu tidak pernah kekal dan sering tidak percaya bahwa perpisahan itu adalah sebuah kepastian yang abadi. Sebagaimana fajar akan pamit pada malam, juga seperti senja yang melambaikan tangan pada sore untuk bersembunyi. Mentari, bulan, bintang, siang, dalam malam akan pergi, mereka tidak bisa selalu ada. Maka, begitu pun kita. Kita tidak akan pernah kekal bersama. Sebab, tatkala pertemuan itu kita rasa, maka setelah itu akan ada perpisahan yang menjadikan kita saling sesengukan. Seperti nyawa dalam diri kita yang akan berpisah dengan raga, bukan?
Ah, maaf. Aku tidak ingin menakutimu dengan kalimat pisah, sebab aku tahu kau memang mencintaiku seperti aku mencintai senja dan diriku sendiri. Aku tidak menakutimu, ini perihal cinta. Sebab kini, kita sedang berada di ruang tunggu. Menunggu masa menjemput aku atau kau yang terlebih dulu pergi. Andai aku yang pergi lebih awal, maka kau akan temukan tumpukkann kenangan dan jarak yang menyita air mata dari masa demi masa yang kau lalui. Jika kau yang dijemput lebih awal, maka pelangi akan hadir di kotaku dan menumpahkan rintik hujan di akhir senja sambil bergumam bahwa itu adalah hujan terindah dari cinta yang kau basahi di Bulan Juni. Namun jika kita berdua saling lupa dan berusaha pergi, ijinkanlah jarak itu bisa kita lipat untuk saling menyulam rindu di ruang tunggu yang kita punya, cinta. Biarkan kita bertemu di sana dan saling berbisik untuk tinggal lebih lama demi sekedar mengulang rasa yang pernah ada. Bisikkan pada debu, bahwa cinta kita bukan berupa bunga kertas yang akan sirna jika terkena air hujan, tapi cinta kita akan tetap berbentuk lintasan angka-angka yang tak pernah mati, redup apalai sirna. Rasa itu akan tetap menyala semakin besar dan semakin berbekas. Aku, kau, dan serupa sepotong rasa yang selalu bersikeras untuk abadi. Untuk tetap tinggal meski terpisahkan jarak. Untuk tetap bersama meski diserang ribuan rintik hujan. Untuk tetap bersatu mengulang rasa dan berucap tentang hidup kita dan cinta.
(Ditulis untuk menghindari tidur setelah sholat shubuh dan semoga yang membaca juga suka. Selamat berhari selasa, hidupku selalu selasa, selasa di sulga kalau ada kamu, cinta!)


Dear Future Wife!

You are going to be that special someone whom I will never lose in life.
You are going to be that special someone with whom I’m going to smile.
You are to be that special someone with whom I’m going to laugh.
You are going to be that someone with whom I’m going to cry.
Your smile will be mine.
Your laughter will be mine.
Your eyes will be mine.
Your heart will be mine.
Your soul will be mine.
Everything about you will be mine.
I will take you to your favorite movies.
I will take you to your favorite place to go.
I will take you to your favorite park to spend our togetherness.
I will help you with your cooking.
I will help you with your baking.
I will help you with your duty.
I will carry you to the terrace every night to have a romantic dinner conversation together.
I will bring you back to the room and cuddle with you.
I will lie on your lap and fall asleep.
I will give you gifts and blindfold surprises.
I will take you to your parents whenever you feel like.
When you sick, I will look after you just like a mother looking after her child.
When I will come back to work, I will come with your favorite ice cream and chocolates.
When I fight with you, remember that I will love you no matter what.
I will sing for you even I have a bad voice.
I will dance for you.
I will tell my daughter that she has the prettiest mother in the world.
We will have a small house, a car, and little garden.
You will not only be my wife but my friend, my girlfriend, my heaven, my second mother, my better half forever.
Hold my hands and close your eyes. Walk with me and I will never let you down baby.
Uhibbuki mitsla mâ ante, Uhibbuki kaifamâ kunteee

Wa mahmâ kâna  mahma shâra, Anti habîbatî anteee

Tentang Pulang

Pulang bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan batin yang penuh makna. Pulang adalah kata yang menyentuh hati, membawa kita kem...