Setelah menyelesaikan studi pasca, gue nggak mau nunggu lama untuk terjun
di dunia kerja. Maka, tidak ada salahnya buat nyoba melempar lamaran demi
lamaran ke kampus yang menurut gue worth it. Or even nggak, setidaknya
kampusnya punya jurusan HI atau Ilmu Politik dan punya gedung yang bagus. Usaha
manusia memang beda dengan hitungan matematika versi Allah punya. Gue yang
nyoba satu kampus di daerah Kalimantan saat itu langsung
dapat respon positif dan diberikan kesempatan buat masuk ngajar di semester
ganjil. Berapa senangnya sebagai fresh graduate yang masih fresh banget baru
keluar dari open pemanas otak tapi sudah dipercaya oleh Allah untuk mengabdi
bagi nusa dan bangsa (ceilaaah apaan).
Bukan hanya gue, mungkin semua dosen muda di dunia atau di tingkat nasional
(eh), pasti ngerasain gemetar nervous gimana gitu ketika awal masuk kelas. Spot
jantung yang tidak biasa dan sengaja memakai pakaian yang super rapi biar
semakin mentereng hasil awal pertemuan dan perkenalan dengan mahasiswa di
kelas. Di usia yang masih sangat belia versi gue, ternyata Allah udah ngasih
kesempatan buat ngajar di kampus. Suatu kenikmatan yang tidak pernah gue
bayangkan sebelumnya. Karena sebagaimana hasil pengamatan gue di beberapa
universitas, menjadi dosen itu tidak gampang. Gue juga liat itu dari deretan
temen gue yang sudah lulus tapi masih belum diberikan kepercayaan untuk menjadi
tenaga pengajar. Di saat itulah gue lebih bersyukur dan menikmati nikmat yang
tiada henti yang diberikan oleh sang pencipta langit dan bumi.
“Waah, masih muda udah lulus S2 ya Pak? Keren banget ya!”
Itulah kata yang terus diulang-ulang oleh beberapa mahasiswa dan dosen yang
lain. Dalam hati gue mah biasa saja, secara mereka nyebut gue dosen tapi
manggil gue bapak. Emang anak gue udah berapa? HAHAHA
Saat perkenalan masuk kelas juga terlihat bahwa mahasiswa begitu excited
dengan tenaga pengajar (read: dosen) yang masih muda. Mereka penuh semangat
mendengarkan apa yang gue sampaikan. Bahkan mungkin kalo gue bohong aja mereka
bisa jadi percaya sama apa yang gue sampaikan. Ada yang bahkan sengaja
bolak-balik kamar mandi demi bisa ngomong langsung sama gue, ah modus banget
kan mahasiswa jaman now! Belum lagi kalo ada tugas, mereka pasti bolak-balik
ngontak buat bisa bimbingan atau pendampingan tugas. Ah, itu mah alasan buat
bisa chat si dosen muda.
But another side, di samping banyak yang muji di usia muda sudah bisa jadi
dosen, tidak sedikit juga yang heran atau bahkan menjadi haters alias nyinyirin
kita-kita dosen muda. Apa salah kami sebagai dosen yang sudah dipercaya
universitas? Which is seharusnya para mahasiswa yang berlabel itu senang punya
dosen yang penuh semangat dan energik. But, I think itu bukan salah mereka atau
salah gue, yang namanya manusia pasti punya pandangan dan pola pikir yang beda.
We are true believer about unity in diversity. Mereka yang memuji dan yang suka
nyinyir adalah satu paket lengkap yang tidak dapat dipisahkan. Kita hidup di
dunia, masih alam lumrah dimana manusia suka memuji dan suka menjatuhkan orang
lain. Sometime, gue mikir aja, berusaha jadi manusia positif aja manusia ada
yang gak suka, apalagi kalo gue bodoh, dekil, item, idup lagi. Mungkin kalo
demikian udah lama gue dimutilasi. HAHA
WELL, what is happening adalah nikmat yang mulia gue syukuri, nikmati, dan
jalani dengan penuh kesyukuran tanpa henti. Gue yakin dibalik kata (Waah, masih
muda sudah master ya Pak? Keren banget!) ada banyak mahasiswa yang terinspirasi
untuk menjadi mahasiswa yang disiplin dan berusaha lulus tepat waktu. Gue yakin
meski ada yang gak suka, sebenarnya mereka sudah menjadi sumber inspirasi buat
gue pribadi. We have to do more and more positive for our society. Dimana
ketika kita positif, maka akan semakin banyak manusia-manusia yang positif,
salah satunya adalah agar mereka menjadi manusia yang bisa mencapai gelar
master di usia muda. That’s the point!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar