Selasa, 19 April 2022

Peran AS dalam Gencatan Senjata Rusia dan Ukraina

 Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menjadi buah diskusi panjang banyak negara di dunia. Salah satu yang menjadi perhatian banyak kalangan baik akademisi maupun praktisi hubungan internasional adalah Amerika Serikat. pasalnya banyak pihak yang kemudian mempertanyakan sikap dan reaksi dari Amerika Serikat atas invasi yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Panca invasi yang terjadi lebih dari dua pekan, Jerman akhirnya menolak untuk bergabung dengan Amerika Serikat dan juga Inggris dalam proses pengiriman senjata kepada Ukraina. Atas sikap ini, Jerman khawatir bahwa akan terjadi konflik yang lebih lama dan ketegangan yang dapat berpotensi mempersulit proses negosiasi untuk mengakhiri konflik panjang antara Rusia dan Ukraina.

Kebijakan Luar Negeri Jerman dipandang bernilai dan lebih berani karena dapat memutuskan kebijakan terhadap isu gerakan militer Rusia dalam melawan Ukraina. Jerman dan sekutunya sedang di atas panggung kekuasaan dunia yang berusaha lepas dari ajakan tidak jelas yang disebutkan oleh pemimpin Rusia. Pihak yang menjadi pemangku kepentingan dan kebijakan Jerman melakukan perdebatan atas usul Amerika Serikat terkait pemberian bantuan militer terhadap Ukraina. Pemerintah Jerman siap mendukung terciptanya perdamaian dengan melakukan dialog serius. Sebab diplomasi adalah satu-satunya cara yang dianggap layak untuk dapat meredakan invasi dan terciptanya negosiasi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

Sementara dari sisi Amerika Serikat dan Inggris, kedua negara ini sudah memastikan akan mengirimkan lebih banyak pasokan senjata dan persediaan tink-tank. Senator Amerika Serikat bahkan telah berkunjung ke Ukraina dan memastikan bahwa pasokan senjata yang dikirim akan lebih banyak. Setelah sebelumnya Rusia juga menuduh bahwa Ukraina memiliki senjata biologis yang didanai oleh Amerika Serikat. Menurut Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Rusia memang kerap kali mencoba menuduh negara lain atas pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia itu sendiri.

Di tengah invasi yang sedang berlangsung, Amerika Serikat meminta Israel untuk bersikap tegas terhadap Rusia. Mantan Duta Besar PBB untuk NATO, Victoria Nuland menginginkan agar negara-negara dengan sistem demokrasi di dunia bersatu dan memberikan sanksi yang tegas terhadap invasi yang dilakukan Rusia. Hal yang menjadi sanksi bagi Rusia adalah terkait sanksi ekonomi dan ekspor yang dipandang perlu untuk diberikan dan dijatuhkan kepada Rusia. Sejauh ini, Israel belum memberikan sikap tegas dan mendukung AS dalam mendukung Ukraina. Akan tetapi, Israel masih dipandang berusaha memberikan sikap yang netral atas sikap politis negaranya dalam isu invasi Rusia ke Ukraina. Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Wendy Sherman menjelaskan bahwa tampaknya Presiden Rusia Vladimir Putin tampak mulai goyah dengan banyaknya negara di dunia yang berusaha untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Efek tekanan tersebut dipandang sebagai tekanan yang paling serius bagi Putin untuk dapat melakukan negosiasi perdamaian.

Jika diteliti dengan baik, AS memiliki dua kepentingan dalam invasi Rusia ke Ukraina. Mendukung Ukraina dengan segala cara yang mungkin dan dapat dilakukan seperti pemberian bantuan pasokan senjata keamanan yang bernilai 1,2 juta dolar AS. Alokasi dana tersebut dipandang dapat sangat membantu Ukraina untuk dapat melawan invasi yang dilakukan oleh Rusia. Kedua, alasan lain adalah untuk dapat menekan Presiden Putin untuk segera melakukan gencatan senjata dan mengakhiri invasi. Sebab bagi AS, Putin sendiri yang memutuskan untuk melakukan invasi yang tanpa didasari alasan yang jelas mengapa mereka menyerang negara yang berdaulat seperti Ukraina.

Sudah dapat dilihat bahwa pengaruh dari kekuatan AS berdampak bagi banyak negara yang ‘bersembunyi’ di balik status kekuatan besar dari AS. Demi melancarkan tujuan pertama, AS bersedia berkoalisi dengan banyak negara yang juga atas dasar perdamaian dunia memberikan dukungan terhadap Ukraina. Meskipun dalam proses pencapaian usaha tersebut, banyak negara yang terlihat dilema antara memberikan secara penuh dukungan terhadap Ukraina atas bersembunyi di balik status negara adidaya yang dimiliki oleh AS. Dampak dari adanya proses pemberian bantuan dan sanksi yang diberikan oleh AS dan koalisinya adalah dengan tampak semakin goyahnya Presiden Rusia Vladimir Putin untuk kemudian memilih jalur negosiasi untuk dapat ditempuh sebagai jalur terakhir agar konflik antara Rusia dan Ukraina dapat diakhiri dengan proses damai.

Tidak hanya negara koalisi AS yang mendapatkan dilema atas konflik berkepanjangan yang menarik perhatian banyak dunia ini. Invasi dan tekanan yang diberikan banyak negara juga memberikan dilema bagi Presiden Rusia, Vladimir Putin. Pasalnya, keinginan untuk menghancurkan Ukraina dan kekuatannya menjadi sedikit terhalang karenanya banyaknya tekanan yang diterima oleh Putin termasuk hal yang berhubungan dengan sanksi ekonomi yang siap dijatuhkan oleh banyak negara terhadap aksi invasi Rusia terhadap Ukraina. Tekanan demi tekanan pasti memberikan efek dan dampak tersendiri bagi terciptanya jalur negosiasi sebagai alternatif terbaik untuk memperoleh damai. Namun, banyak pihak juga dapat menilai bahwa Putin adalah sosok yang keras dan bersikeras dengan apa yang diinginkan tanpa memperhatikan dampak yang muncul dari keinginannya tersebut.

Rusia dan Ukraina diketahui telah menyatakan beberapa opsi untuk dapat melakukan negosiasi. Banyak pihak, termasuk AS berharap bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina dapat berhenti dan memperoleh kesepakatan kompromi. Pada tanggal 9 Maret 2022, Rusia mengumumkan gencatan senjata sementara di Ukraina. Hal ini adalah sebagai alternatif agar masyarakat sipil yang terkepung diberikan kesempatan untuk melarikan diri. Sementara bagi banyak negara Barat yang dipimpin oleh AS ingin merilis tekanan baru bagi Rusia.

Dalam perkembangan terbaru, AS sempat melarang impor minyak yang berasal dari Rusia. Sementara dalam perkembangan terbaru ini, Uni Eropa belum menjadi bagian dalam larang tersebut. Namun, Komisi Uni Eropa juga mengatakan bahwa ada kemungkinan bagi mereka untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hingga dua pertiga tahun ke depan. Menyusul Uni Eropa, Pemerintah Inggris juga memberikan pernyataan untuk menghentikan impor minyak dari Rusia pada akhir tahun 2022. Sanksi lain yang akan dijatuhkan terhadap Rusia dan Belarusia adalah berupa larangan terhadap tiga bank Belarusia dari sistem perbankan SWIFT akan memberikan tambahan lebih banyak oligarki serta beberapa politisi dari Rusia masuk dalam daftar hitam Uni Eropa.

AS juga mengklaim bahwa dana yang diberikan berupa bantuan dana kemanusiaan terhadap Ukraina adalah bantuan dana kemanusiaan terbesar dalam kurun delapan tahun terakhir. Bantuan ini juga diklaim tersebar melalui organisasi kemanusiaan yang bersifat independen, netralitas, dan berdasarkan kemandirian. Dengan bantuan ini, diharapkan organisasi kemanusiaan internasional dapat lebih mendukung rakyat Ukraina. Termasuk bekerja sama dengan pemerintah Ukraina dan beberapa negara sekutu serta negara mitra Eropa di garis terdepan dalam menghadapi setiap krisis kemanusiaan yang terjadi. AS beserta Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi berupa larangan bagi anggota parlemen Rusia. Sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia mengincar sektor keuangan dan pejabat senior di negara Rusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...