Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menjadi buah diskusi panjang banyak negara di dunia. Salah satu yang menjadi perhatian banyak kalangan baik akademisi maupun praktisi hubungan internasional adalah Amerika Serikat. pasalnya banyak pihak yang kemudian mempertanyakan sikap dan reaksi dari Amerika Serikat atas invasi yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Panca invasi yang terjadi lebih dari dua pekan, Jerman akhirnya menolak untuk bergabung dengan Amerika Serikat dan juga Inggris dalam proses pengiriman senjata kepada Ukraina. Atas sikap ini, Jerman khawatir bahwa akan terjadi konflik yang lebih lama dan ketegangan yang dapat berpotensi mempersulit proses negosiasi untuk mengakhiri konflik panjang antara Rusia dan Ukraina.
Kebijakan
Luar Negeri Jerman dipandang bernilai dan lebih berani karena dapat memutuskan kebijakan
terhadap isu gerakan militer Rusia dalam melawan Ukraina. Jerman dan sekutunya
sedang di atas panggung kekuasaan dunia yang berusaha lepas dari ajakan tidak
jelas yang disebutkan oleh pemimpin Rusia. Pihak yang menjadi pemangku
kepentingan dan kebijakan Jerman melakukan perdebatan atas usul Amerika Serikat
terkait pemberian bantuan militer terhadap Ukraina. Pemerintah Jerman siap
mendukung terciptanya perdamaian dengan melakukan dialog serius. Sebab
diplomasi adalah satu-satunya cara yang dianggap layak untuk dapat meredakan
invasi dan terciptanya negosiasi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.
Sementara
dari sisi Amerika Serikat dan Inggris, kedua negara ini sudah memastikan akan
mengirimkan lebih banyak pasokan senjata dan persediaan tink-tank. Senator Amerika Serikat bahkan telah berkunjung ke
Ukraina dan memastikan bahwa pasokan senjata yang dikirim akan lebih banyak. Setelah
sebelumnya Rusia juga menuduh bahwa Ukraina memiliki senjata biologis yang
didanai oleh Amerika Serikat. Menurut Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB,
Rusia memang kerap kali mencoba menuduh negara lain atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Rusia itu sendiri.
Di
tengah invasi yang sedang berlangsung, Amerika Serikat meminta Israel untuk
bersikap tegas terhadap Rusia. Mantan Duta Besar PBB untuk NATO, Victoria
Nuland menginginkan agar negara-negara dengan sistem demokrasi di dunia bersatu
dan memberikan sanksi yang tegas terhadap invasi yang dilakukan Rusia. Hal yang
menjadi sanksi bagi Rusia adalah terkait sanksi ekonomi dan ekspor yang
dipandang perlu untuk diberikan dan dijatuhkan kepada Rusia. Sejauh ini, Israel
belum memberikan sikap tegas dan mendukung AS dalam mendukung Ukraina. Akan
tetapi, Israel masih dipandang berusaha memberikan sikap yang netral atas sikap
politis negaranya dalam isu invasi Rusia ke Ukraina. Wakil Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat Wendy Sherman menjelaskan bahwa tampaknya Presiden Rusia
Vladimir Putin tampak mulai goyah dengan banyaknya negara di dunia yang
berusaha untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Efek tekanan tersebut
dipandang sebagai tekanan yang paling serius bagi Putin untuk dapat melakukan
negosiasi perdamaian.
Jika
diteliti dengan baik, AS memiliki dua kepentingan dalam invasi Rusia ke
Ukraina. Mendukung Ukraina dengan segala cara yang mungkin dan dapat dilakukan
seperti pemberian bantuan pasokan senjata keamanan yang bernilai 1,2 juta dolar
AS. Alokasi dana tersebut dipandang dapat sangat membantu Ukraina untuk dapat melawan
invasi yang dilakukan oleh Rusia. Kedua, alasan lain adalah untuk dapat menekan
Presiden Putin untuk segera melakukan gencatan senjata dan mengakhiri invasi. Sebab
bagi AS, Putin sendiri yang memutuskan untuk melakukan invasi yang tanpa
didasari alasan yang jelas mengapa mereka menyerang negara yang berdaulat
seperti Ukraina.
Sudah
dapat dilihat bahwa pengaruh dari kekuatan AS berdampak bagi banyak negara yang
‘bersembunyi’ di balik status kekuatan besar dari AS. Demi melancarkan tujuan
pertama, AS bersedia berkoalisi dengan banyak negara yang juga atas dasar
perdamaian dunia memberikan dukungan terhadap Ukraina. Meskipun dalam proses
pencapaian usaha tersebut, banyak negara yang terlihat dilema antara memberikan
secara penuh dukungan terhadap Ukraina atas bersembunyi di balik status negara
adidaya yang dimiliki oleh AS. Dampak dari adanya proses pemberian bantuan dan
sanksi yang diberikan oleh AS dan koalisinya adalah dengan tampak semakin
goyahnya Presiden Rusia Vladimir Putin untuk kemudian memilih jalur negosiasi
untuk dapat ditempuh sebagai jalur terakhir agar konflik antara Rusia dan
Ukraina dapat diakhiri dengan proses damai.
Tidak
hanya negara koalisi AS yang mendapatkan dilema atas konflik berkepanjangan
yang menarik perhatian banyak dunia ini. Invasi dan tekanan yang diberikan
banyak negara juga memberikan dilema bagi Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Pasalnya, keinginan untuk menghancurkan Ukraina dan kekuatannya menjadi sedikit
terhalang karenanya banyaknya tekanan yang diterima oleh Putin termasuk hal
yang berhubungan dengan sanksi ekonomi yang siap dijatuhkan oleh banyak negara
terhadap aksi invasi Rusia terhadap Ukraina. Tekanan demi tekanan pasti
memberikan efek dan dampak tersendiri bagi terciptanya jalur negosiasi sebagai
alternatif terbaik untuk memperoleh damai. Namun, banyak pihak juga dapat
menilai bahwa Putin adalah sosok yang keras dan bersikeras dengan apa yang diinginkan
tanpa memperhatikan dampak yang muncul dari keinginannya tersebut.
Rusia
dan Ukraina diketahui telah menyatakan beberapa opsi untuk dapat melakukan
negosiasi. Banyak pihak, termasuk AS berharap bahwa konflik antara Rusia dan
Ukraina dapat berhenti dan memperoleh kesepakatan kompromi. Pada tanggal 9
Maret 2022, Rusia mengumumkan gencatan senjata sementara di Ukraina. Hal ini
adalah sebagai alternatif agar masyarakat sipil yang terkepung diberikan
kesempatan untuk melarikan diri. Sementara bagi banyak negara Barat yang dipimpin
oleh AS ingin merilis tekanan baru bagi Rusia.
Dalam
perkembangan terbaru, AS sempat melarang impor minyak yang berasal dari Rusia.
Sementara dalam perkembangan terbaru ini, Uni Eropa belum menjadi bagian dalam
larang tersebut. Namun, Komisi Uni Eropa juga mengatakan bahwa ada kemungkinan
bagi mereka untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hingga dua pertiga tahun ke
depan. Menyusul Uni Eropa, Pemerintah Inggris juga memberikan pernyataan untuk
menghentikan impor minyak dari Rusia pada akhir tahun 2022. Sanksi lain yang
akan dijatuhkan terhadap Rusia dan Belarusia adalah berupa larangan terhadap
tiga bank Belarusia dari sistem perbankan SWIFT akan memberikan tambahan lebih
banyak oligarki serta beberapa politisi dari Rusia masuk dalam daftar hitam Uni
Eropa.
AS juga
mengklaim bahwa dana yang diberikan berupa bantuan dana kemanusiaan terhadap
Ukraina adalah bantuan dana kemanusiaan terbesar dalam kurun delapan tahun
terakhir. Bantuan ini juga diklaim tersebar melalui organisasi kemanusiaan yang
bersifat independen, netralitas, dan berdasarkan kemandirian. Dengan bantuan
ini, diharapkan organisasi kemanusiaan internasional dapat lebih mendukung
rakyat Ukraina. Termasuk bekerja sama dengan pemerintah Ukraina dan beberapa
negara sekutu serta negara mitra Eropa di garis terdepan dalam menghadapi
setiap krisis kemanusiaan yang terjadi. AS beserta Uni Eropa juga menjatuhkan
sanksi berupa larangan bagi anggota parlemen Rusia. Sanksi yang dijatuhkan
terhadap Rusia mengincar sektor keuangan dan pejabat senior di negara Rusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar