Perubahan politik dunia memaksa banyak negara untuk memperhatikan hubungan diplomatik dengan negara lain. Terlebih lagi hubungan diplomatik ini berhubungan dengan pembangunan ekonomi nasional dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Salah satunya adalah Indonesia. Sebagai negara berkembang dan negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia dipandang sebagai salah satu pemain besar dalam relasi ekonomi global dan juga diprediksi akan hadir sebagai kekuatan besar dunia sejajar dengan China, Jepang, Korea Selatan, India, dan Australia. Seiring dengan semakin kompleksnya kerja sama ekonomi, negara Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk bisa meningkatkan kapabilitas dalam lingkup nasional dalam menangani ekonomi eksternal (Killian, 2012).
Dalam Forum Konsultasi Bilateral Indonesia – Rusia keempat yang diselenggarakan oleh Kemlu Indonesia pada tanggal 3 Maret 2021, kedua negara Indonesia –Rusia sepakat untuk menghilangkan hambatan perdagangan guna mencapai target volume perdagangan yang diharapkan yakni sebesar 5 miliar dolar AS atau sekitar 71,67 triliun. Indonesia juga menekankan pentingnya kemitraan strategis yang lebih berorientasi pada action oriented dalam memperkuat diplomasi ekonomi dan refocusing aktivitas kerja sama dalam mempererat hubungan kedua negara terutama yang berhubungan dengan pemulihan sektor ekonomi yang sempat terburuk akibat pandemi covid-19 (Rahma, 2021).
Bagi Rusia, Indonesia dianggap sebagai mitra yang sangat strategis di Asia Tenggara dan juga Asia Pasifik. Sebab Indonesia dipandang sebagai salah satu negara mendominasi di Asia Tenggara dan negara-negara dunia Islam. Terlebih lagi Indonesia saat ini sebagai nahkoda dalam presidensi G20. Indonesia juga membukukan surplus perdagangan yang sangat berpengaruh besar bagi Rusia. Di saat yang bersamaan, Rusia juga sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk memiliki zona perdagangan bebas di antara negara anggota Uni Eurasia. Rusia adalah satu negara yang berpengaruh di dalamnya. Pada tahun 2019, ada juga nota kesepahaman yang sudah ditandatangani antara Komisi Ekonomi Eurasia dan Indonesia. Tidak hanya Rusia, terdapat empat negara lain yang menjadi peserta Uni Eurasia. Rusia berharap tidak hanya terdapat perjanjian perdagangan bebas antara Rusia dan Indonesia, tetapi juga antara Uni Ekonomi Eurasia dengan Pemerintah Indonesia.
Sementara dengan Ukraina, invasi yang terjadi dan dilancarkan oleh Rusia juga memberikan pengaruh terhadap aktivitas perdagangan Indonesia –Ukraina. Pengaruh dari invasi yang terjadi di Eropa tidak hanya berpengaruh terhadap kawasan Eropa saja, tetapi juga dirasakan oleh kawasan lain. Indonesia terdampak dalam konteks aliran perdagangan. Seperti diketahui bahwa Indonesia dan Ukraina memiliki rekam jejak hubungan diplomasi ekonomi. Tercatat pada tahun 2020, total kegiatan ekspor dari Indonesia ke Ukraina adalah sebesar 3,2 triliun. Di sisi lain, total kegiatan ekspor dari Ukraina ke Indonesia adalah sebesar 10.5 triliun. Terlihat bahwa Indonesia tergantung dari komoditas ekspor dari Ukraina, begitu juga sebaliknya.
Lima komoditas utama yang diekspor dari Indonesia ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewani, kertas dan kertas karton, alas kaki, karet, dan tembakau. Masing-masing angka ekspor berkisar di 179, 8,307, 4,873, 4,280, dan 4,185 juta dolar AS. Sedangkan lima komoditas ekspor dari Ukraina ke Indonesia adalah sereal, besi dan baja, gula, produk industri penggilingan, dan produk optik. Masing-masing berkisar di 546, 162, 9,620, 5,493, dan 1,840 juta dolar AS. Kerja sama Indonesia dan Ukraina juga dipastikan tidak terganggu dengan adanya ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Pejabat Fungsi Pensosbud Kedutaan Besar Indonesia di Ukraina. Bahkan Indonesia dan Ukraina akan terus berupaya untuk merayakan kerja sama bilateral kedua negara yang sudah terjalin sejak lama (Ahmad, 2022).
Bagi Indonesia, Rusia dan Ukraina bisa disebut sebagai mitra dagang dan investasi. Meski tertinggal jauh dari neraca perdagangan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kemitraan Rusia dan Ukraina bagi aktivitas perdagangan dan diplomasi ekonomi tergolong ke dalam mitra strategis. Menilik bahwa dalam aktivitas diplomasi ekonomi Indonesia dengan negara lain terdapat tiga kluster untuk pengelompokan negara mitra. Mitra strategis bermakna hubungan dan aktivitas diplomasi ekonomi memainkan peranan penting dalam pencapaian kepentingan luar negeri. Dalam artian kemitraan penting, berarti hubungan dan aktivitas kedua negara memainkan peranan penting tetapi bukan merupakan kunci dalam pencapaian kepentingan nasional. Sedangkan kemitraan biasa berarti hubungan kedua negara berperan minimal atau tidak sama sekali dalam pencapaian kepentingan kedua negara (Sabaruddin, 2016).
Namun, jika dilihat dari invasi Rusia ke Ukraina ternyata tidak berpengaruh signifikan bagi aktivitas perdagangan Indonesia. Mengingat bahwa selain Rusia dan Ukraina, masih banyak daftar negara lain yang masuk ke dalam kluster kemitraan strategis dan penting. Seperti Tiongkok, Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Jepang, India, Australia, Jerman, Thailand, Korea Selatan, Belanda, Polandia, Argentina, dan Kolombia.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, asumsi utama dalam aktivitas diplomasi ekonomi sepatutnya dapat memberikan prioritas kepentingan ekonomi daripada kepentingan politik. Hal itu disebabkan karena dengan kekuatan ekonomi pada kenyataannya lebih dapat menopang keamanan dan pertahanan yang mumpuni untuk bisa meningkatkan bargaining power dan relative power. Maka, penguatan diplomasi ekonomi seharusnya dapat menentukan tiga arah kebijakan luar negeri (Wangke, 2015). Penguatan diplomasi maritim dalam menjaga kedaulatan Indonesia di mata dunia, peningkatan peran dan pengaruh Indonesia sebagai negara middle power, dan penguatan kepemimpinan Indonesia di ASEAN.
Permasalahan
mengenai invasi Rusia ke Ukraina ini berhubungan dengan peningkatan peran dan
pengaruh Indonesia sebagai middle power
di mata dunia. Artinya, fokus Indonesia dalam hal ini adalah bagaimana aspek
penting dari diplomasi ekonomi Indonesia adalah untuk meningkatkan kerja sama
dalam bidang perdagangan, investasi, dan pariwisata (Nawawi, 2018). Meski kedua
negara ini termasuk ke dalam mitra kluster
strategis, Indonesia harus bisa melakukan pemetaan dengan mencari alternatif
lain agar perekonomian nasional tidak terganggu oleh adanya konflik yang
terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Daftar Rujukan
Daniel, Ahmad. 2022. KBRI Pastikan Kerja Sama Indonesia dengan Ukraina Tak Terdampak Konflik diakses melalui laman https://dunia.tempo.co/read/1561512/kbri-pastikan-kerja-sama-indonesia-dengan-ukraina-tak-terdampak-konflik pada tanggal 21 Maret 2022
Killian, Erza. 2012. Paradigma dan Problematika Diplomasi Ekonomi Indonesia. Jurnal Global Strategis Vol 6 (2).
Nawawi, Imam. 2018. Sejarah Nalar Diplomasi Politik Indonesia di Kawasan Timur Tengah. Jurnal Millati Vol 3 (1).
Rahma, Athika. 2021. Indonesia dan Rusia Sepakat Tak Saling Menghambat Perdagangan diakses melalui https://www.liputan6.com/bisnis/read/4499015/indonesia-dan-rusia-sepakat-tak-saling-menghambat-perdagangan pada 21 Maret 2022
Sabaruddin, Sulthon Sjahril. 2016. Grand Design Diplomasi Indonesia; Sebuah Pendekatan Indeks Diplomasi Ekonomi. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 12 (1).
Wangke, Humprey. 2015. Tantangan dan Peluang Diplomasi
Ekonomi Presiden Joko Widodo. Jakarta: Azza Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar