Kamis, 11 April 2019

Semesta Tidak Merestui Kita (2)

Gerimis kecil pertama
Yang kuartikan sebagai sebuah pertanda
Mulanya, denganmu
Dengan berani kupastikan bahwa 
Semesta dan restunya telah menitipkanmu 
Semesta jua yang izinkan kita bertemu
Lalu saling tatap tanpa pilu
Namun pisah berjeda jarak tanpa ragu
Pada gerimis kecil pertama aku belajar
Tentang sebuah kata rela melepaskan
Kau pamit, aku berbalik
Lagi, belajar pada gerimis kecil kedua.
Kita adalah hujan dan terik
Bersama tanpa bisa saling memiliki
Cintaku terpaku pada hujan
Sedang kau lebih memilih terik
Padu tapi susah dipersatukan
Semesta kerap kali berjarak
Kita belum bergerak 
Tetap diam pada ingin dan angan
Sebab apalah arti sesal
Jika kita tetap pada dimensi sama
Tanpa pernah ada restu semesta 
Kita tetaplah dua insan yang gagal. 
Tentang aku dan kamu
Yang seharusnya semesta merestui kita
Bukan berakhir pada pandir dan luka.
Lalu kau dan aku satu-satu
Melepas kepergian tanpa temu
Mencipta raung deru tangis pilu
Tiada akhir tiada habis
Mengeruh gemuruh langit mengiring
Mengingat selepas kepergian 
Ialah kenang dan linang
Sepi dan rindu tumbuh kian panjang
Ialah dekap harap
Hingga airmata meluap-luap.
Selepas kepergian
Nyaman tak lagi memekarkan
Ingatan bukan lagi tentangmu
Yang pernah datang 
Lalu menumbuhkan perasaan 
Tapi hujan tetap mengingatkan 
Kita butuh waktu untuk sekedar singgah
Kembali atau menunda sebuah pergi
Tetaplah seperti dahulu kala
Jatuh cintalah pada apa-apa
Yang menjadi penyebab bagimu
Jika kau tak temukan aku
Ragamu takkan hancur direnggut sepi
Dahulu sekali, 
Diantara kedatangan dan kepergian 
Kita pernah saling merasa
Begitu takut kehilangan 
Meninggalkan dan ditinggalkan
Tapi, kita harus memahami
Semesta tidak merestui kita
Jika dipaksa, 
Hanya akan merestui dan menambah luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...