Sabtu, 20 April 2019

Semesta Tidak Merestui Kita (3)

Kita pernah berjanji akan saling menemani bagaimana pun keadaannya. Menjadi peluk yang selalu mendekap saat sendu dan sembab. Penghangat dari setiap kesedihan yang kerap kali membuat gigil. Karena seperti yang kita pernah pahami, tak ada yang paling menenteramkan selain memiliki teman untuk berbagi penderitaan, itu benar bukan?
Kita pernah berjanji untuk selalu bersama. Saling mengisi kekurangan untuk menyempurnakan. Sampai akhirnya kau pergi tanpa pamit dan permisi. Menyisakan repih mimpi menjadi setumpukan abu dari catatan rencana yang tak jadi, kosong tak berbuih penuh ringkih. Yang manakala tersapu angin berlalu. Dan berembus hilang; terbang.
kita pernah merasakan kehilangan sesuatu yang bahkan tak sempat kita punya sebelumnya. Lalu menjadi pandir paling bodoh sedunia karena merasakan perih dari luka yang sebenarnya kita torehkan sendiri.
Meninggalkan mungkin mengenang
Meski tak sedalam yang ditinggalkan
Atau kadang beranjak ingin pulang
Kembali lalu datang
Atau justru betah dengan kesendirian
Karena sungguh mencinta
Namun dikecewakan
Tapi bukan perihal takdir
Ini titah alam yang kurang berkenan
Semesta belum merestui perjumpaan
Apalagi dalam menyatukan
Aku kamu menjadi kita
Adalah noktah hidup yang tertunda
Menjamah rasa yang pernah hinggap
Lalu hilang dibawa angin malam
Terbang.
Kadang,
Saat pagi kurasa sendu
Mengubur ratusan rindu
Hanya ada satu namamu
Meski diakhir peluk aku sadar
Bumi membentang dan ribuan orang datang
Berbisik semesta bukan milik kita.
Semesta tidak merestui kita
Sebab, jika dipaksa
Hanya akan menambah luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...