Kamis, 17 Maret 2016

Cerita Senja di Bumi Rafflesia

Setiap momen pasti memberikan kesan tersendiri untuk para penikmatnya, seberapa jauh berjalan, sejauh itu pula pengalaman akan bercerita tentang kehidupan yang hingga saat ini masih memberikanku kesempatan untuk bernafas. Menikmati indahnya dunia dan karunia Ilahi yang sangat sulit untuk aku definisikan dengan kumpulan kata dalam kalimat. Bagian terindah dari sebuah hari yang terus berputar ditemani mesin waktu adalah senja. Meski malam menawarkan kerlipan bintang dengan sinar rembulan, namun senja selalu bisa membuaiku menjadi insan yang merasa begitu bahagia saat itu menyapa. Senja berbeda, ia tidak seperti titik yang mengakhiri tanpa seruan dan tanya. Bagian terbaik dari hadirnya adalah ketika aku sadar warna jingga itu beradu sempurna dengan bayangan burung berkicau yang akan kembali ke peraduannya. Ditemani rayuan pohon kelapa yang rindang dengan asmara memuncak, sayup berlalu membahagiakan siapapun yang menyaksikannya.
Aku tak pernah takut kehilangan dia, karena kau tahu ia akan kembali, selalu hadir saat matahari bergegas meminta diri untuk pergi. Andai bisa kubeli label senja, akan kuhadiahkan ia untuk semua orang terbaik dalam hidup yang aku punya. Hingga mereka bisa merasakan kedamaian yang tak berujung dan tak pula bertepi, hadirnya abadi. Jika malam memintaku untuk mundur karena lelah yang tak teratur, senja selalu memanjakanku dengan indahnya sayap-sayap semesta. Tak butuh waktu banyak  untuk mencarinya, ia akan hadir tanpa harus kupanggil. Mengenalnya adalah sebuah keindahan yang takkan kuhapus dalam catatan utuh suatu fase kehidupan. Ia adalah senja, ciptaan Tuhan yang amat teristimewa untukku, untuk kita.
Aku bergerak mendekati suatu danau yang mungil dengan tatanan hijau muda dedaunan yang melengkapi indahnya. Danau itu sepi. Hanya ada beberapa remaja kecil yang mondar-mandir sibuk mengabadikan momen di bibir depan tak jauh dari pintu masuk. Sesekali kicau burung bersorak riuh tak teracuh mencoba menanam kenangan indah di hati para pengunjung danau yang mendengarnya. Laksana berujar untuk tenang dalam bersikap dan menikmati kedamaian hidup di desa. Melupakan setiap goresan luka masa lalu yang tak bersumbu namun kini patah karena senja yang begitu menggoda. Kehidupan di tanah Rafflesia ini memang tidak memberikan kemewahan, jauh dari kata kesempurnaan, tapi ia menawarkan kedamaian abadi. Jika seuntai kata saja kelak akan dipertanyakan Tuhan saat kita kembali, lalu bagaimana dengan kata rindu dan cinta yang sudah menganak sungai tak terbendung. Pose nakal sepasang kekasih di danau itu merenggut ketenangan sejauh mata memandang. Mereka begitu hanyut dalam keindahan alam yang tak mungkin bisa aku duakan. Bukan seperti cinta, danau itu berbisik manja. Memberikanku kenangan manis akan ketenangan dan kenangan. Aku seperti hanyut dalam khilaf yang tak pernah kuperbuat. Mendiamkan diri jatuh dalam ilusi kebodohan dan tak tau bagaimana harus bangun untuk bergegas menemui kesadaran. Nadiku berdenyut tak seperti biasa, ia berdetak lebih cepat bak ingin lepas dari sarangnya. Sekuat mungkin aku duduk dan tak melihat. Aku menjaga setiap apa yang kupunya, tak ingin ia pergi walau sesaat. Karena aku tak tahu bagaimana bentuk keabadian yang Tuhan tentukan.  
Kala itu, jarak antara aku dan senja yang aku banggakan terpaut begitu dekat. Kilauan kuning cahaya yang ia bentangkan telah merenggut sisa kesedihan yang aku rasakan. Senja mendekatiku dan ingin memastikan jika hadirnya tak lagi melihat luka menganga. Sapaan angin disana seperti mengetuk pintu langit dan berdoa untuk menghapuskan air mata penyesalan yang pernah hadir dan menyiksa. Senja di bumi Rafflesia memintaku untuk membuka mata melihat segala kebaikan dengan hati yang jernih, mendengarkan petuah alam agar hidupku menjadi jernih, dan menawarkanku kekuatan iman yang takkan lagi aku lupakan.
“Permisi, ada yang bisa aku bantu,” ungkap pelayan yang sedari tadi sepertinya sudah berdiri dan memperhatikan gerak-gerikku. Ia hadir dengan pakaian dinasnya yang khas dan senyum lebar seperti sudah saling kenal. Tubuhnya tinggi, wajahnya putih bersinar, pada bagian wajah itu terlihat hidung yang mancung serta kumis tipis yang tertata rapi.
“Terima kasih. Jika kau berkenan, bolehkah kau abadikan beberapa sudut danau ini untukku?” aku memastikan ia bersedia untuk mengambilkanku beberapa gambar dari danau mungil yang sejak tadi aku jelaskan.
“Dengan senang hati, mari.” Ia berjalan dengan tangan lembut yang mempersilahkanku untuk mengikutinya dari belakang.
“Sudah berapa lama berada di bumi Rafflesia ini?”
“Dua hari yang lalu aku tiba, aku akan berlibur selama seminggu disini,” jawabku tenang sambil terus mengikuti jejaknya menuju tengah danau yang dilengkapi dengan hiasan jembatan seperti yang ada di Eropa.
“Sendirian saja?”
“Ya, aku datang sendiri. Sudah sejak lama aku berniat untuk mengunjungi danau ini. Aku dengar senja disini begitu memanjakan mata, indah!”
“Kau benar, kau tidak salah dalam berujar. Senja di Danau Nibung Bumi Rafflesia ini memang menakjubkan.”
Aku bergumam dalam hati. Pelayan itu adalah salah satu orang terbaik yang dimiliki bumi Rafflesia ini. Tidak sempat aku bertanya daerah asalnya, mataku sudah dihipnotis dengan indahnya pesona senja saat kami tiba di tengah danau. Pemandangan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, seperti sedang berada di Australia, dan juga salah satu Negara terbaik di dunia, Jerman.  Ukiran jembatan itu sangat membuai mata untuk terus memandang. Menjadikan naluriku terasa sempurna ketika hiasan lampu pelangi yang tak begitu terang seperti sedang membawa terbang berada di bawah terpaan langit biru. Kejadian itu seperti nyata. Belum selesai aku berujar keindahan, tenangnya air danau yang berubah warna menjadi emas, membuatku sangat sulit untuk menjelaskan. Senja itu berubah, ia menjadikan danau itu berwujud sempurna. Setiap mata pengunjung penuh takjub memandangnya, bak ingin tertawa dalam buaian mimpi, tersenyum dalam hiasan, tapi ternyata keindahan itu nyata. senja penuh bahagia merubah cara pandangku terhadap dunia, takkan pernah berhenti aku mencari pengalaman berharga, sama seperti dunia yang tak pernah berhenti untuk mengajariku banyak kata. Senja di danau itu berhasil menghipnotisku. Senja di bumi Rafflesia memang penuh noktah indah yang berujar tentang kedamaian. Tempat kecil penuh memori dan kenangan baik yang takkan pernah terlupakan dalam pencarian jati diri demi menghadapi kehidupan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Krisis Hubungan Diplomatik Meksiko – Ekuador

Krisis diplomatik antara Meksiko dan Ekuador yang baru saja terjadi merupakan peristiwa yang memperlihatkan kompleksitas hubungan antarneg...