“Kamu ingat kan sudah
berapa lama kita berjalan bersama sayang? Ingat gak kapan pertama kali kamu
memutuskan untuk menerima aku sebagai kekasihmu? Sudah lama sekali kan? Maukah
kamu memberitahuku, kenapa kamu tidak memilih lelaki yang lain Iwana,” tanya
Wira yang sedang duduk manis di sampingnya terlihat penasaran. Sambil
menyunggingkan senyum kecil merekah indah, Iwana tersipu malu ingin menjawab
pertanyaan itu.
“Kenapa kamu bertanya
seperti itu my Prince? Sudah lama sekali kejadian itu, kok baru tanya sekarang?
Terus dari dulu kamu gak tau kenapa aku memilihmu? Huhuhu, kamu ini ya,” Iwana
malah menodong Wira dengan pertanyaan baru. Iwana masih terlihat malu menjawab
beberapa poin pertanyaan yang diungkapkan Wira lebih awal. Wajahnya tertunduk
sambil memainkan bolpoin yang ia genggam.
Wira tampak canggung
ingin berbicara. Tapi ia takut jika kekasihnya itu marah. Ia jarang sekali
menundukkan pandangannya. Mungkin Iwana malu karena ada banyak pasang mata yang
sedang menyaksikan mereka. Tempat rindang di bawah pohon kelapa itu adalah
tempat favorit yang mereka pilih untuk menikmati waktu bersama jika waktu libur
tiba. Heran saja siang ini, mengapa
mereka tiba-tiba membicarakan awal pertemuan itu. Peristiwa 06-07-08 itu sudah
sangat lama berlalu. Seperti ada kerinduan yang hinggap, melekat kemudian tidak
ingin terpisahkan dari keduanya.
“Sayang, kok gak
dijawab sih,” pinta Iwana manja sambil mengambil pasir dan melemparkannya ke
arah lelaki berkulit sawo matang itu.
“Punya aku juga tadi
belumdijawab kan?” Balas Wira.
“Jawab punya aku dulu
sayang, setelah itu akan aku jawab panjang lebar pertanyaanmu, jujur!”
“Iya deh, aku yang
jawab duluan. Biar senang hati dokter mudaku ini. Tapi, senyum dulu donk, jangan
murung gitu ah.”
Seraya Iwana mengembangkan
senyumnya. Kecil tapi sangat bernilai bagi Wira.
“Udah buruan jawab
sayang, ngambek lagi ntar akunya, mau kamu tanggung jawab?”
“Tuh kan mulai deh
dia nih. Aku bingung lho mau jawabnya kayak gimana ini.”
“Gak pake lama,
titik.”
“Aku gak nyangka aja
kalau kita bisa bersama terus dari dulu sampai sekarang. Masih banyak to lelaki
yang lebih baik dari aku, tapi aku merasa istimewa karena kamu mau menerima
cintaku. Aku rasa kamu juga pasti mengerti bagaimana teman-teman sekolah kita
memandang hubungan kita ini. Kamu yang anak kesayangan dulu di sekolah, terus
tiba-tiba memiliki hubungan sama aku yang tidak terpandang sama sekali kala
itu. Sadar gak gimana orang lain memandang kita saat itu. Pastinya, dulu itu kita
jauh berbeda lah sayang, tapi rasa cinta yangmenjadikan kita bisa seperti
sekarang ini kan? Sudah lama sekali itu, tapi rasanya kalau kamu gak ada, kok
aku jadi rindu ya?”
“Huh, paling juga cuma
gombal doang di depan aku, bilangnya rindu, kangen bla bal bla.”
“Nah kan, kamu kalau
dibilangin mesti gak percayaan. Minta dicubit nih kayaknya.”
“Bukan gak percaya
sayang, aku juga pengen denger langsung lah dari kamu. Kan biasanya kita cuma
lewat BBM aja. Sekarang aku udah denger langsung nih, hehehe.”
Wira menyeruput es
kelapa muda itu. Dahaga dan lelahnya seketika hilang setelah mendengarkan
ungkapan Iwana, kekasihnya itu.
“Terus, punya aku gak
dijawab nih pertanyaannya? Beneran?”
“Hehehe, gak usah aja
ya sayang, kan sudah jelas semuanya.”
“Apanya yang jelas?
Pake semuanya lagi. Aku pengen tau juga dokter mudaku, jawab yaa,” pinta Wira
sambil merayu Iwana.
“Mungkin kamu pernah
terasingkan dalam kehidupan kita dulu sayang. Mencari satu arah kebahagiaan
tapi tidak kunjung kamu temukan. Menatap langit biru yang seolah hampir runtuh
karena pintamu itu tak terkabulkan. Mengalami masa-masa sulit yang merajai
keseharian dengan penuh gundah gulana yang memuncak. Di saat itulah, Tuhan
memintaku menjadi teman dari sepimu. Menjadi arah kebahagiaan yang kau impikan.
Menjadi pelengkap dari kekurangan yang kita miliki. Saat itulah pintamu telah
dikabulkan. Masa-masa sulit itu telah usai sayangku. Sepi itu perlahan mati
dengan canda yang kita ciptakan bersama. Memilihmu, adalah kebahagiaan
tersendiri yang aku rasakan saat itu hingga kini. Mungkin bosan, tapi tanpamu
hari-hari berlalu seperti tak memiliki dimensi. Kamu yang terindah. Tidak
peduli orang lain berkata apa tentang kisah kita, toh yang menjalaninya kita,
bukan mereka. Biarlah mereka memberikan komentar, yang terpenting kita selalu bahagia
bersama.”
Wira terdiam, ia tak
menyangka jawaban Iwana begitu membuatnya istimewa kala itu. Ibarat sedang
merasakan dingin di musim penghujan, Iwana datang dengan selimut tebal untuk
menghangatkan kekasihnya itu. Seperti malam yang gelap tanpa bintang, Iwana
hadir menjadi rembulan yang selalu menjadi penerang. Iwana hadir menepis semua
keraguannya selama ini. Berhentilah mencinta jika masih ragu. Leraikanlah
segala rasa bahagia yang sederhana tanpa tapi yang harus selalu muncul membayangi
setiap kisah yang ada. Ketakutan adalah lumrah, romansa cinta akan selalu indah
jika dibangun dengan rasa percaya dan berusaha untuk saling setia. Tumpukkan
pasir halus itu menjadi saksi cerita singkat mereka hari ini. Iwana Anny
Rakhmawati, sempurnalah segala cinta dan anganmu bersamanya, Wira Utama Putra. Berjalanlah
bahagia, berdampingan hingga akhir cerita dari alam semesta ini menyapa. End!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar