Selasa, 30 September 2014

Ali dan Erna (Buat Yang Tersayang Jangan Coba-coba)

“Malam, sedang apa yang di sana? Sudah makan belum?” Ali mengirimkan pesan singkat itu. Seketika yang terbayang di pikirannya adalah wajah orang yang ia cinta. Di seberang sana, tidak terlalu jauh. Namun, malam ini rindu itu datang mendekat. Masih mendekap, tidak berkenan pergi. Bayangan wajahnya yang manis begitu merasuki relung qalbunya. Ali masih menanti ada SMS balasan. Jarum jam sudah menunjukkan angka satu. Sudah dini hari, Ali mengerutkan dahinya seraya menarik selimut. Beberapa menit kemudian, HP itu bergetar,ada SMS masuk.  Duduk tegak sambil tersenyum memandangi layar HP. Ali yakin itu adalah balasan SMS dari kekasihnya, Erna. Memencet keypad HP, ia terkejut. Itu bukan SMS dari Erna, melainkan SMS dari operator.
“Huh, sudah malam begini masih belum ada balasan. Kemana kamu sayang?”
Mengharapkan menerima sapaan dari yang tersayang, malah SMS operator tidak tahu diri yang ia terima. Segera ia hapus pesan itu. Kembali ke tempat tidurnya. Malam itu berlalu…
“Maaf sayang, semalam pulang kuliah langsung tidur, capek banget. Maaf ya? Sayang lagi ngapain?”
Ali senang, SMS yang baru ia baca adalah SMS dari orang terkasihnya. Ternyata semalam ia lelah setelah seharian di kampus. Ali memaklumi hal itu.
“Gak ada, cuma duduk-duduk aja di kamar nih. Sudah sarapan belum?”
“Sudah sayang. Kamu juga jangan lupa sarapan ya…”
“Iya, sebentar lagi aku juga sarapan kok. Nanti sore aku pulang. Mau pesen apa Dinda?”
“Gak usah deh, aku pesen kamu aja sama pak sopirnya. Tolong dijagaian sampe rumah. Kamu pulang aja aku udah seneng banget. Ntar aja kalo udah di rumah kita main ya sayang.”
“Siap Ibu bosss”*
“Sayang, bulan depan kan hari jadi kita. Kita mau ngerayain di mana?” Erna bertanya sambil duduk di belakang, memperhatikan Ali yang sedang menyetir motornya. Seperti pasangan yang lain, tanggal itu akan menjadi momen teristimewa sebagai waktu untuk menggantungkan pinta agar semua berjalan seperti yang diharapkan.
“Di rumah aja gimana? Gapapa kan sayang?” tanya Ali sambil memberhetikan motor ber-plat AE itu ketika sampai di parkiran Mall besar dengan empat lantai itu. Setelah berjalan beberapa saat, Ali berhenti dan memalingkan wajah kearah kekasihnya seraya berkata “Aku sungguh mencintaimu sayang. Maukah kau berjanji untuk selalu menemaniku menghabiskan sisa waktu dalam hidup kita? Apakah aku salah jika berharap dirimu menjadi yang terakhir dalam pencarian panjangku? Mengapa kau mau menjadi milikku?”
“Kamu kenapa sayang, kok seperti ada yang aneh nih. Gak biasanya kamu bicara seperti ini.”
“Aku pernah merasakan kesedihan yang mendalam ketika dulu aku ditinggalkan oleh orang yang aku sayangi. Pernahkah kau merasakan hal yang sama sayangku? Tersayat kesedihan mendalam ketika masih berharap ia akan datang kembali. Sendu melekat terlalu lama. Kemudian kamu datang menjadi obat penawar lukaku. Berjanjilah untuk tetap setia bersamaku sayang. Menjadikanku yang teristimewa meski aku pernah menggoreskan luka di hatimu. Dalam pejam mataku, aku pernah meratap terlalu dalam. Menginginkan mentari datang menghangatkan. Kemudian itu menjelma dengan hadirnya dirimu sayang. Pekat malam menjadikanku sadar bahwa luka itu tidak selamanya ada, karena kamu hadir untuk menyeka setiap goresan luka yang pernah aku rasakan.”
“Sayang, kamu kenapa lho. Kok tumben kamu kayak gini? Ada apa sayang, ceritalah sama aku. Ntar aku jadi sedih lho kalo kamu kayak gini. Sudah yuk nyari tempat dulu. Gak enak kan diliatin banyak orang yang lewat. Ntar mereka mengira kita sedang berantem lagi.”
Erna menuntun kekasihnya menuju pelataran Mall besar itu, menaiki eskalator dan memandang ke setiap arah yang nyaman untuk mereka berbicara kala itu. Erna bingung, entah apa yang terjadi pada Ali. Sungguh tidak seperti biasanya Ali berbicara panjang lebar seperti yang ia ungkapkan tadi. Malam ini Ali berbeda dari malam-malam yang telah lalu.
“Ada apa to sayang, kamu kenapa sebenarnya malam ini? Gak biasanya lho kamu begini.”
“Maukah kamu menjawab tanyaku sayang, kenapa kamu mau menerimaku sampai sejauh ini? Apa yang kamu harapkan dari aku. Bukankah banyak insan yang lebih dari aku?”
“Tak perlu mencela kesepian yang telah berlalu, jalani saja. Pernahkah kamu sadar sayang bahwa kamu tidak pernah sendiri. Cobalah lirik sekitar, tidak akan ada lagi sepi mengantarkan nestapa dalam hidupmu. Sadarlah, kamu tidak pernah sendirian sayang. Ada aku di sini untukmu. Bukalah matamu sayang, sungguh kesepian tidak akan pernah datang menghampirimu lagi. Ijinkan aku menjadi bagian canda tawa yang akan selalu ada untukmu. Menemani hari panjang yang akan kita lalui bersama. Ijinkan akau menguatkan langkahmu, menjadi sendi yang kuat untuk setiap lelah yang datang mendekatimu. Percayalah, aku akan selalu ada di sini untukmu, menemani harimu berlalu dengan senyum dan tawa bahagia.”
“Benarkah semua itu sayang, untuk apa kamu melakukan semuanya?” Ali tak henti menatap mata kekasihnya dengan pandangan yang begitu dalam. Tak lelah ia menanti Erna memberikan jawaban untuk setiap pertanyaan singkat yang ia utarakan dihadapannya.
“Biarkan aku menjadi awan yang akan menjadi pelindung panasnya harimu sayang, menjadi puisi-puisi indah yang selalu hadir di balik kesedihanmu, menjadi teman dalam segala aktivitasmu. Tak perlu kamu ragu, aku akan menjaga setiap kepingan hati yang aku punya hanya untuk dirimu seorang pujanggaku. Kamulah yang tersayang dan begitu aku harapkan penjadi pendamping hidupku. Teguklah setiap momen terindah dari perjalanan kisah ini agar kamu yakin bahwa aku tidak akan pernah berpaling, lari meninggalkanmu sayang.”

Cinta, menghilangkan arus keheningan. Mengugurkan desiran embun gelisah kehidupan. Cinta, berkisar antara rindu dan kesepian yang terobati sempurna. Cinta menjadikan Ali Ashad berbenah. Bersama Erna Dwi Astuti lah cinta mengajarkan hidup untuk tabah. End!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...