Selasa, 30 September 2014

Ngabuburit Singkat Bercerita

"Dinda ikut kami maen yuk, mau gak?" teriak gerombolan gadis kecil itu sambil terus melangkah mendekati Dinda yang sedang sibuk dengan bungkusan ta'jil buka puasa yang ia genggam di tangannya.
"Gak ah, aku gak bisa, aku masih harus menemani Ibuku berjualan, kasian Ibu sendirian," jawab Dinda dengan raut muka datar.
Aku tahu, anak seusia Dinda pasti ingin bermain bersama temannya. Namun, demi taat dan hormat kepada sang Ibu, Dinda menghapus keinginan itu. Sore ini ia akan menemani Ibu berjualan.
Aku menyaksikan bagaimana Dinda harus melangkah di belakang Ibunya, membawa seplastik besar bubur kacang ijo, es buah, dan agar-agar yang akan ia jual. Sudah lama aku memperhatikan mereka, jajanan itu masih saja utuh, belum ada satu orang pun yang mendekat meminta untuk membeli jualan mereka. Wajah Dinda tampak murung, ia seperti kehilangan semangat untuk berdiri menemani Ibunya. Pikirannya mungkin sudah terbang jauh bersama gerombolan anak-anak seusianya yang tadi mengajaknya bermain. “Ah Dinda, tersenyumlah, jangan kau ikuti maumu untuk sekarang. Aku memperhatikanmu sejak tadi. Kau pasti kuat adik manis. Tersenyumlah, pasti akan banyak pembeli yang datang,” gumamku kala itu.
Sepuluh menit berlalu, dagangan itu masih saja sepi, belum ada pembeli yang datang. Aku pun mendekati Dinda.
“Kok manyun gitu dek? Jualan apa aja ini? Senyum donk.”
“Iya Mas, ini Dinda jual bubur kacang ijo, agar-agar sama es buah,” jawabnya
“Mas mau beli bubur kacang ijonya satu bungkus deh dek.”
Seketika senyum Dinda mengembang, merekah penuh semangat dan bangkit dari tempat duduknya.
“Beneran Mas? Beli apa aja?” Tanya Dinda antusias
“Udah dek, itu aja dulu sambil Mas menemani Dinda dan Ibu berjualan di sini, gak papa kan?”
“Iya Mas, makasih…”
Jarum jam tanganku sudah menunjukkan pukul 16.32 WIB,  itu pertanda bahwa sekitar 30 menit lagi waktu berbuka untuk wilayah Malang akan tiba. Aku pun memperhatikan Dinda yang masih saja tersenyum di tempat duduknya. Dinda memang anak yang berbakti. Masih duduk di bangku SD saja dia sudah rela membantu Ibunya berjualan. “Karena memang begitu seharusnya dek, kelak kau juga akan tersenyum ketika semua lelahmu itu kau gadaikan sekarang. Ketika kebanyakan anak-anak seusiamu bermain, kau rela mengabdikan diri untuk keluargamu, awesome!”
Belum selesai Dinda menghitung uang kembalian itu, tiba-tiba banyak pembeli yang datang dan memesan dagangan yang sedari tadi masih sepi. Aku bersyukur. Aku perhatikan Dinda, ia seperti masih canggung melayani para pembeli itu. Maklumlah, masih hari pertama ia berjualan. Esok, ia pasti lebih lihai lagi menghadapi deretan pembeli yang datang, insyaAllah J
“Bersyukurlah Dinda, karena rizki Tuhan pasti akan selalu mengalir untuk hambaNya. Bersabar, itu adalah kuncinya, apalagi ini bulan puasa dek.”

Dinda masih saja tersenyum, melayani pembeli yang begitu ramai. Belum sempat menghitung uang kembalian itu, aku mohon diri, sepertinya Dinda hari ini senang sekali. Tetap tersenyum anak manis, jadilah anak yang berbakti untuk keluargamu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...