"Dinda ikut kami maen yuk, mau gak?"
teriak gerombolan gadis kecil itu sambil terus melangkah mendekati Dinda yang
sedang sibuk dengan bungkusan ta'jil buka puasa yang ia genggam di tangannya.
"Gak ah, aku gak bisa, aku masih harus menemani
Ibuku berjualan, kasian Ibu sendirian," jawab Dinda dengan raut muka
datar.
Aku tahu, anak seusia Dinda pasti ingin bermain
bersama temannya. Namun, demi taat dan hormat kepada sang Ibu, Dinda menghapus
keinginan itu. Sore ini ia akan menemani Ibu berjualan.
Aku menyaksikan bagaimana Dinda harus melangkah di
belakang Ibunya, membawa seplastik besar bubur kacang ijo, es buah, dan
agar-agar yang akan ia jual. Sudah lama aku memperhatikan mereka, jajanan itu
masih saja utuh, belum ada satu orang pun yang mendekat meminta untuk membeli
jualan mereka. Wajah Dinda tampak murung, ia seperti kehilangan semangat untuk
berdiri menemani Ibunya. Pikirannya mungkin sudah terbang jauh bersama
gerombolan anak-anak seusianya yang tadi mengajaknya bermain. “Ah Dinda,
tersenyumlah, jangan kau ikuti maumu untuk sekarang. Aku memperhatikanmu sejak
tadi. Kau pasti kuat adik manis. Tersenyumlah, pasti akan banyak pembeli yang
datang,” gumamku kala itu.
Sepuluh menit berlalu, dagangan itu masih saja sepi,
belum ada pembeli yang datang. Aku pun mendekati Dinda.
“Kok manyun gitu dek? Jualan apa aja ini? Senyum
donk.”
“Iya Mas, ini Dinda jual bubur kacang ijo, agar-agar
sama es buah,” jawabnya
“Mas mau beli bubur kacang ijonya satu bungkus deh
dek.”
Seketika senyum Dinda mengembang, merekah penuh
semangat dan bangkit dari tempat duduknya.
“Beneran Mas? Beli apa aja?” Tanya Dinda antusias
“Udah dek, itu aja dulu sambil Mas menemani Dinda
dan Ibu berjualan di sini, gak papa kan?”
“Iya Mas, makasih…”
Jarum jam tanganku sudah menunjukkan pukul 16.32
WIB, itu pertanda bahwa sekitar 30 menit
lagi waktu berbuka untuk wilayah Malang akan tiba. Aku pun memperhatikan Dinda
yang masih saja tersenyum di tempat duduknya. Dinda memang anak yang berbakti.
Masih duduk di bangku SD saja dia sudah rela membantu Ibunya berjualan. “Karena
memang begitu seharusnya dek, kelak kau juga akan tersenyum ketika semua
lelahmu itu kau gadaikan sekarang. Ketika kebanyakan anak-anak seusiamu
bermain, kau rela mengabdikan diri untuk keluargamu, awesome!”
Belum selesai Dinda menghitung uang kembalian itu,
tiba-tiba banyak pembeli yang datang dan memesan dagangan yang sedari tadi
masih sepi. Aku bersyukur. Aku perhatikan Dinda, ia seperti masih canggung
melayani para pembeli itu. Maklumlah, masih hari pertama ia berjualan. Esok, ia
pasti lebih lihai lagi menghadapi deretan pembeli yang datang, insyaAllah J
“Bersyukurlah Dinda, karena rizki Tuhan pasti akan
selalu mengalir untuk hambaNya. Bersabar, itu adalah kuncinya, apalagi ini
bulan puasa dek.”
Dinda masih saja tersenyum, melayani pembeli yang
begitu ramai. Belum sempat menghitung uang kembalian itu, aku mohon diri,
sepertinya Dinda hari ini senang sekali. Tetap tersenyum anak manis, jadilah
anak yang berbakti untuk keluargamu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar