Jumat, 04 September 2020

Pengalaman Penerbangan Pertama Annada

Setelah LDR hampir 7 bulan lebih, akhirnya tertanggal 28 Agustus lalu Allah memberikan kesempatan kepada kami untuk bertemu kembali. Pertemuan ini terhitung mendadak karena sebenarnya Annada masih akan terus di rumah bersama kakek neneknya sampai Desember 2020. Aku awal berniat menjemput mereka sekalian dengan liburan natal dan tahun baru. Namun, karena alasan pekerjaan, aku kembali. Dalam hati sebenarnya aku berat mau membawa mereka ke Pontianak. Aku tahu betul bahwa Annada adalah obat lelah untuk kakek dan neneknya, Ibu dan Bapak mertuaku. Hanya dia yang bisa menjadi penyembuh sakit dan lelahnya kakek dan neneknya bekerja. Aku juga tidak sampai hati karena Annada adalah cucu pertama di keluarga istriku. Tapi, keadaan memang memaksa ia harus aku bawa ke Pontianak bersama Ibunya. Semoga Bapak dan Ibu mertua mengerti akan posisi kami saat ini. Dalam sholat selalu berdoá agar Allah limpahkan rizki yang berlimpah sehingga Annada bisa terbang dan ke sana ke mari saling kunjung dan menjadi penawar untuk semua. Aku jadi teringat sebuah tulisan yang pernah aku tuliskan dulu ketika masih kuliah.

"Hidup itu kosong, penuh lalu kembali kepada kekosongan. Tiada kekekalan yang abadi. Kadang menyudahi sesuatu yang tak ingin untuk disudahi. Kadang harus memulai sesuatu yang sebenarnya belum siap untuk dimulai. Begitu seterusnya, hidup. Sebab kita tak pernah setabah daun. Tumbuh menghidupi jatuh lalu menghilang". 

Dari sejak Annada lahir, memang Bapak Ibu mertua lah yang sudah sangat berjasa begitu besar membantu istriku mengasuhnya. Ketika sakit misalnya, Bapak akan segera mencari tempat yang sudah terkenal untuk bisa dijadikan rekomendasi Annada berobat. Annada brings a new colour at home, everyone is happy to meet with her especially grandma and grandfa. Sementara aku harus tetap fokus pada sejarah hidup yang sudah kupilih. Bekerja di Pontianak yang berlokasi cukup jauh dari tempat tinggal istri. Jika ditanya apakah sebenarnya tidak memilih untuk pindah kerja ke Aceh saja. Kami setuju untuk itu. Tapi kami belum menemukan masa yang tepat dan kerjaan yang sesuai yang bisa menjadikan kami tetap seperti sekarang. Kenapa di Pontianak? Karena di sini aku bersama istri bisa belajar mandiri. Mencoba untuk hidup tidak bergantung pada orang tua dan keluarga. Kami ingin selepas menikah dan memiliki anak tidak menjadi beban, tapi berniat meringankan. Andai kelak ada kesempatan dan peluang yang sama di tanah kelahiran, mungkin akan kami pertimbangkan.

Well long story short tiket sudah dipesan. Annada dan istri juga sudah selesai menjalani rapid test. Terharu dong, si kecil rapid test nya nggak pake drama nangis and so on. Kami sudah berkunjung ke keluarga dan memberitahukan perihal niat ingin kembali ke Pontianak bersama anak dan istri. Allah punya kejutan lain, setelah tiket dipesan lalu masuk pesan dari maskapai bahwa penerbangan dibatalkan. Ah, se-seru itu kehidupan kami. Ini adalah tanda bahwa masih banyak yang rindu sama Annada dan berharap ia stay lebih lama di sana. Bagi kami keluarga dengan ekonomi berkecukupan, maskapai L adalah maskapai murah tapi ternyata hati tidak setuju karena maskapai L bagasinya 0 kg. Terbang bareng bayi adalah kerempongan yang super seru dan membutuhkan banyak muatan bagasi. Jadi maspakai L bukan pilihan yang tepat. Akhirnya kami pilihan kami jatuh kepada maskapai S dengan rute penerbangan Medan Jakarta dan Jakarta Pontianak. You can imagine how was the flight karena dapat jadwal penerbangan dari Medan ke Jakarta jam 9 malam dengan membawa bayi. Lalu dari Jakarta ke Pontianak jam 5.30 pagi. Awalnya berat tapi setelah dipikir-pikir kami berdamai. Mengingat dari kampung halaman ke Medan juga kami menggunakan bus dengan jarak tempuh kurleb 11 jam. Jadi sebelum menunggu jadwal penerbangan jam 9 malam, kami masih ada waktu sekitar 8 jam untuk bisa mencari penginapan dan istirahat. Sebelum naik bus, aku sengaja menunggu di depan mobil, agak jauh dari Bapak dan Ibu. Aku tau, jika di sana keadaan akan melow dan bisa jadi aku yang akan duluan menitikkan air mata. Aku tau ekspresi wajah Bapak sudah berbeda. Bahkan sejak aku tiba di rumah, aku sudah bisa merasakan bahwa beliau akan sangat sedih jika cucu satu-satunya ini harus kubawa ke Pontianak. Tapi, lagi. Aku tidak pernah mau melihat isak tangis di sekelilingku. Sudah terlalu sering aku merasakan itu sejak sedari kecil dulu. Kata Ibuk, kita harus tegar dan tetap kuat. Bagaimana pun keadaan hidup.

Dalam perjalanan dari loket bus menuju penginapan kami dijemput oleh driver gocar yang sudah berusia 61 tahun. Beliau adalah pensiunan Dinas Keuangan Daerah di Medan. Dianugerahi keturunan 4 orang anak perempuan dan keempatnya adalah dokter. 2 dokter umum dan 2 lainnya adalah dokter gigi, katanya. Saat kutanya apa rahasia suksesnya, beliau menuturkan "Berilah anak istrimu hanya dengan uang hasil kerjamu dan itu halal. Sedekahkan 2,5 persen dari pendapatanmu untuk menghidupi orang yang membutuhkan uluran tangan. Dan yang pasti, jangan pernah gengsi kalau mau sukses." Kalau dipikir menyekolahkan anak sampai menjadi dokter mana mungkin kami mampu apalagi mereka jumlahnya ada 4 orang. Tapi jangan selalu memikirkan perhitungan manusia. Perhitungan Allah lebih ajaib dan luar biasa. Coba saja kamu buktikan sendiri. Aku kagum dengan Bapak ini. Ia sudah menitipkan nasihat yang begitu bijaksana untuk menjalani hidup.

Terbang dengan membawa bayi itu sebenarnya seru dan rempong. Belum pernah aku terbang dengan total 9 bagasi. Hanya terbang dengan Annada bagasi kami bisa in total 9 jumlah koper, ransel, dan tentengan yang lain. Masya Allah sekali bukan? Lucunya si Annada yang keliatan banget super excited mau naik pesawat. Padahal kami udah gelisah dan was-was. Doi ketawa senyam senyum gitu pas mulai masuk pelantaran gerbang bandara Kualanamu. Bukan hanya aku yang melihat dia girang. Bahkan, petugas check in dan masuk ruang tunggu aja disenyumin sama dia, meleleh. Hahaha

Sesaat sebelum boarding time, aku menyerahkan semua sama Allah. Karena aku tau ini adalah penerbangan pertamanya. Aku tahu Allah akan menjaga ia selama dalam penerbangan kami ke Pontianak. Saat panggilan boarding tiba, ia merengek dan menangis. Aku layu. Belum pernah aku selayu itu. Tapi aku rasa mungkin Annada sedikit mengalami nervous karena akan masuk ke dalam pesawat. Medan Jakarta tidak ada kesulitan berarti. Sepanjang penerbangan doi tidur dan sekali terbangun karena haus. Waktu menyusui telah tiba. "Yaa Allah yang maha kasih dan penyayang, terima kasih telah menjaga buah hati kami," aku terharu. Terharu karena melihat Annada yang sudah menyelesaikan satu penerbangannya dari Medan ke Jakarta. Terharu karena ia tidak menangis. Terharu karena ia baik budi. Terharu karena mengingat selama 7 bulan aku tinggal banyak sekali perjuangan dan tenaga istri Bapak dan Ibu mertuaku. Juga terharu karena aku yakin, Annada sudah mulai merindukan kakek dan neneknya. Aku mengatur nafas dan mencari ide untuk melakukan aktivitas. Aku tidak pernah mau kalah dengan suasana. Aku bersyukur Tuhan telah memberikan kami kesehatan dan keselamatan dalam fase penerbangan ini. Medan Jakarta usai, kami masuk ruang tunggu.

Banyak orang yang melihat ke arah kami. Mungkin mereka bertanya kenapa terbang malam-malam dengan membawa bayi. Aku menarik nafas panjang. Kami sudah berdamai dengan pilihan ini. Meski Annada harus kepanasan, setidaknya ia aman duduk berselimut di atas stolernya. Aku dan istri bersepakat untuk gantian menikmati waktu istirahat yang tidak lama di atas kursi di ruang tunggu bandara. Setelah menunggu 3 jam, penerbangan selanjutnya tiba. Jadwal waktu shubuh usai, kami masuk ruang tunggu. Tidak lama kemudian terdengar suara instruksi untuk naik ke pesawat. "Perhatian-perhatian, para penumpang pesawat udara Sriwi*tit dengan nomor penerbangan SJ 183 tujuan Pontianak, dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu nomor D4, terima kasih."

Kami masuk pesawat, Annada masih terlelap. Sejak pesawat take off sampai landing dengan sempurna di Supadio airport, dia masih terlelap. Ah, ketakutan yang selama ini kami pikirkan sirna begitu saja. Annada sudah di Pontianak. Ia akan berusaha beradaptasi dengan cuaca baru dan kehidupan baru. I just want to thanks God for sending us the beautiful Annada yang suka ngamuk, sometime she seperti misteri Ilahi dan menggemaskan. Tapi tak pernah habis kesyukuran karena Tuhan telah memberikan kami buah hati seperti Annada.

Aku juga ingin berterima kasih kepada semua orang yang sudah baik dalam hidup kami. Yang baiknya kadang suka bikin minder dengan segala yang lebih-lebih. Terutama Ibuk dan Bapak mertua yang sudah sedari Annada lahir menemani dan merawat Annada dengan penuh kasih sayang. Juga untuk istri tercinta yang sudah mengerahkan seluruh tenaga dan hidupnya untuk membesarkan dan mengasuh putri kecil kami.

We just live once, the best way to face everything is to be grateful with what we have now.

Sekarang, kami sudah bertiga. Sebuah kenikmatan yang tidak akan pernah habis untuk diceritakan baik senang dan susahnya. Tapi ini adalah keseruan yang tidak pernah selesai untuk disyukuri. 

Marzia Annada Maharami, we are proud karena kamu sudah menyelesaikan penerbangan pertamamu dan mengajarkan kami banyak hal, nak. Daddy and your mom just want to teach you how to survive. Kami ingin engkau tumbuh menjadi anak yang kuat nak, sehat dan tegar serta bisa pergi kemana pun kau suka. Jadilah duta buat Daddy and Mommy dan wakili kami untuk terbang melihat indahnya dunia, Nak. Setelah penerbangan pertamamu ini, semoga engkau semakin sering terbang dan pergi mengelilingi dunia. Sehat kuat dan tetap lincah ceria sayang kami. Daddy and mommy love you sayang.

*Jika ada dan boleh memberikan makna, perjalanan pertama bersama Annada adalah perjalanan ter-baper yang pernah ada. Melow to the mak. Ah, semesta selalu baik dan terus mengajarkan kami banyak hal. Fell so blessed for that.



2 komentar:

  1. My brother suggested I might like this website.
    He was totally right. This post actually made my day.
    You can not imagine simply how much time I had spent for this info!
    Thanks!
    토토사이트
    경마

    BalasHapus

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...