Jumat, 12 Februari 2016

Patah Hati Terindah

Dua bulan terakhir adalah hari-hari panjang yang cukup berat dalam hidupku. Wajahku sering mengernyit saat duduk sendiri. Sisi malaikatku seperti berontak dengan apa yang aku jalani. Rasanya seperti ditampar peringatan yang jelas memojokkanku. Hatiku teriris tak terbilang, entah sudah berapa kali aku menderu menangis mengingat apa yang sudah terjadi. Aku sadar dengan kesalahan yang aku lakukan, tapi logikaku tak bisa menerima jika aku harus berpaling. Aku bisa dengan mudah mengganti perasaan sedihku dengan senyum sumringah saat bertemu dengannya. Sosok lelaki yang sudah berkali-kali membuat hatiku patah. Berkeping-keping tak terhingga, hingga aku lupa bagaimana sakit hati yang sesungguhnya. Aku ingin berteriak mengungkap kebenaran setiap kali bertemu dengannya, namun sikapnya membuatku tak bisa berkata apa-apa. Ia bisa hadir dengan ketenangan yang membuai dan membuatku lupa akan sisi kebenaran yang diilhami Tuhan.
Memaafkan? Ya, itulah yang selalu aku lakukan untuk berdamai dengan hati dan perasaanku. Meski aku tak rela tiap kali aku melihatnya bersama yang lain. Air mataku bisa menganak sungai jatuh tak tertahankan jika melihatnya berjalan berdampingan dengan wanita lain. Aku bahkan tidak rela jika ia jauh dariku walau itu untuk urusan pekerjaan. Aku bisa begitu cepat berubah, hatiku seolah tercabik-cabik jika ia pergi dengan yang lain. Sungguh, aku tak bisa jauh darinya, tanpanya hariku akan berlalu begitu hampa. Aku tak ingin ia membagi perhatian dengan yang lain, meski itu akan sangat berat. Aku ingin ia hanya ada untukku, menemani hari-hariku berlalu, tanpa ada mata lain yang melirik dan mengganggu kebahagiaanku. Kadang aku juga merasa menjadi manusia yang paling kotor saat bertemu dengan Tuhanku, aku lupa bagaimana mencintai sang pencipta dengan benar. Aku tak ingat bagaimana menjadikan Tuhan nomor satu dalam hidupku. Karena hatiku sudah terkunci oleh satu cinta, cinta seorang lelaki biasa yang bisa membuatku nyaman, merasa diperhatikan, hingga aku lupa jika aku punya Tuhan.
Saat aku merasa cemburu dengan sikapnya, kadang aku merasa lega karena aku memiliki kesempatan untuk menjauh darinya. Ada sedikit rasa sakit, namun aku sadar bahwa kehidupan akan terus berjalan. Aku berusaha melupakan, aku mencoba melanjutkan kehidupanku, memulai semua dengan awal yang baru. Bisa ingin bisa bernapas seperti biasa, tanpa ada sesak di dalam dada yang membuat hatiku terus terluka.
“Maafkan aku Nayla, jika sikapku padamu menjadikanmu begitu terpukul dan terluka,” Gagah mendekatiku. Ia terus berdiri di sampingku, menanti jawaban yang akan aku ucapkan padanya. Ada kesedihan yang tersirat di wajahnya.
“Bukankah aku telah mengatakan padamu untuk tidak menyakitiku lagi Gagah?”
“Jangan membuat keadaan ini semakin rumit Nayla,” ucap Gagah. Bibirnya bergetar, dan untuk sesaat, aku melihat kepedihan terpancar dari wajahnya. Ada balutan penyesalan yang berbinar di wajah lelaki yang kucintai itu. Wajah putih bersih yang biasa aku pandang, bisa berubah menjadi begitu murung dalam tatapan luka. Saat itulah aku memahami, ia sungguh mencintaku. Meski aku tak kuasa menyembunyikan sakit hatiku saat ia dihampiri wanita lain.
“Aku tidak mengerti bagaimana seharusnya aku bersikap kepadamu. Aku tidak mungkin menghindari teman-temanku untuk mengobati rasa cemburumu Nayla.” Aku memaksa mataku menatap Gagah, namun kepalanya tertunduk, aku sadar bahwa sikapku sering membuatnya terluka. Tapi aku belum bisa menerima jika ia harus berbagi perhatian dengan yang lain. Aku memang saat mengharapkannya, meski sudah tak terhitung berapa banyak ia membuat hatiku patah. Patah sepatah-patahnya.
“Aku menyesal atas semua kelakuanku Nayla, maafkan aku.” Kalimat terakhir yang ia ucapkan membuatku terbang tinggi melayang. Mengitari angkasa luas dan berbisik pada dunia bahwa aku bahagia ia datang dengan cinta. Bergumam dalam hati bahwa aku takkan melepaskan Gagah. Aku belum bisa jika harus hidup tanpanya. Meski aku lupa jika aku bertuhan, jika aku menjauhi penciptaku.
Curahan hujan membasahi jendela kamarku. Siang itu aku menyaksikan Gagah kembali hadir dengan sejuta cinta untukku. Cinta yang telah membius semua sisa-sisa hariku hingga aku tak lagi menjadi manusia yang taat saat bertemu Tuhan, aku hanya mengingat Tuhan seadanya. Hubunganku dengan sang pencipta tak seindah dulu. Gagah telah merenggut semua kedekatan itu. Ialah sosok yang menjadikanku lupa dan menjauh dari firman Tuhan. Meski aku terlihat begitu mesra datang mendekat saat Gagah menjadi alasan untuk semua kepalsuan itu. Aku bukan mesra saat mengingat Tuhan, aku mesra karena Gagah, aku mesra karena hatiku sudah terpikat sepenuhnya oleh cintanya.
Saat hatiku sudah terbiasa menikmati indahnya cinta yang diberikan Gagah, ia kembali menghancurkan hatiku. Hanya dengan alasan sederhana, aku bisa menjadi begitu marah padanya. Aku tak kuasa mendengar Gagah berucap bahwa ia merindukan teman lamanya. Aku terdiam, tidak ingin membalas apapun ucapannya. Aku membenamkan kepalaku di atas meja, menekan keningku hingga ke lutut. Aku ingin ia pergi jauh, aku ingin memejamkan mata lebih lama. Aku ingin ia berlalu, aku ingin Gagah berhenti mengusikku. Aku ingin kehidupan yang baru. Memulai kisah tanpa luka dan air mata. “Aku ingin kau menghilang, menjauh dan tak perlu lagi mengganggu hidupku. Aku ingin kau pergi!” Aku membentaknya. Kuharap ia membalas amarahku saat itu juga. Memutuskan segalanya dan memaki-maki diriku, hingga aku bisa lebih mudah melepasnya, mungkin itu akan lebih baik.
Tapi Gagah tidak membalas ucapanku. Ia diam dan tertunduk di depanku. Aku merasa kesal karena ia mencoba memperbaiki hubungan kami. Ia menatap wajahku, meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuatku menangis lebih lama. Ia juga berjanji akan berusaha menjadi lelaki yang lebih baik untukku. Aku menjatuhkan diri di atas pangkuannya, aku menangis, aku sungguh mencintai Gagah. Meski terlalu sering hatiku patah dibuatnya, itu adalah patah hati terindah. Gagah mencintaku, ia amat mencintaiku. Gagah lelaki terindah yang hadir menemani hidupku dengan sejuta cinta.

Setelah kejadian itu, aku selalu menghabiskan waktuku bersama Gagah. Tak sehari pun detak detik yang kumiliki berlalu tanpanya, aku terbius oleh sukma cinta agung yang ditularkan Gagah padaku melalui sikapnya. Aku mencintainya tanpa logika, Gagah adalah alasanku satu-satunya untuk bahagia. Meski kini aku jauh terasing dari sang pencipta, meski sisi malaikatku terus berteriak memintaku kembali. Aku akan menikmati hari berlalu bersama Gagah. Lelaki yang telah membuatku merasakan patah hati terindah dalam sisa perjalanan hidupku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...