Minggu, 23 Juni 2013

Realita? Nilai saja sendiri!

Mudah sekali bagi kita semua mengartikan zaman yang maju ini sebagai zaman yang menjunjung tinggi prinsip dan nilai demokrasi. Bebas berpendapat dan mengeluarkan aspirasi. Sudah lama masyarakat Indonesia mengetahui bahwa bangsa ini telah menerapkan demokrasi sebagai salah satu prinsip yang sangat kita miliki di negara yang sangat mengedepankan Pancasila dan UUD sebagai bagian dasar dari bangsa ini.
    Tidak perlu jauh-jauh meneliti tentang poin yang satu ini, siswa Sekolah Dasar pun kini tahu dan paham akan hal ini. Kita tahu bangsa ini adalah bangsa yang sangat paham akan hal-hal yang berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat, bebas beragama, bebas beraspirasi, dll. Namun, disatu sisi, kemana kekebalan kita sebagai masyarakat yang tahu akan hal ini, ketika hak-hak kita diambil oleh orang lain, kita seolah diam dan ikhlas begitu saja ketika hak kita diambil dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
     Ketika hak kita diambil oleh mereka yang lebih tinggi dan berpangkat, kenapa kita seolah bisu. Pandangan kita tentang demokrasi seolah hancur lebur tak lagi berarti. Miris bukan? Dengan alasan mengedepankan etika lah, sopan santun lah, tidak etis lah, tidak enak dilihat orang lain, sungkan, dsb. Padahal, jelas-jelas mereka yang telah mengambil hak kita adalah orang yang tidak tahu sopan santun. Ketika hak kita diambil oleh pihak lain, kita seolah menjadi patung, bisu, lemah, lesu tak mampu melakukan sedikit pun perlawanan. Pandangan dan pengetahuan kita tentang demokrasi selama ini hanya sebatas fatamorgana yang tidak terlihat. Pengetahuan tentang persamaan hak, kebebasan berpendapat, kedudukan yang sama di depan hukum, seakan-akan tersendat di tenggorokan kita.
     Ketika kebobrokan sistem dan aturan terjadi di depan mata kita, kita hanya diam saja dan tak mampu bertindak apa-apa.Poin yang menjadi perhatian kemudian adalah bagaimana kita mampu memperjuangkan hak kita di depan publik, bukan sekadar berkata yang panjang, tidak penting dan tidak berharga di belakang panggung. Berani berkata di depan, jangan sekadar mampu mengolah ribuan kata tapi kita takut untuk memperjuangkannya. Betapa sangat amat disayangkan. Think and act not just think and speak up behind. Perjuangkanlah apa yang menjadi hakmu jika kamu merasa itu adalah bagian dari apa yang harus kamu dapatkan. Jangan menjadi pecundang yang hanya mampu berkata dan beraksi dibelakang. (Qur’an said : Jangan engkau membiarkan dirimu jatuh pada kehancuran padahal kamu memiliki kekuasaan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...