Minggu, 18 Maret 2018

Perjalanan Jauh, Dapat Apa?

Keberangkatan ke JB bukanlah satu-satunya perjalanan jauh yang pernah aku tempuh. Penerbangan Pontianak ke Kuching kemudian transit selama 4 jam plus retimed 1 jam adalah alasan yang tepat untuk bisa mendapatkan tambahan baterai hape dan menikmati enaknya menu Mekdonal di Kuching International Airport. Meski tidak dan tanpa menggunakan pelengkap nasi, bagiku potongan ayam dan naget sudah lebih dari cukup. Kadang dalam hati nanya sendiri, emang perjalanan jauh gitu dapat apa?
Aku selalu memposisikan diri bahwa dengan melakukan sebuah perjalanan berarti aku harus bisa mendapatkan banyak pelajaran baru. Perjalanan ke JB ini bagiku adalah perjalanan menemukan kembali kisah cinta dan hidayah yang pernah hilang. Sungguh, aku merasakan ketenteraman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Sambil meneguk lementi, dalam hati aku bergumam, terima kasih Tuhan untuk segala kebaikan hidup yang kau berikan dalam perjalanan ini. Aku bahagia. Duduk berlama-lama di ruang tunggu dan memainkan hape sambil meneruskan revisian jurnal dan submit tulisan adalah kebahagiaan lain yang terus mengalir. Bagi sebagian orang mungkin perjalanan ke luar negeri adalah untuk memamerkan senang, menghabiskan uang. Aku? Tidak begitu. Bagiku perjalanan kemana pun selalu bisa aku jadikan sebagai wadah untuk belajar banyak hal. Terbukti, di ruang tunggu aku masih bisa menghabiskan masa untuk merevisi tulisan, mengabarkan Pakcik Fauzi dan Cekgu Ali bahwa sebentar lagi aku akan meneruskan langkah kaki menuju JB. Tuhan, sekali lagi, terima kasih. Perjalanan ini adalah usahaku yang kesikian kali untuk menemukan cinta yang pernah terpatri lalu pergi. Kini kau berikan ia kembali, aku sungguh sangat bahagia.
Jika banyak yang bertanya, emang jalan jauh dapat apa?
Pertama, dengan perjalanan kemarin ke JB, aku banyak belajar hal baru dari Bu Erni misalnya. Bahwa kita sebagai manusia tidak boleh memandang diri paling benar, paling istimewa. Sesering mungkin kita harus sadar bahwa diatas langit masih ada langit, hingga kita terus berbenah dan memperbaiki kualitas diri.
Kedua, dari Mbak Novi aku belajar bagaimana menjadi pribadi yang sudah aktif dan menyenangkan. Ketemu dengan banyak orang dan selalu tidak pernah lupa untuk tersenyum lues dan mengabadikan menjadi rangkaian pembicaraan yang sungguh berkualitas.
Ketiga, dari Cekgu Ali. Speechleass aku. Sosok ini memang seperti ayah sendiri. Beliau tahu betul kapan harus tegas, kapan harus bercanda, kapan harus menjadi manusia yang paling baik sedunia. Beberapa hari di JB diajarkan menjadi manusia yang low profile, baik dengan siapapun hingga mengajarkan bahwa kewajiban terhadap Tuhan adalah segala dari semua kewajiban yang ada.
Keempat, Pakcik Fauzi. Secara profesi memang mungkin terlihat biasa. Tapi, jiwa dan personality nya sudah menjadikan ia sosok sitimewa. Ngajarin doing semuanya ontime, ngajarin banyak kebaikan dan menjadi sosok yang sangat dermawan.
Or even so many trouble people around us, we have no right to judge them, because people are born to be real by them self, not from our perspective.

Aku selalu percaya, bahwa to travel is to find myself whole! Dan aku menemukan itu. Aku menemukan yang hilang, menemukan yang baru, dan menemukan ketenangan.

Ke JB dapat apa? Aku dapat banyak kebaikan, cinta, dan hidayah dari Tuhanku tentunya. JB, I will be back there, soon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...