Kamis, 18 Juni 2020

Ujian Menjemput Rizki Saat Pandemi (Kilas Balik Ramadhan)


Kembali hadir pengajian jum’at bagi segenap karyawan di UM Pontianak. Akhirnya bisa bertemu saling tatap muka setelah sekian lama terkurung di rumah karena Korona. Betapa ternyata pertemuan saling tatap begitu berharga. Tulisan ini menjadi pengingat atas beberapa poin yang disampaikan Khatib dalam khutbah jum’at dan pengajian yang beliau isi setelahnya.

Disadari atau tidak, ternyata wabah ini menjadikan kita manusia menjadi cemas. Padahal dalam surat Al-Baqarah ayat 155 kalau tidak salah Allah menyebutkan bahwa Ia akan menguji manusia dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa, dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Kalau seandainya rizki itu hanya didapatkan oleh orang-orang pintar, maka barisan guru besar adalah orang paling kaya. Kalau misal rizki itu hanya didapatkan oleh orang besar, makan Presiden adalah orang paling kaya. Kalau rizki hanya mendatangi orang sukses, maka barisan orang dengan deretan gelar paling panjang adalah orang paling kaya. Tapi ternyata tidak, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an, maka tidak ada satu hewan melata pun di bumi kecuali sudah Allah tentukan rizkinya. Rizki itu selalu tau siapa empunya. Cuma manusia yang kadang resah, takut, dan gelisah tidak mendapatkan rizki. Padahal Allah sudah atur rizkinya. Tinggal bagaimana mereka beriktiar untuk mendapatkan rizki tersebut.
Materi khutbah siang ini ternyata punya kilas balik dengan kisah yang banyak dialami manusia selama pandemi, termasuk aku. Ayat 155 tentang ujian yang Allah berikan tadi adalah salah satu dari 4 ayat paporit yang sering kubaca kalau sedang sholat. Tiga ayat yang lain adalah anjuran untuk bangun malam dan mengerjakan sholat tahajud, karena sadar betul bahwa do’a seusai tahajud akan sangat mudah didengar oleh Allah. Surat kedua adalah tentang berbakti kepada kedua orang tua. Sungguh, ini ayat terberat yang aku baca ketika sholat. Kalau di rumah, aku pasti menahan air mata. Tidak mungkin aku menangis di depan Emak, Ibu, atau Bapak. Tapi sungguh surat ini adalah petunjuk bagi kita setiap anak agar berbakti kepada orang tua dalam bagaimana pun keadaannya. Bahkan, meski mereka meminta kita untuk menduakan Allah, kita harus tetap berbuat ihsan kepada mereka. Berat, berat sekali. Apalagi saat orang tua sudah memasuki usia lanjut dan kita satu persatu sudah meninggalkan mereka karena alasan pekerjaan, keluarga, dan lainnya. Semoga kita menjadi bagian manusia yang tidak menyia-nyiakan untuk berbakti kepada orang tua ketika mereka masih ada.
Rizki, tahajud, berbakti kepada orang tua. Serta yang terakhir adalah ayat akhir dari surat Al-Baqarah, dimana Allah tidak akan menguji kita kecuali sesuai dengan kemampuan kita. Di balik semua ujian hidup, merasa tidak berdaya, sedih karena derita, dan bahagia yang menjadi ujian adalah bentuk kasih sayang Allah. Bahwa Ia tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuan manusia tersebut. Kita sebagai manusia yang kadang kurang percaya terhadap apa yang disebutkan dan dijelaskan Allah.

Percaya sama Allah dan libatkanlah Allah dalam setiap keadaan agar hati menjadi tenang. Salah satu alasan kenapa rizki datang adalah karena keshalihan manusia. Serta, kenapa rizki suka pergi kadang adalah karena kita terlalu suka bermaksiat dan cinta dunia. Bahwa cinta dunia adalah pangkal dari segala kemaksiatan. Ah, Allah memang maha baik. Menghadirkan orang untuk memberikan rasa tenang meski sebenarnya hati sedang merasa hambar. Salah satu pesan khatib tadi adalah beradaptasi dengan setiap permasalahan hidup. Jangan langsung menghilangkan rasa sakit, tapi jadikan setiap rasa sakit sebagai ajang untuk belajar. Bahwa hidup ini adalah dua sisi proses sakit sehat, bahagia sedih, jatuh bangun, dan sebagainya. Agar kita tidak lupa bahwa sebenarnya nikmat terbesar adalah menyiapkan diri kita untuk menjemput rizki terbesar, yakni bertemu dengan Allah.

Kata Allah, walaupun kamu berlari untuk menghindari maut, tetapi rizkimu akan tetap hadir dan berlari kepadamu sekuat seperti engkau berlari untuk menghindari kematian. Yaa Allah, maafkan kami yang kadang terlalu ragu dan tidak sepenuhnya percaya kepadamu. Kami janji, bakal lebih belajar lagi arti mencitaimu sebagai segala-galanya dalam hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Kisah Kilas Balik

Ada seorang anak yang hidup di desa dan tinggal bersama keenam saudaranya. Anak laki-laki ini amat berbeda. Ia dibesarkan dengan lingkunga...