2024 akan segera berlalu, aku mau berterima kasih untuk pencapaian kecil yang sudah berhasil kami lalui.
Akhirnya di tahun 2024, kami (saya dan istri) bisa bekerja di fakultas yang sama. Satu tempat kerja dengan bangunan Gedung yang juga sama. Aku di lantai dua sebelah kiri, dia di lantai dua sebelah kanan. Sama-sama duduk di paling pojok. Jika melihat perjuangan, sungguh tidak mudah. Aku diterima di Untan sebagai dosen kontrak di Desember 2016 dan mulai mengajar di Februari tahun 2017. Sungguh tanpa tes dan tanpa wawancara, langsung saja diterima dan dikasih jadwal mengajar. Cuma mengirimkan berkas lamaran. Sementara dia dulu sebelum menikah sudah mengajar di USK. Setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk salah satu mengalah. Dia mengalah mengikuti aku di Untan. Mencari berbagai cara agar bisa bekerja di kampus yang sama. Dia juga mendapatkan kesempatan dengan langsung mengajar dan tergabung di Tim Mata Kuliah Umun Universitas. Tidak masalah, sementara mengajar Pancasila dan Kewarganegaraan dulu. Semester berikutnya, dia juga bergabung mengajar di fakultas untuk mengajar Mata Kuliah Metopen, Sosiologi Gender, Sosiologi Ekonomi dan Industri. Tahun 2018, sama-sama berjuang untuk punya NIP, tapi belum dikasih Allah kesempatan. Mengulang lagi di tahun 2021, sama hasilnya, hanya sampai SKB saja. Kabar baiknya, tahun 2022 dikasih jalan, dibukanan pintu, satu dulu yang dapat NIP. Satu lagi harus bersabar dulu. Kembali mencoba di tahun 2023, puas. Intinya itu, banyak usaha dan benar bahwa hasil tidak akan menghianati usaha. Menyiapkan diri dengan belajar materi SKB dengan ikut bimbel, nyetak materi SKB sampai ratusan ribu, memantau perkembangan belajarnya tiap hari. Walaupun awanya spot jantung karena SKD-nya posisi ke-4, tapi qadarullah, bisa mengejar di SKB. Tepat 11 Januari 2024, menerima kabar baik bahwa istri lulus CPNS menempati posisi satu. Bukan untuk berbangga diri, tapi kami mau bilang, kalau mau sesuatu investasi yang banyak. Investasi waktu, investasi uang untuk membeli materi, investasi tenaga. Hasilnya Insya Allah memuaskan. Finally, after ups and downs, after so many tears, bisa foto bareng pake pakaian Korpri di tahun 2024. Thank you, Allah!
Masih produktif walaupun harus mengasuh dua anak. Masih bisa jadi narasumber sumber sana-sini, walau tidak se-produktif yang lain. Jurnal masih bisa nampang di sinta 2, dan tentunya masih bisa jalan-jalan gratis dengan dukungan dana dari CSIS dan fakultas. Kadang, pengen juga kayak orang-orang, punya support system ketika hidup di perantauan. Mereka seru sekali bisa masuk kerja tanpa harus ganti shift, karena anak-anak mereka ada yang ngasuh (read: nenek kakeknya). Tapi, kami tidak bisa demikian. Walaupun sadar betul, bahwa anak-anak bukan menjadi tanggung jawab kakek dan neneknya. Kami memang spesies berbeda. Sejak istri full time di fisip, kami memang udah komitmen untuk ganti shift masuk kerja. Semua bisa didiskusikan. Kalau istri pagi, aku masuk siang. Tiap malam tektokan siapa duluan besok yang masuk kerja. Kalau ada jadwal bentrok, auto bawa anak ke kampus dan Gedung Konferensi sebagai tempat transit. Tidak banyak memang waktu buat gabung sama teman-teman. Tapi, kami yakin bahwa lelah mengasuh anak saat ini, akan berdampak baik ke masa depan mereka. Semua hal sejak mereka kecil sampai nanti dewasa, ditentukan bagaimana pola asuhnya ketika kecil. Golden age, tidak akan kembali. Walau masih banyak kurangnya, masih suka naik dua oktaf, huhuhu. Ternyata menjadi orang tua itu tidak mudah ya. Kalau ada profesi dengan pekerjaan paling, itu adalah profesi orang tua. Jaminannya kesehatan mental. Ya, kesehatan mental adalah ujian pertama bagi pasangan yang sudah memiliki anak. Siap-siap ya yang mau punya anak. Kita tidak pernah tau bagaimana rasanya menikah, punya anak, menjadi orang tua kalau belum merasakan langsung. Menjadi orang tua itu, tidak mudah. Hampir semua orang yang kami temui nanya, gimana anak-anak, tinggal sama siapa anak-anak? Sama pengasuh, siapa lagi kalau bukan ibuk bapaknya. Sengaja membesarkan sabar melamar menjadi dosen, agar bisa bagi waktu dengan istri untuk bisa mengasuh anak.
Bisa membatasi hubungan dengan fake people, toxic people. Tidak mudah, tapi 2024 adalah usaha full. Walaupun orang lain berkomentar negatif, it’s doesn’t matter. Pernahkah kamu memperhatikan bagaimana hidupmu setelah kamu memutuskan hubungan dengan beberapa orang? Tentu lebih tenang. Ada banyak orang-orang yang ditemui juga play victims. Seolah mereka paling tersakiti dengan sikap kita, padahal mereka juga luka bagi orang lain. Ingat banget dulu tahun 2017 dikatain dosen muda tidak sopan, tidak bisa senyum, tidak menyapa senior ketika ketemu. Kayak semua yang kita lakuin adalah salah. Di mata mereka, orang yang nggak suka sama kita, bahkan mungkin kita bernafas aja salah. Padahal nafas itu atas izin Allah. Lutcuk! Bodo amat sebenarnya, mau dibilang tampang fierce, tatapan tajam, tatapan sinis, bodo amat. Selama gue tidak merugikan loe, ya ngapain merasa tidak enakan kan?
Masih terus mendo’akan almarhum bapak dan ibuk. Setelah bapak berpulang ketika dulu masih KKN dan duduk di semester 6 tahun 2013, dan ibuk berpulang ketika masa covid, tidak ada yang lebih berarti bagi mereka kecuali bakti dengan mengirimkan sesuatu yang pahalanya mengalir. Apalagi kalau bukan do’a, hadiah sedekah atas nama mereka, pahala bacaan yasin, and so on. Pas pulang ketika ibu meninggal, sampek rumah udah malam ketiga karena itu masa pandemi covid harus colok hidung dulu baru bisa check in pesawat. Beberapa hari di rumah, lalu balik lagi ke Pontianak karena harus ujian SKD. Hiks, sedih sekali hidup tanpa ibuk bapak ya, life is dark without parents. Ketika ditanya, nggak pernah rindu? Tentu pernah, sedih, butuh support dan do’a ibuk, bahkan kadang nangis. Percayalah, se-dewasa apapun kita, kita tetap butuh orang tua ketika kita sedang kehilangan arah dan tidak baik-baik saja dibuat dunia. Aku memang nggak sering post kalau lagi rindu, tapi lantunan do’a, sedekah atas nama ibuk bapak, bacaan yasin, selalu kukirimkan untuk keduanya. Yaa Allah, ibuk bapak adalah orang tua terbaik, aku bersaksi mereka baik. Jika ada kehidupan lain dan bisa berkumpul dengan mereka, izinkan kami berkumpul kembali Yaa Rabb.
Terakhir, sampai saat ini alhamdulilaah masih bisa menghindari yang namanya berurusan dengan bank, alias beli rumah atau mobil atau apapun dengan meminjam uang ke bank. Tiap kali teman nanya, kenapa belum beli rumah, kan suami istri udah bakal menetap di Pontianak? Kenapa belum beli mobil, kenapa belum beli ini itu? Jawaban dalam hati (Kami tidak bersedia dan tidak siap menanggung hutang dan dosa riba). Sekarang hidup pake rekening bank konvensional aja masih terus merasa bersalah. Apalagi kalau harus beli rumah, mobil pake hutang riba. Ketika hampir semua teman pake laptop apple, tablet, iPhone, dll, aku masih setia dengan barang-barang sederhana. Versi kami, selama fungsinya masih sama, kenapa harus menanggung hutang riba. Dengan laptop biasa, penting tetap produktif, publikasi tetap banyak, nulis tetap rajin. Dosa riba, misal, beli rumah tapi hutang ke bank selama 15 tahun. Ngerinya. Coba aja di cek bagaimana hutang karena riba, dosa riba, dan cerita orang-orang yang berhubungan dengan riba. Allah akan menumbuh suburkan sedekah dan menghancurkan riba. Kalau harta benda yang kita beli tidak hancur, satu hal lain yang Allah ambil dari harta tersebut, keberkahan. Naudzubillah. Kalau kami mau, udah lama kami beli rumah mewah, mobil mewah, dan lain-lain. Tapi, alhamdulilaah masih komitmen untuk terus menghindari dosa riba.
*Semua akan ditinggalkan ketika kita meninggal, kecuali harta yang digunakan untuk kebaikan. Sekian dulu cerita di awal tahun. Sebab, semua orang merugi, kecuali mereka yang berusaha untuk saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.