Gerimis kecil pertama
Yang kuartikan sebagai sebuah pertanda
Mulanya, denganmu
Dengan berani kupastikan bahwa
Semesta dan restunya telah menitipkanmu
Semesta jua yang izinkan kita bertemu
Lalu saling tatap tanpa pilu
Namun pisah berjeda jarak tanpa ragu
Pada gerimis kecil pertama aku belajar
Tentang sebuah kata rela melepaskan
Kau pamit, aku berbalik
Lagi, belajar pada gerimis kecil kedua.
.
Kita adalah hujan dan terik
Bersama tanpa bisa saling memiliki
Cintaku terpaku pada hujan
Sedang kau lebih memilih terik
Padu tapi susah dipersatukan
Semesta kerap kali berjarak
Kita belum bergerak
Tetap diam pada ingin dan angan
Sebab apalah arti sesal
Jika kita tetap pada dimensi sama
Tanpa pernah ada restu semesta
Kita tetaplah dua insan yang gagal.
Tentang aku dan kamu
Yang seharusnya semesta merestui kita
Bukan berakhir pada pandir dan luka.
.
Lalu kau dan aku satu-satu
Melepas kepergian tanpa temu
Mencipta raung deru tangis pilu
Tiada akhir tiada habis
Mengeruh gemuruh langit mengiring
Mengingat selepas kepergian
Ialah kenang dan linang
Sepi dan rindu tumbuh kian panjang
Ialah dekap harap
Hingga airmata meluap-luap.
.
Selepas kepergian
Nyaman tak lagi memekarkan
Ingatan bukan lagi tentangmu
Yang pernah datang
Lalu menumbuhkan perasaan
Tapi hujan tetap mengingatkan
Kita butuh waktu untuk sekedar singgah
Kembali atau menunda sebuah pergi
Tetaplah seperti dahulu kala
Jatuh cintalah pada apa-apa
Yang menjadi penyebab bagimu
Jika kau tak temukan aku
Ragamu takkan hancur direnggut sepi
.
Dahulu sekali,
Diantara kedatangan dan kepergian
Kita pernah saling merasa
Begitu takut kehilangan
Meninggalkan dan ditinggalkan
Tapi, kita harus memahami
Semesta tidak merestui kita
Jika dipaksa,
Hanya akan merestui dan menambah luka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar