Bisa
dibilang ini adalah rejeki yang numpang lewat atau rejeki yang tidak terduga
tapi hanya bersifat sementara. Pernah tidak kamu merasakan ketika melakukan
sesuatu dengan tidak sepenuh hati tapi kamu mendapatkan hasil yang makasimal?
Jika pernah, maka begitulah kisah cerita kami ini. Rejeki yang datang namun
menghilang. Kenapa menghilang? Begini ceritanya.
Kami adalah
mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studi di kampus kami tercinta, sebut aja
UMM. Tau kan kampus UMM? Gak tau yasudahlah, katrok banget sih, UMM aja gak
tau, hahaha… UMM adalah almamater kebanggaan kami. Ketika itu kami berdua, aku
dan Wira sudah bekerja sebagai tenaga part timer di salah satu lembaga kampus,
DPPM. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Kebetulan aku dan
Wira sama-sama bekerja di sana setelah dinyatakan lolos pasca mengikuti tes
seleksi di kampus. Sebulan berjalan dengan baik, kami pun melakukan persiapan
ujian. Dua bulan berlalu, akhirnya jadwal ujian pun sudah tertempel di mading
fakultas. Kebetulan, aku adalah mahasiswa HI (kebetulan? Wkakaka) dan Wira
adalah mahasiswa Hukum. Pada saat itu jadwal ujian Wira belum keluar karena di
jurusannya ada sedikit masalah, tapi itu tidak masalah. Kami masih saja
menikmati semuanya di tempat kerja kami secara baik, nyaman dan tidak tertekan
pastinya. 29 April 2014, adalah hari dimana aku melaksanakan ujian skripsi.
Saat itu di
kantor sedang ada persiapan menyambut tim visitasi dari
Dikti RI kalau aku tidak salah. Sepertinya begitulah, aku tidak ingat pasti.
Yang aku ingat, ketika aku memakai pakaian ujian (Hitam putih), mereka sedang
sibuk menata buku dan jurnal di ruangan dekat tempat kami biasa melaksanakan
rapat. Aku sudah izin kepada mereka untuk ujian kala itu. Berlalulah aku ke
lantai 6 GKB 1. Tepat pukul 15.00, aku masuk kedalam ruang ujian itu. Tidak
terlalu lama seperti yang lain, aku hanya menghabiskan 47 menit untuk ujian
skripsi dengan status lulus, Alhamdulillah. Ketika aku kembali ke kantor, aku
masih melihat mereka sibuk dengan buku dan jurnal serta segala persiapan untuk
esok hari. Aku undur diri, pamit pulang terlebih dahulu, hari itu lelah, namun
bahagia dengan statusku yang sudah berubah menjadi seorang sarjana.
Seminggu
berlalu, sebulan hampir setelah ujianku itu, Wira juga persiapan untuk sidang. Aku
tidak tau tepatnya tanggal berapa dia ujian kala itu. Yang aku tau, pengujinya
adalah Pak Bayu. Sabtu, tanggal sekian sekian, ia ujian. Aku senang karena
aku tau dia ujian dengan penuh persiapan. Masalahnya, dia harus ujian dua kali
karena pengujinya pada saat ujian yang pertama tidak bisa hadir keduanya. Aku BBM
gak ada balasan, aku kira dia kemana saat itu, ternyata dia sedang asyik dengan keluarganya,
kebetulan saat itu keluarganya datang ke Malang. Beberapa hari setelah ujian
pertama itu, aku bertemu dengannya di depan SC kampus kami, aku melihatnya
masih memakai pakaian hitam putih. Oh ternyata dia masuk ujian lagi. Berdoa for
the best result, sebagai teman itu telah aku lakukan. Alhasil, dia pun lulus
dengan nilai yang memuaskan (A). Setelah kelulusan itu, kami masih menikmati
hari layaknya mahasiswa yang baru menyelesaikan ujian, sibuk seperti mahasiswa
tingkat akhir lainnya. Kami juga masih menikmati masa-masa bekerja di kantor
bersama teman-teman yang lain. Penting sudah lulus.
Sebulan
setelah proses yang aku tuliskan di atas berlalu, tiba-tiba ada lowongan kerja.
Kami enjoy aja, coba mengirimkan CV dan surat lamaran ke perusahaan yang membuka
lowongan pekerjaan. Saat itu, kami juga mengukuti job fair di Brawijaya. Wira
kaget, ternyata dia tidak bawa pas photo saat itu. Ah, tidak masalah lah,
setidaknya tau bagaimana suasana job fair itu bagaimana. Pemanasan. Oke
berlalu. Kami juga masih mengirimkan banyak CV dan surat lamaran ke perusahaan
lain. Pokoknya kirim-kirim aja. Masuk atau tidak, itu tergantung rejeki. Ada
satu perusahaan Honda di Soeta yang memanggil kami interview saat itu, tapi
kami abaikan. Kami punya banyak kesibukan yang tidak bisa ditinggal. Entah apa,
aku juga lupa. Kemudian tibalah saatnya kami berkeliling untuk mengirimkan
surat ke fakultas di UMM. Aku sengaja dan sudah terbiasa mengantar surat-surat
bersama Wira. Soalnya ada sesuatu di GKB 3, hahaha.. Kalo Wira bilang itu semua
“GILAAAAAA”
Tiba di GKB
2 melewati mading Jurusan Akuntansi, kami melihat ada lowongan pekerjaan.
Saling tanya, kemudian memutuskan untuk ikut seleksi. Coba-coba saja, begitulah
kami menamai proses itu. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya kami pun boleh
masuk dan ikut seleksi. Lagi-lagi tidak mengharapkan masuk, tapi hanya
iseng-iseng saja. Bawa pulpen, duduk bersebelahan dengan Wira, sambil
omong-omongan yang gak jelas. Wira malah masih sempat ngupil coba, hahaha
bahaya banget dude yang satu ini. Soal datang, lembar jawaban terisi. Aku mah
asal jawab aja, kecuali bahasa inggrisnya. Gak mau dong kalo aku zonk di
English pikirku, hahaha. Wira serius banget ngerjainnya,
sampe-sampe kertas buramnya gak cukup. Hahaha, lagi-lagi kata-kata itu keluar
(Gilaaaaaaaaaa!). 90 menit berlalu, kami keluar, kembali ke kantor menjalani
kegiatan seperti yang lain. Kata pengawasnya tadi kalo ujiannya lolos bakal di
hubungi lewat SMS. Ah, masak iya kami lolos. Dan…………………… Kami lolos! Saling
pandang, ketawa ngakak. Esok harinya menjalani tes yang kedua, wawancara awal.
Aku sih berat hati tapi bingung juga kala itu, soalnya Astra International juga
mengundangku untuk ter tulis di UB. Akhirnya aku putuskan untuk ikut yang di UMM
saja. Tik tok, molor juga ternyata, sampe pindah tempat lagi, Oemjoy! OMG…
Spent about two hour the test completed. Kami kembali, dan aku singgah di
warung padang murah, tempat kami biasa beli makan sama rekan-rekan kantor.
Alhasil,
ternyata kami masih lolos di wawancara dan diundang untuk tes berikutnya di
kantornya langsung. Padahal, saat itu aku harus daftar TOEFL test dan tes TPA
di UGM, ribet dikit. Namun aku menikmati semua proses itu. Selesai tes, kami
langsung ke IDP, daftar TOEFL tes dan aku bersiap-siap alias packing untuk
berangkat ke UGM. Oh tidak, apa mau dikata, ternyata tes ketiga itu juga kami
lolos. Akhirnya, setelah dari UGM aku langsung pulang, masuk kantor dan minta
izin buat tes ke Surabaya, interview tahap akhir katanya. Motor dude Wira
selalu bisa diajak kompromi untuk menjadi teman yang baik di perjalanan. Ngeng
ngeng ngeng, akhirnya tiba di Surabaya, melakukan persiapan, berangkat menuju
lokasi tes, masuk, wawancara dan
melewati fase-fase wawancara gila, keluar, berlalu dan pulang. Sampe di kos
kayak orang mau mati, capeknya gilaaaaaaaaaaaa!
Itu semua
berlalu………… Sampailah pada fase terakhir, MCU atau yang biasa dikenal dengan
medical check up. Waste time banget dua jam mondar-mandir MOG sampe gak taraweh
dan kembali lagi ke Lab Sima untuk melakukan pengambilan sampel darah secara
berkala pasca puasa 12 katanya. Tertawa dulu sejenak, tau kenapa? Tempat yang
kam tuju untuk melakukan seleksi MCU ternyata salah, PD banget masuk kayak
orang terhormat. Sampe di atas, eh mereka tidak ada pemberitahuan untuk
melakukan proses MCU. Dan, benar, kami salah tempat. Proses itu berakhir dengan
hadirnya perawat cantik, dokter cantik dan FO cantik di Lab Sima Malang itu.
Sumpah, gila bener dah, apalagi gabung sama dude Wira ini. Matanya tidak mau
terpejam sempurna dari awal masuk sampai selesai MCU. Ovel all, selesailah
semua rangkaian seleksi. Dan, finally kita berdua (Al dan Wira) keterima di
Perusahaan Sampoerna Tbk. Kejadian gila itu mulai terbaca sejak kami menyiapkan
dokumen sebelum keberangkatan ke Surabaya. Semua dipersiapkan sampai-sampai
rela nulis dan menandatangani surat pernyataan keluar dari tempat kerja
yang lama. Pamitlah kami kepada semua pegawai kantor, mereka juga tampak sedih
melepas kepergian dua orang GAK JELAS dari kantor itu. Singkat cerita, kami
berlalu, keluar dari kantor DPPM. Wira tidak lupa motret gambar tulisan “DPPM”
dan menjadikan DP di BBM nya sambil buat PM “See you next time DPPM, terima
kasih untuk pengalaman yang begitu berarti”
DPPM,
tinggal kenangan. Berlalu ke Surabaya, masuk hotel dan menikmati fasilitas
layaknya orang kaya untuk beberapa hari. Wira tidak merasakan itu semua, karena
ia ditempatkan di kampung halamannya dan cuma sendirian, jadi ia gak kebagian hotel. Aku masih
sempat chat sama dia sebelum masuk kerja. Dengan perasaan tidak karuan, dan
serba tidak enak aku bercerita kepadanya..
Aku :
“Ciee yang
kerja dari rumah sendiri
Ciee yang
biasa suka telat, besok udah gak bisa
Cieee yang
gak dapat hotel”
Wira Utama
:
Cieee yang
kosnya mahal
Cieee yang
harus adaptasi lagi
Ciee yang
betahan di Malang”
Pengalaman
paling looser itu terjadi, di hari pertama bekerja, setelah melakukan
koordinasi, kami diberi tahu bahwa masa training akan terjadi selama tiga
bulan. Dan kerjaan kami adalah sebagai sales. Oh God, rasanya mau pingsan
ketika melihat gambar yang ada di kantor itu, contoh menjadi salesnya seperti
apa.
Aku BBM
Wira, aku bilang aku gak sanggup. Besok resign. Dia malah tertawa. “Aku coba
dulu Al, keren kalo kata aku, aku coba dulu 3 bulan..”
Oke, aku
keluar duluan. Malam harinya aku pulang ke hotel, aku telpon HRD nya, aku
katakana bahwa aku keluar. Kemudian menyiapkan semua barang dan kembali ke
Malang. Aku sudah merasa seperti dikejar setan ketika Managernya berkata akan
menemuiku ke hotel itu. Aku kabur, malas aku bertemu dia. Berlalu. Jam 12 malam
aku sampe di Malang. Untung pintu kos masih belum dikunci. Saved. Sampoerna
what the fuck…!!!
Hari
berlalu, aku lupa, tapi setelah beberapa hari di sana, Wira juga memutuskan
untuk keluar dari kantor itu. Aku tidak mengira bahwa ia juga akan out sama
seperti aku. Dan again, gilaaaak
Ini semua
adalah pengalaman, pengalaman yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus ada
pemanasan. Kami berlalu dari perusahaan itu, membawa diri dengan zonk. Kami
menyebut proses
itu adalah pemanasan, mulai dari ikut tes sampe masuk
kerja hingga keluar dan itu semua adalah pengalaman. Pengalaman serta
pemanasan. Ah, sudahlah, penting sudah masuk ke MOG selama dua jam, keliling
gak jelas dan duduk di samping destro tanpa bisa mengunyah apapun karena masih
harus puasa dua jam. Berdebu, letih, lelah, macet ke Surabaya dan hasilnya
adalah zonk, ini adalah pemanasan. Pemanasan dan berpanas-panas sampe bisa out
dari Sampoerna.
Merasakan banget
bagaimana seharian jadi sales kayak orang mau bunuh diri karena kecapean.
Keliling pake sepeda motor, ngelap etalase rokok dan menghitung hasil
penjualan. Pake baju keren pulak. Dan gilanya, aku sudah mengadakan farewell
party sama teman terdekat karena mau menghilang dari Malang. Malang kini kami
kembali. Inilah yang terakhir,
Gilaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!!!