Kok bisa?
Jadi gini, hari Selasa lalu aku bertemu dengan beberapa
mahasiswa asing dari China dan Spanyol yang kebetulan menginap di area kos yang
sama sebelum kami hijrah. Btw, nama tempat tinggal gue dari jaman kuliah unik
banget. Dulu ada namanya Tegal Kuadrat alias Tegalgondo di Malang, terus
Kasihan di Yogyakarta, lalu Sepakat kemudian Purnama sekarang Paris 🗼.
*laah kok?
Aku menyaksikan mahasiswa itu berdiri di dekat tempat
sampah sambil makan jeruk lalu kulitnya langsung dibuang ke tempat sampah. 2
orang di antara mereka ada yang duduk. Kemudian kami bertemu lagi di kantin kos
dan yang mereka lakukan sama, makan terus membersihkan meja lalu membuang
sampah plastik dan botol minum ke tempatnya. Oke, penasaran itu aku simpan.
Hingga malam ini, kau bertemu lagi dengan mereka di masjid Sepakat 2 lalu saat
berpapasan aku bertanya.
"Assalamualaikum, I saw both of you at Dempo
yesterday. Where are you coming from?"
"Waalaikumsalam, yes we stay at Dempo for two months
since we have an agenda of exchange program at Polnep".
"What kind of major?"
"Business Administration. I am Ghani and this is
Ilyas," mereka memperkenalkan diri.
"I am Zet."
"Zet last alphabet?"
"Yes, simple and easy to remember."
"Nice to meet you."
"Me too."
Kemudian aku nanya terkait apa yang kemarin mereka
lalukan, termasuk perihal sholat isya berjamaah. Mereka mengaku itu adalah
habit dan sudah menjadi kebiasaan yang susah untuk dihilangkan. Bagi mereka
membuang sampah pada tempatnya adalah bentuk aksi melindungi bumi. Juga menjaga
sholat tepat waktu adalah wujud syukur pada Tuhan yang sudah memberikan
kehidupan. Seketika aku teringat dengan apa yang aku alami dengan orang
Indonesia hari ini.
Tadi pagi sambil menemani istri beli-beli, aku mengajak
dia singgah ke kawasan Pontianak Mall karena di sana ada penjual bakso Malang,
anggap saja mengobati rindu. Aku tergelagap saat Bapak penjual mengajak aku
berbicara dengan bahasa Jawa. Beberapa ada yang sudah lupa. Kattah, setunggal,
kale, and so on. Ketawa sendiri melihat mimik beliau. Tapi sekejap kemudian
tiba-tiba aku badmood. Menyaksikan orang yang makan di samping kami buang
sampah sembarangan. Putung rokok, kertas, dan jeruk yang sudah tidak layak pakai.
Yang duduk di sebelah kanan aku buang sampah sambil nonton debat calon presiden
di Youtube. "Haddeh, orang Indonesia mah bebas berbuat sesuka hati. Gitu
mau merubah negara, buang sampah pada tempatnya aja gak bisa," lirihku
dalam hati. Suka kesel liat kelakuan manusia kayak gitu. Kalau gak bisa buang
sampah pada tempatnya, makan dong sama sampah-sampahnya.
Aku semakin terkejut pas bayar.
" Pak, baksonya enak. Kalau sy boleh usul nanti
dibelikan tempat sampah ya Pak? Sy bingung Pak harus buang sampah di mana."
"Buang sesuka hati aja Mas, nanti anak-anak sy yang
bersihkan."
"Wah gak boleh gitu Pak. Kita harus sama-sama
menjaga kebersihan."
Dua anak Bapak itu menatapku dengan tatapan kaget dan
aneh. Emang ada yang salah? Tidak menurutku. Oke, jadi ternyata susah banget ya
menanamkan keyakinan buang sampah pada tempatnya. Fine!
Tidak sampai disitu saja, sore hari tadi aku janjian
dengan teknisi toko elektronik. Janjian jam 3, aku dari jam 2 nungguin di
rumah. Pas aku WhatsApp lagi, beliau bilang akan datang jam 17.30 WIB.
"Baik Ko, jam setengah 6 sore ontime ya!"
"Iya Pak."
Setengah 6 sudah berlalu, aku nungguin sampai jam 6 gak
juga datang. Yaudah akhirnya keluar, karena ada agenda lain. Jam 7 kurang dia
menelpon dan minta tolong dijemput di depan gang. Mendadak mood aku berubah
180%. Sungguh, aku paling benci dengan orang pake jam karet. Janjian pake jam
molor, rapat pake jam lelet, Indonesia banget. Kayak rapat di hari jumat
kemarin, udah badmood aslinya. Janji jam 1 eh baru dimulai jam 2 lewat. Hello,
sayang sekali tuan puan. Untung aku masih sabar nungguin. Tapi serius, aku
paling anti sama manusia manusia jam karet, molor, lelet. Ontime please.
Alhasil, itu petugas toko elektronik aku suruh pulang.
Aku minta uang dikembalikan. No excuse buat penikmat jam karet!
Ah, beda jauh banget kan pola pikir orang Indonesia
dengan orang asing dalam menjaga lingkungan dan menggunakan waktu. Orang asing
buang sampah pada tempatnya dan ontime. Orang Indonesia bebas, buang sampah di
mana aja, molor ngaret itu sudah biasa mendarah daging, beranak pinak dan
membabi buta. Kalau dikasih tau pasti melawan. Ada aja alasan. Ya, semoga yang
baca tulisan aku ini tidak demikian. Karena musuh terbesar aku saat ini adalah
melawan kebiasaan orang orang Indonesia yang suka anggap remeh dengan waktu.
Kapan mau maju?
Ya, balik lagi. Mungkin Indonesia diciptakan saat Tuhan
sedang leyeh-leyeh dan bersikap bodo amat.
Oke tengkiyu, nais and bye!